Extra Part 3

4.9K 516 46
                                    

Tegal cukup ramai, terlebih di area Markas Yonif 407/Padmakusuma, sedang ada peringatan Hari Juang Kartika, pameran alutsista, pameran kemampuan prajurit baik dari segi bela diri mau pun terjun payung dan lain sebagainya. Para Persit sibuk membuka lapak jualan, ikut membantu mengenalkan kegiatan Persit pada masyarakat sipil. Tidak ada tujuan lain, hanya ingin lebih dekat dengan masyarakat. Katanya, "The people is the mother of TNI". Ibu kandung TNI memanglah rakyat, maka wajar jika TNI berusaha lebih dekat dengan rakyat.

Ayara yang ikut dalam kegiatan dengan kondisi hamil besar pada awalnya sangat semangat. Ia menikmati hari-harinya, menikmati semua kegiatan Persit-nya dengan senang hati. Sebab dengan begitu dia tidak pernah merasa kesepian, dia punya kegiatan. Sudah berbicara dengan Adhit bahwa dia ingin mengajar SD lagi, meskipun sekedar guru honorer tapi Adhit belum mengizinkan, mengingat ini kehamilan pertama dan yang ditunggu-tunggu dua tahun lebih. Adhit agaknya sedikit trauma dengan kejadian kakaknya beberapa tahun silam.

Namun kali ini, perut yang menurut hasil ramalan dokter berisi anak laki-laki dan perempuan itu rasanya amat sangat sakit. Jadi ia sedikit mengendur dan memilih untuk duduk di dalam stand. Hendak bilang pada yang lain, tapi masih sibuk berbincang dengan warga sipil. Mau berteriak karena begitu sakit pun tidak baik.

"Om, Om!" panggil Ayara pada Anjar yang baru saja lewat. "Om Anjar," sedikit tertahan.

Anjar yang sempat tak mendengar akhirnya kembali lagi karena ada salah satu Persit membantu Ayara memanggilnya. "Siap, kenapa, Bu Danton?" selorohnya.

"Mas Adhit ke mana?" sembari mengusap-usap perutnya.

"Di... Tunggu, Ibu mau melahirkan? Sebentar, Bu, jangan keluar dulu, Bu!" Anjar langsung panik karena Ayara begitu kesakitan. "Sabar, Dik, sabar, jangan buka pintu dulu."

Semua orang yang awalnya fokus pada acara menjadi panik, bahkan warga sipil pun ikut panik dibuatnya. Anjar bergegas lari menuju Danang yang sedang menjelaskan perkara tank di lima puluh meter sebelah kiri, memintanya untuk menyiapkan mobil. Lalu berlari lagi ke panggung utama untuk menemui Adhit.

"Ndan, istri, Ndan, istri!" kata Anjar mengatur napasnya susah payah. "Ah, mati lah aku. Napasku hampir habis," keluhnya.

"Istriku kenapa?" tanya Adhit di atas panggung utama usai menemani Danyon memberikan sambutannya.

"Lahir, Ndan, anaknya lahir!"

Adhit langsung melompat dari atas panggung setinggi satu setengah meter dan berlari ke arah Anjar menunjuk. Melihat keramaian lalu menyibaknya panik.

"Ayo, Sayang," katanya memapah Ayara yang sudah mulai mengatur napasnya, dibantu beberaoa Ibu Persit yang sudah berpengalaman perihal melahirkan.

"Anjar mobil, Njar!" pekik Adhit pada Anjar yang hendak mendekatinya.

"Siap, sudah, Danang Komandan!" jawab Anjar malah melakukan sikap siap sempurna.

"Ya, di mana? Heh!" Adhit semakin keras dengan pekikannya.

Sementara Ayara malah tertawa sembari mengatur napasnya. "Mas, nggak usah panik," bisik Ayara.

"Hishhh, kamu, mau lahiran masih bisa ketawa-ketawa!"

Ayara langsung di bawa ke rumah sakit terdekat, dan tidak butuh waktu lama sebab ketika ia mengalami kontraksi yang cukup lama tadi, pembukaannya sudah cukup banyak. Hanya butuh menunggu beberapa saat dan Ayara bisa memperjuangkan bayi yang dikandungnya.

Tidak juga butuh waktu lama untuk menyiksa Adhit, cukup dengan beberapa goresan kuku Ayara di lengan Adhit, dua anak mungil itu berhasil melihat dunia dan bernyanyi riang dengan tangisnya. Sang Putra Mahkota lahir lebih dulu, disusul Putri Mahkota yang sedikit manja, 8 menit kemudian.

AsmaralokaWhere stories live. Discover now