ReNata(46)

1K 79 16
                                    

Seperti perkataan Nata saat kelulusan kemarin. Kini Rere dan tentunya laki-laki itu, tengah duduk bersantai di atas kap mobil milik Nata sembari menikmati sunrise yang sebentar lagi terbentuk sempurna.

Sebenarnya, dari tadi Rere berusaha untuk tidak salah tingkah. Kembali ke tempat ini, sama saja mengingat kejadian Nata yang berani mencium pipinya pertama kali.

Kalian ingatkan, saat kejadian Amanda yang menuduhnya hingga membuat hubungan Nata –yang menurut Rere kurang jelas– dengannya merengangg. Tapi berkat kejadian itu, Nata membawanya kemari dan... ya, Rere tidak lagi takut untuk jatuh pada laki-laki itu.

Dan flashback dadakan tersebut entah kenapa membuat dada Rere sesak. Rere juga berusaha agar matanya tidak berkaca-kaca.

Ternyata hubungannya dengan Nata masih berada di dalam rintangan. Rere kira, selesai dengan kejadian-kejadian bertubi-tubi di beberapa bulan terakhir, sudah mencapai finalnya. Namun nyatanya takdir berkata lain. Atau, memang ini yang menjadi akhir dari kisah mereka?

Usapan hangat di pipinya membuat Rere terkesiap dan sadar.

"Ngelamun?" Rere dapat melihat jelas seluet wajah Nata yang diterangi cahaya oranye nan indah di langit sana.

"Cuma flashback sedikit" ungkapnya jujur.

Rere melihat senyum getir yang tercetak di bibir Nata. Nata membuang pandangannya kedepan dan mengadah menatap sunrise yang sedikiiit lagi menjadi sempurna. Bahkan cahaya indahnya perlahan memantul ke danau.

Mata Rere berbinar dan tersenyum lebar.

Nata kemudian menghela nafas kasar. Dan helaan tersebut membuat Rere memandang Nata penuh tanya.

"So hard" mendengar keluhan menyedihkan tersebut membuat Rere tercenung.

"Kenapa?" tanyanya kemudian.

"Gue pengen di sini. Sama lo" kata Nata, laki-laki itu kemudian menatap manik cokelat terang milik Rere lekat.

Ditatap begitu, Rere menjadi gugup. Dan kini wajahnya berubah merah. Mata Rere melirik kesampaing, dan kedua indra pengelihatannya itu membola saat mnyadari sesuatu.

"Dan–" ucapan Nata tertahan karena pekikan Rere yang tiba-tiba. Membuatnya terkesiap sebentar. Saat melirik kearah sampingnya, Nata mengerti apa yang membuat Rere histeris begitu.

Rere memandang kagum pemandangan didepannya. Matahari yang sudah muncul sempurna, hingga terbentuk sunrise yang begitu menakjubkan. Bahkan rahang Rere tak terkatup lama saking takjubnya.

Nata terkekeh sambil mengacak pucuk kepala gadis itu. Rere yang biasanya marah, hanya diam saja. Matanya masih mengerling memandangi cahaya oranye di hadapannya ini.

Lima belas menit berlalu. Nata masih memberi waktu untuk Rere, sekedar menikmati pemandangan dihadapannya.

"Udah?"

"Hah?" Rere menatap Nata bingung.

Lagi-lagi Nata terkekeh geli. "Udah puas mandangin sunrise nya?" tanya Nata sedikit menyindir.

Bibir Rere mencebik, namun tak membantah.

"Makasih Re," suasana yang tiba-tiba menjadi melankolis membuat Rere gelagapan.

Apalagi mata Nata kembali menatapnya lekat. Jantung Rere bertalu-talu dibuatnya.

"For what?" Rere pura-pura tak mengerti dan berusaha menutupi rasa gugupnya.

"Semuanya"

Rere membuang pandangannya kemana saja asal tidak ke mata Nata. Gara-gara Nata, matanya menjadi panas.

"Gue juga" ucap Rere setelah menentralkan rasa gugupnya.

Nata memandangnya bingung.

"Thanks" lanjutnya dengan suara bergetar. Rere menahan tenggorokan nya yang terasa tercekat.

Huhh, dia tidak mau menangis lagi dihadapan Nata.

Kedua tangan Nata menangkup wajah Rere dan membuat gadis itu kembali menatapnya.

Dan karena melihat mata hitam itu, membuat pertahanan Rere hancur. Satu dua tetes air mata mengucur di pipi nya. 

"Tuh kan gue nangis lagi, lo sih!"

Nata dengan sigap menghapus air mata Rere sambil tersenyum kecut.

"Iya. Lo selalu nangis karena gue"

Rere gelagapan. Dia tidak bermasud menyinggung Nata. Apalagi sampai melibatkan masalah yang dulu-dulu.

"Gue gak bermaksud–" telunjuk Nata yang berada di bibirnya membuat Rere menghentikan perkatannya.

"Gak masalah. Dan ternyata, selama ini gue selalu buat lo nangis. Brengsek kan?" Nata melemparkan tawa lirih sembari menjauhkan tangannya.

Rere memandangnya sendu. Dia tidak bisa mengelak. Karena memang benar Nata selalu membuat Rere menunpahkan air matanya. Tapi disisi lain, Nata sudah membuatnya merasakan jatuh cinta dan dicintai. Nata tidak sepenuhnya salah.

Dengan begitu, Rere menggenggam tangan Nata. Membuat laki-laki itu memandangnya sendu. Mata Nata memerah.

"Setiap hubungan. Pasti ada lika-likunya. Gak semuanya salah lo, Nat. Gue juga. Dan, berhenti ngerasa bersalah, oke?" bukannya menjawab, Nata malah menarik Rere dalam dekapannya. Dipeluknya gadis itu erat, seakan tidak ada hari esok.

Dan kenyataannya memang begitu. Hari esok yang entah kenapa ingin sekali Nata lewatkan. Dan hari esok juga, dia sudah berpisah dengan gadis ini.

"Besok. Gue berangkat besok" Rere terkesiap reflek menarik dirinya dari pelukan Nata.

Matanya menatap Nata tak percaya. Tapi ketidakpercayaan itu berhasil dipatahkan oleh mata Nata yang menjawab jujur semuanya. Nata tidak membual.

"Jam berapa?" Rere tak lagi menutupi suaranya yang bergetar. Bahkan bibir mungilnya mulai mengeluarkan isakan tipis.

"Empat sore" jawab Nata sambil menunduk.

Rere menghela nafas lega. Tak apa, masih ada beberapa jam untuk Rere menghabiskan sisa-sisa waktu bersama Nata.

Rere menepuk pundak Nata membuat laki-laki itu menatapnya.

"Gausah sedih gitu dong. Kita udah bicarakan ini kemarin-kemarin. Masa mau mewek-mewekan" canda Rere sambil menghapus air matanya sendiri. Nata terekekeh.

"Gue gak nyangka akan seberat ini"

"Pasti bisa kok" bohong. Rere tentu saja membohongi Nata dan dirinya sendiri. Faktanya, ia juga merasa begitu berat. Tapi jika ia katara sedih, Rere menjamin Nata akan merasa semakin enggan ke London. Dan Rere tidak mau kesedihannya ini membebani Nata.

Nata diam tak bergeming. Begitupun Rere yang juga diam menata hatinya agar tidak berontak.

"Nata," panggil Rere memecah keheningan. Nata menjawabnya dengan tatapan mata.

"Kalau seandainya kita, gue atau lo mendapatkan lagi orang yang kita cinta suatu hari nanti. Gimana?" Rere bertanya dengan hati-hati.

Nata menatapnya tak percaya. "Gak tau, semuanya masih buram di otak gue" Rere tersenyum kecut mendengar jawaban Nata yang terdengar masa bodo.

"Gue punya kesepakatan" ujar Rere lagi.

"Kalau suatu hari kita ketemu lagi. Tolong jangan bertingkah seolah kita pernah kenal" Nata mengerutkan dahinya bingung.

"Bertingkah seolah-olah kita adalah orang asing" jelas Rere sembari menatap lurus mata Nata yang ketara sekali mengkilat tak terima. Sebelum Nata melayangkan protesnya, Rere lebih dulu menyela.

"Valid. No debat!"

------------------------------------------------------------
End.






Gak deng. Canda:v

ReNataOù les histoires vivent. Découvrez maintenant