ReNata(43)

990 84 8
                                    

Hening. Hanya suara nafas yang terdengar di dalam mobil. Sama halnya dengan Rere yang duduk gusar di kursi penumpang, Bara yang disebelahnya serta Azka yang menyetir dan Kania yang duduk disebelah kursi kemudi pun sama gusarnya.

Tanpa sadar, Rere sudah menggigiti kuku jarinya yang untung saja bersih dari cat kuku.

"Berhenti gigit kuku Re," sura Azka memecah keheningan di dalam mobil. Rere terkesiap lalu memandangi kuku jarinya yang sudah tak berbentuk.

"Bang, masih lama sampe-nya? Kok lama banget sih!" rutuknya tak sabaran.

"Macet Re, sabar napa" balas Azka.

Kania berdeham. "Bar, kamu tahu kenapa Nata dirumah sakit?"

Bara menatap layar ponselnya. "Enggak tahu Bun. Tadi aja yang telpon orang asing" jawabnya.

"Coba kamu telpon sekali lagi" titah sang Bunda yang diangguki oleh Bara.

Rere terus memandangi adiknya yang sibuk  menghubungi Nata.

"Diangkat?" tanya Rere ketika Bara meliriknya. Bara menggeleng sebagai balasan.

"Kak, akhir-akhir ini kamu ada masalah ya sama Nata?" pertanyaan Kania membuat Rere terkejut. Dari mana Bundanya tahu?

"Ayah. Ayah yang bilang ke Bunda" lajut Kania seakan mengerti pertanyaan yang tengah Rere pikirkan.

Rere menggigit bibir bawahnya. "I-iya Bun," jawabnya dengan suara bergetar.

"Bunda ngerti perasaan kamu. Tapi, dengan  lari dari masalah Bunda gak bisa membenarkan. Bunda minta, segera kamu selesaikan sebelum kamu menyesal sendiri" Rere diam, mencerna nasihat Kania. Sedikit membenarkan, tapi, apa yang perlu diselesaikan? Bukankah semua urusannya dengan Nata telah selesai? Bahkan hubungan mereka telah selesai. Apa memberi maaf pada Nata termasuk penyelesaian? Tapi...

"Bener kak. Apalagi lo masih cinta sama Bang Nata. Kalau udah ditinggal ke London, baru lo nyesel!" Rere menatap tak suka pada Bara yang seenaknya menyambar. Dan apa pula mengatakan kalau dirinya akan menyesal, justru dia akan mudah move on kalau berjauhan dengan Nata.

"Lo kenapa jadi ikut-ikutan nasehatin gue sih?! Anak kecil gak usah sok tahu" sungut Rere sebal.

"Lagian biarin aja Nata pergi jauh, gue gak peduli!"

"Halah bullshit! Denger kabar Bang Nata di rumah sakit aja langsung kalang kabut, padahal cuma bonyok doang!" perkataan Bara sontak membuat Rere dan Kania menoleh terkejut.

"Nata baik-baik aja?" tanya Kania dengan suara yang ketara lega.

Bara mengangguk yakin. "Iya. Ini baru bisa buka hp katanya"

Wajah Rere berubah pias. "Kita balik aja yuk," ajaknya yang membuat Kania dan Azka terkejut.

"Udah deket rumah sakit Re" ujar Azka menggeram kesal.

"Gak pa-pa kali Kak, sekalian lihat keadaannya secara langsung. Tadi kan kamu panik banget" Rere melengkungkan bibirnya ke atas, Bundanya gimana sih, kan dia malu bertemu dengan Nata. Apalagi masih dalam mode marah dan kecewa, kan gengsi.

"Udah baik-baik aja juga," cicitnya.

Kania menggeleng tegas. "Enggak. Pokoknya Bunda mau lihat Nata langsung!" bahu Rere merosot. Ya mau bagaimana lagi, kanjeng ratu sudah berkata mutlak ya harus menurut.

Disampingnya Bara terkikik geli. "Gue aduin Bang Nata ah, kalau mantan pacarnya ini panik banget. Bahkan hampir nangis." selorohnya membuat Rere mendelik.

"Gue mutilasi saat itu juga!"

*

Pulang. Rere mau pulang saja lalu bersembunyi di balik selimut. Malu, sungguh malu Rere ketika melihat bayangan dirinya di kaca mobil.

