Extra Part 4

8.3K 592 106
                                    

"Uti, uti, uti," seru Narasi dan adiknya, Devan yang turun dari mobil dan langsung berlari memeluk Mama Agni. Pelukan rindu yang teramat sangat, sangat, sangat menggebu.

Pagi menjelang siang, saat arunika berubah menjadi terik jahat, sinar ultraviolet-nya merusak kulit, polusi yang semakin merusak bumi, dan semuanya yang menimbulkan penyakit selalu datang di siang bolong.

Sudah dijanjikan jauh-jauh hari, jauh-jauh Minggu dan jauh-jauh bulan, bahwa semua keluarga harus mengambil cuti mulai hari ini hingga satu Minggu ke depan. Terkhusus untuk keluarga Mama Agni. Satu tahun sekali setidaknya mereka semua harus berkumpul menjadi satu, sekedar mengunjungi perpustakaan Mama Agni dan tentu, anak-anak tidak pernah bosan mendengarkan Mama Agni mendongeng tentang apa pun.

"Uti, Lama dan Naya belum datang?" tanya Narasi dengan lidahnya yang tidak dapat bergetar ketika menyebut huruf R.

Devan? Dia sudah ada dalam gendongan Mama Agni, dengan pelukan erat seolah tak mau lepas.

"Dik Devan, Uti capek dong, Sayang," tegur Sena mengangkat koper bersama Yudha. Selalu, selalu banyak membawa barang-barangnya.

Mama menggeleng pada Sena. "Tidak masalah, Dik Devan rindu sama Uti ya?"

Wajah Mama Agni yang kian hari kian menua, bawah matanya semakin mengendor, tangannya semakin terlihat kurus, tetapi sungguh hatinya teramat bahagia. Mengapa? Mungkin ia berpikir seperti Habibie, bahwa semakin tua dirinya, maka akan semakin dekat dengan suami tercintanya.

Devan mengangguk kencang.

"Hallo, Nalasi yang nggak bisa Rrrrrrr," sapa Vidya selalu menggoda Narasi dengan hal yang sama, entah melalui video call atau pertemuan secara langsung.

"Ishhh, aku bukan temanmu, Tante!" Menjulurkan lidahnya. Gadis kecil berusia 6 tahun lebih itu memang pandai mengejek Vidya.

"Ishhh, jangan Tante lah! Kakak!"

"Tidak mau!" Lalu berlari ke dalam menyambangi dua anak Obes, Merry dan Albert. "Kaakkkk!" suara yang selalu menggelegar.

"Narasi, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!" tegur Obes dengan wajah garangnya, selalu membuat Narasi ciut nyali.

"Maaf, Pakdhe. Wa'alaikumsalam walahmatullahi wabalakatuh!" Lalu berlari ke kamar Merry, mengetuk pintu lalu berganti ke kamar Albert dan mengetuk pintunya juga.

Mohon untuk dimaafkan anak kecil yang baru masuk kelas satu SD itu sungguh tidak bisa mengucap huruf R. Tetapi hatinya tahu betul mengucap salam yang benar.

Obes menggeleng dengan tingkah ponakannya itu, selalu begitu.

"Do you want to build a snowman?" pekik Narasi kembali mengetuk dua pintu yang bersebelahan.

Istri Obes yang membawa bertoples-toples makanan menggeleng. "Sejak kapan di Indonesia ada salju, Narasi?"

"Emm, bial kaya di film Flozen aja, Budhe. He he he. Tuk tuk tuk, Kak Melly, Kak Albelt. Do you want..."

"Narasi, kau berisik sekali," tegur Merry keluar dari kamarnya. Disusul Albert yang yang mencubit pipi Narasi gemas.

"Kau selalu melakukan hal yang sama setiap tahun, kakak bosan lah!" protes Albert.

Narasi hanya nyengir saja.

"Kaaakkk!" Dua bocah kembar yang berlarian masuk menggunakan baju senada namun saling sikut, menghampiri Narasi, Merry, dan Albert.

"Uhhh aku nggak tahu lagi apa besok gendang telingaku baik-baik saja. Budhe, THT yang di Apotek Jaten itu masih buka kan?" seloroh Vidya mengikuti langkah Mama Agni masuk ke dalam rumah. Diikuti Sena-Yudha, Adhit dan Ayara.

AsmaralokaWhere stories live. Discover now