42. Pamtas RI-MLY

4.8K 430 201
                                    

Malam ini Adhit berangkat ke perbatasan, setelah beberapa hari menikmati momentum ambyar bersama Alina. Terlebih tentang kenyataan pahit lain yang Adhit terima. Mungkin sama denganmu yang berharap Adhit dan Ameera atau Adhit dan Alina. Kamu tahu, kurasa kamu terlalu meremehkan Tuhan karena menganggap Tuhan membuat cerita yang datar-datar saja dalam hidup. Roda pasti berputar, petuah klasik itu masih berguna. Bagaimana bisa Tuhan yang hebat tidak menguji hamba-Nya?

Akan ada hal hebat yang Tuhan tuliskan untukmu, bersiaplah dan nikmati setiap prosesnya. Tuhan tidak memintamu banyak, kecuali mengingat-Nya, dan bersyukur atas apa pun nikmat yang Dia berikan.

Hal-hal semacam itu lah yang sedang Adhit pelajari, bagaimana dia melakukan semua yang dia lakukan selama 3 hari, menangis, tertawa, melancong, dan banyak hal, semata untuk menyembuhkan patah dan belajar banyak perihal hati.

Dalam perjalanan, Adhit sempat menelepon Mama Agni, mengatakan bahwa Ameera akan menikah bulan depan, meminta Mama dan Sena mewakilinya. Adhit juga meminta sang Mama untuk mendoakan Adhit bertemu perempuan tepat, memohon pula agar tugasnya selama menjaga perbatasan dilancarkan.

Selain itu, Adhit juga mengirim pesan pada Alina. Perempuan yang telah membuatnya bangkit, belajar dari apa yang Alina lakukan setelah Adhit menyakiti hatinya. Belajar teguh, dan ikhlas.

Adhit tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adhit tersenyum. Di perjalanan malam yang begitu lucu untuknya. Berangkat memenuhi panggilan negara dalam keadaan terluka. Pada awalnya masih ada harapan dapat berpindah pada Alina, perempuan yang jelas sempat menyukainya. Tapi ternyata 2,5 tahun menghapus banyak rasa. Bukan kah double kill?

"Ndan, izin, saya dengar...."

"Apa yang kau dengar?" bentak Adhit membuat Danang yang tadi bertanya langsung terdiam. Perjalanan menuju Lanud.

"Ampun, ampun," gumam Danang mendelik di balik ketiak Anjar.

"Orang kalau lagi patah hati bawaannya lebih menyeramkan daripada Kim Jong Un," ketus Anjar dengan bisikannya.

Danang mengangguk.

"Aku dengar kalian sedang mengghibah, mau kubelikan kopi dan kacang sekalian? Biar ghibah kalian lebih berkualitas," seru Adhit.

"Siap, salah!" pekik Anjar dan Danang, membuat pasukan lain terbangun dari tidurnya dalam perjalanan.

Dari Lanud, nanti mereka akan diterbangkan dengan helikopter menuju perbatasan RI-MLY. Daerah yang sebenarnya lebih menegangkan dibandingkan RI-PNG. Setidaknya dua negara RI-PNG tidak bersitegang dan baku hantam online, jika RI-MLY, jangankan online, era Soekarno saja sampai dikerahkan misi Dwikora. Bukankah lebih berbahaya jika kembali memanas? Belum lagi penyelundupan barang-barang ilegal kerap kali terjadi.

Perjalanan yang sangat amat panjang, terlelap, bergosip, bercanda, semua dilakukan dalam perjalanan yang cukup menyiksa. Ini pun masih perjalanan darat menuju desa yang dituju.

AsmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang