23. Cara Memilih

3.4K 431 13
                                    

Adhit telah bercengkrama dengan hatinya beberapa Minggu ini. Di saat Sena dan Yudha sibuk dengan lamaran resmi mereka, sibuk dengan persiapan pengajuan dan lain sebagainya. Adhit tetap saja bergelut dengan perasaan yang justru semakin bercabang. Bukan lagi bimbang oleh Alina, tetapi bertambah nyaman oleh Ameera.

Beberapa hari ini pula, Ameera dan Adhit intens bertemu. Sekedar menikmati wedang jahe di alun-alun kabupaten Tegal, atau berburu kuliner enak. Sekedar berkelakar dan berbagi cerita perihal tugas masing-masing, atau mungkin cerita yang sebenarnya tidak begitu menarik. Ya, seperti kembali pada masa lampau. Adhit yang selalu datang ke batalyon karena terlalu banyak waktu senggang, dan berakhir dengan bermain-main bersama Ameera.

"Masih urusan hati lagi, Ndan?" tanya Danang ketika Adhit memetik gitarnya dengan nada layu.

Adhit menoleh, menatap saja tanpa jawab.

"Ndan, Ndan, masih saja. Coba deh, orang minus juga tahu kalau cantikan Letda Ameera daripada Taruni Alina itu," ungkapnya duduk di sebelah Komandan Peletonnya.

Menghela napas panjangnya. Hidup di tanah rantau, jauh dari sang kakak, Mama dan Omnya, membuat Adhit terbiasa berbagi masalah dengan anggota atau dengan rekannya. Setidaknya ada dua anggota yang dekat dengannya, Anjar dan Danang.

"Mbak Ameera cantik, Ndan. Mapan, dari wajahnya lebih dewasa pemikirannya."

"Ya, tapi kan cinta nggak memandang fisik."

Danang langsung melengos, Anjar yang baru saja datang langsung berhenti bak patung. .

"Tunggu, tunggu, mohon diulangi, Ndan. Saya baru saja datang," pinta Anjar belum sempat duduk.

"Ya, cinta itu tidak memandang fisik. Iya, kan?"

Anjar duduk di belakang Danang. "Izinkan saya menjadi teman Komandan hari ini. Boleh kita letakkan pangkat kita, Ndan?"

"Iya, selama ini juga sudah kubilang, jangan kaku kalau lagi tidak memakai seragam." Adhit memetik gitarnya sekali, dengan nada pelan.

"Oke!" Anjar tiba-tiba menarik bahu Adhit agar menoleh ke arahnya. "Ndan, cinta tidak memandang fisik? Itu lho, Ndan, dapat salam dari tai kebo di jalan!"

Danang dan Adhit yang mendengar kalimat itu langsung melotot. Batin mereka sama, "Gila, ini orang berani sekali sama atasannya?"

"Tai kebo, cinta tidak memandang fisik itu omong kosong! Percuma dong ada Natasha, Elsheskin, Ertos, Erha, SK II dan lain sebagainya. Percuma mereka berdiri dan mengeluarkan berbagai produk skincare! Cantik dan tidak toh tetap mempengaruhi ketertarikan. Munafik kalau bilang cinta tidak memandang fisik. Orang yang pertama terpikat itu mata, dan yang dilihat mata itu fisik luarnya, bukan hati. Nggak mungkin kan mata langsung nembus ke dalam dada? Ah, Tai kebo lah, Ndan!"

Dua orang di hadapannya masih sama-sama tercengang. Bukan karena kalimat Anjar tentang cinta tidak memandang fisik, lebih ke kata-kata kotornya yang keluar di hadapan Dantonnya.

"Bilang gitu lagi, saya muntahin nih, Ndan! Kalau cowok tidak memandang fisik, skincare nggak laku!"

"Ya, ya," Adhit sampai terbata. "Ya tapi kan definisi cantik itu luas."

"Ya, tapi ketertarikan pertama itu karena apa? Cantik wajah! Sudah deh, Ndan. Laki-laki di manapun sama. Yang dilihat cantiknya dulu."

"Kamu juga dong?" sambar Danang.

"Iya! Jujur aku, kenyataan sederhana aja, kalau ada orang minta follback aku lihat dulu foto profilnya, kalau cantik aku follback kalau kelihatan dekil ngga aku follback. Aku jahat dan suka body shaming tapi aku jujur!"

AsmaralokaWhere stories live. Discover now