ReNata(44)

958 82 19
                                    

"Akhh sakit!" Rere ikut meringis. Padahal dia memang sengaja sedikit menekan sudut bibir Nata.

Jahat memang. Tapi, dia tidak kuat saat Nata terus memandanginya dengan lekat. Kan Rere jadi gugup dan salah tingkah. Ia jamin, pasti sekarang wajahnya sudah memerah.

Oh tidak! Dia lupa, saat ini kan ia masih dalam mode marah, jangan sampai Nata kege'eran dan menganggapnya mudah luluh.

Rere menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?"

Terkesiap. Rere menatap Nata dengan pelototan matanya. Dengan wajah dibuat cuek, Rere menggeleng.

"Gak apa" katanya singkat.

Nata yang melihat perubahan Rere, memandang gadis itu sendu.

"Maaf" perkataan Nata membuat Rere mematung. Tangannya turun dari sudut bibir Nata.

"Gue minta maaf" Nata mengulang sambil menatap lekat netra cokelat terang gadis itu.

Mata Rere memanas dan berkaca-kaca. Sedetik kemudian air matanya luruh.

"Lo jahat!"

Bibir Nata menipis. "Gue tahu. Gue emang jahat dan pengecut. Tapi asal lo tahu, gue sayang sama lo, Re"

Hancur sudah pertahanan Rere. Persetan dengan gengsi, Rere memeluk leher Nata membuat laki-laki itu terkesiap.

"Gue juga minta maaf. Gue terlalu kekanakan. Gue terlalu merasa kalau gue itu korban. Semua bener, lo bener, ini demi kebaikan gue. Gue juga gak jamin dengan lo jujur secara langsung kita tetep baik-baik aja. Gue minta maaf Nata" Nata menerbitkan senyumnya lalu membalas pelukan Rere dengan melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu.

"Boleh kita balikan?" tanya Nata dengan hati-hati.

Rere terkejut sontak melepaskan pekukan mereka. Dengan senyum tipis ia menggeleng.

"Gue gak bisa dan gak mau ldr Nat" benar. Rere tidak menjamin hubungan ldr akan berjalan lama, hubungan yang sering bertatap wajah saja sering salah paham dan berselisih, apalagi ldr yang harus mengedepankan kepercayaan. Rere tidak sanggup.

Nata mendesah pasrah, meski kecewa setidaknya hubungan keduanya baik-baik saja. Beban yang mencokol di dalam dadanya seakan menguap.

"Gue ngerti"

Rere mengangguk dan tersenyum miris.

"Hey," Rere memejamkan matanya ketika mendapat usapan lembut di pipinya.

"Jangan diemin sahabat-sahabat lo ya, mereka gak salah"

Deg!

Rere teringat dengan Ifa dan Eca. Dua manusia itu memang tidak bersalah. Sekali lagi tingkahnya membuat Rere merutuk diri.

Rere mengangguk.

Nata tersenyum lembut.

"Kenapa lo bisa gini?" tanya Rere sambil memandang wajah bonyok laki-lakk itu.

Nata mengehela nafas kasar. Pandangannya menerawang entah kemana.

"Papa" satu kalimat seribu makna. Dan Rere bisa mengerti itu dari raut wajah Nata.

"Anak buah Papa. Gue sempet gak percaya kalau mereka preman. Bayangkan, preman mana yang bersetelan jas? Terus dengan jumlah lebih dari sepuluh orang tiba-tiba ngeroyok Abi, Kav dan Libra" Nata mulai bercerita. Rere yang mendengarnya pun menganga kaget.

"Atas dasar apa?" tanya Rere.

Nata yang mengendikan bahunya. "Gue gak ngerti jalan pikiran laki-laki tua itu. Terus terusan teror gue dan minta gue segera ke London. Padahal gue selalu bilang tunggu sampai lulus, tapi Papa terus kekeuh, minta cepat pulang" Nata mengusap wajahnya gusar.

ReNataWhere stories live. Discover now