Bayangkan saja, siapa yang tidak malu pergi malam-malam ke rumah sakit dengan wajah kumal serta memakai piyama bermotif bunga-bunga. Hanya Rere.

Dengan wajah yang sudah ditebalkan alias menahan malu, Rere mengekori Azka, Kania dan Bara yang berjalan beriringan. Niatnya mau panik-panikan seperti di novel-novel kalau si laki-laki celaka musnah sudah.

Dosa tidak kalau Rere memilih Nata koma saja? Kan dia tidak perlu menebalkan muka a.k.a rasa malu begini hiks.

Degub jantung Rere terpacu ketika melihat seluet punggung Nata dari celah badan Kania dan Azka.

Ingin sekali ia berbalik badan. Namun terlambat, ke empatnya sudah berdiri di depan ruang UGD. Kania langsung menghambur ke pelukan Nata.

Rere menundukkan kepalanya, berjalan mengekori Azka yang memilih duduk di kursi ruang tunggu.

"Kenapa di sini?" suara Azka yang datar membuat Rere mendongak, lalu menoleh sebentar ke kiri di mana Kania dan Bara tengah berbincang dengan Nata.

"Gue malu banget Bang, lo juga kenapa gak bilang sih kalau gue masih pake piyama gini? Mana motifnya rame banget" gerutu Rere dan tentu saja dengan volume sura pelan.

Alis sebelah Azka terangkat. "Yang panik duluan siapa?" skakmat!

Iya Rere sadar sekarang. Dia sangat bodoh.

Tanpa mau membalas perkataan Azka yang sangat pas itu. Rere lebih memilih diam dan kembali menundukan wajahnya. Berharap Nata cuek dan tidak memperdulikan keberadaannya.

Dan sepertinya harapan Rere tidak terkabul. Buktinya sekarang ada sepatu NIKE berwarna hitam di depan matanya. Bara tidak mungkin, karena adiknya itu memakai sandal, apalagi Kania. Sudah bisa ia tebak siapa pemilik sepatu ini.

Usapan dipucuk kepalanya membuat Rere reflek mendongak. Gadis itu terjengit kaget ketika melihat wajah tampan Nata terdapat tompel tompel berwarna biru keunguan, serta kedua sudut bibir laki-laki itu robek dan berdarah.

Belum sempat mengeluarkan suaranya. Nata malah menarik tangannya dan membawa pergi Rere entah kemana. Rere menengok kebelakang, Kania dan Bara malah tersenyum jahil.

Dasar! Kan Rere sangat malu!

Mau tak mau Rere pun menurut. Mengikuti langkah Nata yang perlahan membawanya ke taman rumah sakit.

"T-tunggu!" katanya tergagap. Nata menghentikan langkahnya dan menatap Rere intens. Boleh tidak ia menangis saja? Jantungnya seakan mau copot hanya dengan tatapan Nata.

"Gue..." Rere bingung bagaimana bicaranya, yang jelas ia melepas cekalan tangan Nata kemudian berlari kecil menuju seorang suster yang terlihat membawa kotak P3K.

"Sus, saya boleh minta ini?" tanya Rere sambil menunjuk kotak yang ia maksud.

Dari belakang, Nata terus memperhatikan gerakan sekecil apapun yang dilakukan oleh gadis mungil itu. Rasa bahagia sangat menggebu ketika mendapati sosok Rere yang datang bersama dengan tante Kania dan Bara, eh jangan lupa dengan Azka.

Apalagi ketika Bara dan tante Kania menceritakan bagaimana paniknya Rere saat mendapat kabar dirinya di rumah sakit. Sangat sangat bahagia.

Tanpa sadar Nata tersenyum kecil, gadis lucu ini membuat dunianya seakan jungkir balik. Melihat kemarin bagaimana marahnya Rere, berhasil membuat suasana hatinya kacau.

Kekehan gelinya terbit saat menyadari sesuatu.

Rere yang sudah di depan Nata menukikkan alisnya.

"Kenapa?" tanyanya tanpa sadar.

Nata semakin melebarkan senyumnya, lalu kembali menggandeng tangan Rere lembut.

"Piyamanya cantik"

Wajah Rere berubah horor. Semburat merah tercetak di pipi gembulnya membuat Nata kembali terkekeh.

Lempar gue ke papua nugini plissss!

-----------------------------------------------------
Tbc.

Klik!👇

ReNataWhere stories live. Discover now