3. Taman Kodam IV

5.2K 536 22
                                    

Satu hari menjelang keberangkatan Yudha ke Solo, sebelum menuju Papua untuk menjalankan misi perdamaian. Perpecahan antar suku acap kali menggaduhkan Indonesia. Kesalahpahaman, provokasi, dan lain sebagainya melukai saudara di sana. Mereka yang terluka, Indonesia yang beduka.

Ini hari terakhir untuk mengucap kata pamit, memulai simpul kerinduan, dan meleburkan pikiran negatif sebelum pemberangkatan. Tak heran jika di waktu luangnya, Sena tak tertarik dengan Soto di kantin Kodam IV/Diponegoro. Ia lebih tertarik duduk di taman dan menunggu Yudha menemuinya. Melalui pesan singkat, keduanya telah menentukan waktu untuk mengucap kata pamit. Dan ini pasti berat, pertama kalinya Yudha memulai misi di daerah rawan bentrok dan pertama kalinya Sena melepas kekasihnya.

"Kak Sena!" pekik perempuan berambut pendek, sangat pendek, mungkin karena perempuan itu sebentar lagi masuk Akmil.

Sena memasang wajah ramahnya, bukan, itu keterpaksaan. Hanya karena menghormati Ibunya yang PNS TNI di Yonif 400/BR saja.

Alina Hazimah, Usianya menjelang 19 tahun, atlet Bulutangkis dari Kota Semarang, memutuskan gantung raket dari Bulutangkis profesional dan memilih untuk masuk Akmil. Dia punya bakat sejujurnya, tapi katanya dia menemukan dunia baru, yaitu militer. Ia mengingatkan kita semua pada sosok Yudha berapa tahun silam. Ketika Yudha tidak tahu akan menjadi apa, dan pada akhirnya dia menemukan cinta yang mengantarnya menjadi seorang perwira.

"Emang Akmil belum masuk? Masih kelayapan aja!" tegur Sena yang sejujurnya sok bodoh.

Sena tahu Akmil masih dalam masa liburnya. Mungkin baru Minggu depan mulai masuk. Kenyataannya memang Adhit pun masih doyan melancong, menikmati masa bebasnya. Tapi, sebebas-bebasnya Adhit dari dunia Akmil, tempat melancongnya tetap ke Yonif, Rindam, ke DKT, atau parahnya menunggu Kak Obes tugas di Brimob. Katanya, tiada hari tanpa latihan karena tiada hari tanpa aman. Musuh setiap detiknya mengembangkan kemampuan, bagaimana bisa kita bersantai tanpa pengamanan.

"Masih minggu depan kali, Kak. Aku mau ke Yonif 400, kata Mamah perwira yang aku ceritain itu lho, Kak. Dia mau berangkat tugas ke Papua besok. Pengen lihat wajah gantengnya dulu lah," jelasnya dengan wajah centil, memainkan tas yang menggantung di bahunya.

Bulu kuduk Sena dibuat merinding karenanya.

"Ini Kodam kali, Dik. Yonif 400 di sebelah!" tekan Sena kesal.

"Iya sih, tapi..."

"Sena, mau di sini aja atau makan di luar?" tanya Yudha yang baru saja menghentikan langkahnya dan menghentikan kalimat Alina.

Sena mengangkat sebelah alisnya dan Alina berbalik badan menatap Yudha pun Sena bergantian.

"Kak Sena kenal?" bisik Alina berpindah tempat. "Aku tadi mau ke Yonif tapi dia jalan ke arah sini, aku masuk aja pengen tahu, malu juga ketemu dia. Eh di dalam ada Kak Sena lagi duduk-duduk."

Sena menatap Alina, datar. Tapi hatinya ingin mempertegas bahwa Yudha itu kekasihnya, sosok laki-laki yang telah bertahun-tahun menjadi pujaannya. Cinta pertama yang entah akan menjadi yang terakhir atau akan berakhir.

"Sena!" panggil Yudha karena tak kunjung mendapat jawab.

"Mau ke mana, Kak? Ikut ya?"

"Di sini aja, Kak," kata Sena.

Ia tak punya pilihan, makan di luar jika ada Alina rasanya tetap pahit. Di taman Kodam jika ada Alina rasanya tetap panas. Sama saja di manapun jika ada Alina.

"Tapi aku lapar," keluh Yudha.

Dalam hal ini keduanya berbeda pikiran, Sena menganggap mau di taman atau makan di luar sama saja. Sementara Yudha menganggap makan di luar akan lebih nyaman karena Alina tidak mungkin ikut.

AsmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang