50. Cerita Ayara

3.4K 447 78
                                    

Satu bulan lagi berlalu sejak Ameera menikah, terhitung kurang lebih dua bulan Adhit hidup di tapal batas negara. Ia menikmati semua perannya untuk negara. Mulai dari menggagalkan peyelundup, membantu pendidikan, serta bagaimana caranya membangun masyarakat agar tumbuh tanpa ketimpangan sosial. Ia tak perlu angkat sejata, seperti anggapan mata orang awam bahwasannya tentara selalu angkat senjata. Dengan ribuan orang berseragam doreng tersebar di seluruh Indonesia, mereka punya bagiannya sendiri. Kali ini, ya, ini bagian Adhit, menjaga tapal negara.

Yang melakukan misi perdamaian, biarlah mereka melakukannya dengan baik. Yang menjaga kedaulatan negaranya, biarlah mereka melakukannya dengan baik. Yang sedang melakukan misi kemanusiaan di daerah bencana, biarkan mereka bekerja dengan baik. Bahkan para tentara yang ditugaskan khusus untuk membangun jalan-jalan trans juga biarlah melakukan pekerjaannya. Semua sama, berbuat untuk Indonesia.

Di Semarang, Sena dan Yudha semakin hangat setiap harinya, menjaga penuh kasih sayang janin di dalam rahim Sena. Memberikan nutrisi sebaik mungkin, belajar menjadi Ayah dan Ibu yang baik, dari masa lalu kelam mereka. Semoga lah, epilog mereka semakin indah dan indah. Jika diuji Tuhan pun, mereka tidak dapat menghindarinya, yang bisa mereka lakukan hanyalah menjalani ujian itu dengan baik. Sejatinya ujian memang diperlukan untuk meninggikan derajat keimanan terhadap Tuhan.

Adhit saat ini sedang menikmati terik dan segarnya oksigen di bawah pohon tua di dekat pos perbatasan. Sesekali melirik pepohonan di Malaysia, sesekali mengingat Mama yang dirindukannya. Sejauh apa pun kamu pergi, kerinduan itu berakhir pada ibumu, bukan kah begitu?

Dia tidak berpikir harus bagaimana, harus menikah dengan siapa. Dia telah berdamai dengan semua pintanya di sepertiga malam. Tak seperti saat memperjuangkan Ameera, dia dengan gamblang menyebutkan namanya. Kali ini, dalam setiap doanya, tak ada secuil nama perempuan lain pun yang disebut. Ia hanya minta untuk dipertemukan dengan perempuan tangguh dan kuat, yang akan sangat manja dan lemah lembut di hadapannya. Perempuan yang berpendidikan bukan hanya bersekolah, sebab dia tahu, sebuah ijazah bisa hangus kapanpun, tetapi sebuah karakter yang menampakkan orang berpendidikan akan abadi. Bahkan dikenang hingga mati. Toh, bukan kah perempuan yang berpendidikan pun akan membawa dampak baik bagi keturunan manusia selanjutnya? Orang bilang, madrasah terbaik adalah seorang Ibu.

Adhit tidak tahu dia akan berakhir dengan siapa, yang jelas, Tuhan telah menuliskan nama mereka untuk saling bertautan.

Tak apa untuk melangkah pelan, tak apa untuk sedikit berbelok, atau bahkan memutar balik. Tak apa butuh waktu lama untuk sampai. Tak apa, biar kisah kita semenarik Sri Ningsih dan Hakan Karim dalam novel "Tentang Kamu" milik Bang Darwis 'Tere Liye'. Tak apa, kita akan saling menemukan, meski perlu waktu. Asalkan kita tidak berakhir secepat Sri Ningsih dan Hakan Karim.

Begitulah bait yang Adhit pernah tulis dan dikirimkan pada Mamanya beberapa waktu yang lalu, saat ia sempat gelisah melihat beberapa anggotanya mulai menelepon kekasih masing-masing setiap kali sinyal benar-benar menguat. Hanya Danang, Anjar, dan Adhit yang tidak memiliki kekasih. Bukan gejolak untuk pacaran, sudah wajar diusianya yang hendak menginjak 26 tahun, jika Adhit ingin menikah. Itu cara terbaik untuk mencintai dan berbagi cinta. Dibandingkan mengumbar janji manis seperti yang almarhum Papanya lakukan. Ah, tapi setiap orang punya pilihan hidupnya masing-masing. Tidak perlu saling menghakimi, sebab Tuhan sebaik-baiknya Hakim.

"Mas Adhit!" panggil Ayara lagi-lagi dengan buku sejarah di pelukannya. Kali ini buku usang berjudul "Kuantar ke Gerbang" karya Ramadhan KH, terbitan 1981 bersampul merah.

"Kamu lagi?" Rasanya sedikit bosan selalu bertemu Ayara.

Ayara mengangguk, lalu duduk di samping kanan Adhit. Dia mengenakan rok sepanjang setengah ukuran tulang keringnya, berwarna mocca dengan blus polos yang dimasukkan, dan ikat ranbut dari kain bermotif bunga.

AsmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang