ReNata

9.1K 281 13
                                    

"Wajah tembok yang punya penyakit sariawan kalo gak sawan. Ya kan?"

°

Rere mendengkus seraya menatap laki-laki di depannya yang memasang muka datar. Rere berdecak dan bersedekap dada.

"Bakar" ujar laki-laki itu santai. Dua laki-laki yang mendapat perintah, segera mengambil korek dan siap-siap membakar sepatu berwarna kuning pekat itu.

"Eh! Eh! Jangan dong... Ini udah ke sepuluh kalinya lo bakar sepatu gue! Emang gue selalu punya duit buat beli!?" Rere merebut sepatunya secara kasar dan menatap tajam laki-laki yang masih menatapnya datar.

Laki-laki itu lalu merebut sepatu di tangan Rere tak kalah kasar. Membuat sang empunya melotot tajam.

Rere kembali mencoba merebut sepatu nya tapi laki-laki itu malah mengangkat tangannya alhasil Rere menyerah karena laki-laki itu lebih tinggi darinya.

"NYEBELIN!" Rere bersedekap dada. Sekali lagi dia harus iklaskan sepatunya lagi.

Laki-laki itu lalu menyerahkan sapatu Rere pada dua laki-laki tadi.

Salah satu laki-laki itu memberi senyuman mengejek padanya. Rere mengepalkan tangannya.

Selalu saja, tiga laki-laki itu merusuhi hidupnya. Mentang mentang pengurus osis, jadi semena-mena padanya.

Rere menatap sendu sepasang sepatunya yang mulai terbakar lalu di buang begitu saja ke tong sampah.

"Deandra Natara Raja!! Gue benci lo! Selalu benci lo!! Hiihh... Sebel! Sebel! Sebel!" Rere memukul dada Nata berkali-kali.

Nata tak mengindar maupun marah saat dipukul Rere. Laki-laki itu hanya memasang wajah datar. Hal itu tak luput dari tatapan murid-mutid lain yang hanya menonton dari jauh.

Rere tidak menangis tapi dia kesal sekali dengan Nata yang notabennya ketua osis SMA Pramestu. Rere sangat dongkol dengan kelakuan Nata dan kawan-kawannya yang selalu menyita sepatu mahalnya yang pasti ujung-ujungnya selalu dibakar.

"CABE! CABE! LO GAK PAPA!??" tangan Rere berhenti memukul Nata lalu beralih pada sosok lelaki yang memanggilnya 'cabe' tadi.

"Gino... Sepatu gue dibakar lagi masak:(" adu Rere seraya merangkul lelaki bernama Gino itu.

"Ehh tembok cina! Lo gak kasian apa sama cabe?" Rere menggeplak kepala Gino lumayan keras. Membuatnya meringis sakit.

"Kalo mau bela, yang bener dong!" sungut Rere.

Gino menyegir kuda kemudian mengangguk.

"Heh! Tembok cina! Lo gak kasian apa sama Rere bin cabe ini?" ulang Gino dengan nada yang sama. Rere mendengkus sebal.

Gino sableng!

"Salah sendiri, sudah tahu ada peraturan tidak boleh memakai sepatu warna lain kecuali hitam dan putih masih saja melanggar" bukan. Bukan Nata yang menjawab tapi antek-antek di belakangnya, sebut saja Kav. Dan yang satunya Abi.

"Haduhh... Ini kan hari jum'at" protes Rere membuat empat laki-laki itu menatapnya heran, kecuali Nata.

Hening sejenak.

"Apa hubungannya cabe??..." Gino bersuara.

Rere berfikir sejenak. "Biasanya kan hari jum'at gak ada razia. Perasaan gue, dari senin kemaren sampe sekarang ada razia mulu dah" ucapan Rere yang lumayan keras membuat beberapa murid berbisik dan mulai berspekulasi sendiri.

Nata menghela nafas. Menatap sebentar sepatu gadis dihadapannya yang hampir hangus.

"Nyadar gak? Semenjak lo jadi ketos. Osis terlalu protektif!" meski wajah Nata datar. Tapi terlihat jelas dari matanya jika Nata tidak terima atas ucapan Rere.

"Lo sariawan apa sawan sih!?. Ngomong kek, apa kek" kata Rere yang sudah jengah dengan bisunya ketos ini.

"Gue gak peduli!" Nata kemudian berlalu meninggalkan Rere yang cengo. Disusul oleh Abi dan Kav di belakangnya yang tergelak.

"What The!!??"

Rere menatap garang punggung Nata yang mulai menjauh.

"Be. Lo gak papa?" tanya Gino kemudian.

Rere menggeleng lalu menatap Gino tajam. "Kenapa sih lo gak bisa belain gue di depan Nata!!?"

Gino menggaruk kepala belakangnya. "Emm... Lo gak takut apa sama mata elang tuh tembok cina! Aura nya itu juga yang buat gue gak bisa berkutik. Aura-aura hitam—" Rere meninggalkan Gino yang sibuk ngoceh. Masa bodo dengan kakinya yang hanya beralaskan kaus kaki putih pendek.

"Cabe! Be!" Rere menulikan telinganya. Menghiraukan Gino yang terus memanggil namanya.

*

"Nat. Lo ada dendam ya sama Rere?" Nata yang sibuk dengan ponselnya menatap Kav bingung.

"Hooh. Padahal banyak yang ngelanggar, bukan cuman Rere aja. Dan lo yang selalu turun tangan kalo setiap masalah ada hubungannya sama Rere. Padahalkan bisa osis lain yang ngatasin. Jangan-jangan lo ada rasa ya?" kalimat terakhir Abi terdengar mengejek.

Nata dengan cepat menggeleng. Mendengar kata 'rasa' saja sudah membuat perutnya geli sekaligus jijik. Tapi apa yang dikatakan Abi itu memang ada benarnya. Setiap masalah bersangkutan dengan Rere, pasti selalu Nata yang menghadapi. Entahlah... Nata juga bingung. Tapi jauh dalam lubuk hatinya. Nata... Ahh! Lupakan!.

"Iya kan?" Abi menaik turunkan alisnya. Mencoba menggoda Nata.

Lagi-lagi Nata menggeleng. Kav dan Abi lagi-lagi mendengkus atas respon Nata yang luar biasa acuhnya.

"Nat. Bisa gak sih lo ngomong sepatah kata aja. Gak cape apa mulut lo diem terus" Nata menggeleng atas ucapan Kav tadi.

"Berarti bener kata Gino sama Rere" ucap Abi membuat Nata dan Kav menatapnya.

"Kalo Nata itu berwajah tembok, seperti tembok cina. Yang punya penyakit sariawan kalo gak sawan. Ya kan Nat?"

----------------------

TBC.

Huhu... Awto seneng banget bisa up cerita yang lain. Sebenernya bukan cerita ini yang mau w up. Tapi gak tau kenapa bisa oleng. Yha namanya awtor people jadi-jadian😂. Semoga sukak.

ReNataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang