55. Kesehatan Jantung

3.7K 534 192
                                    

Pagi-pagi sekali, Ayara sudah mengirimkan alamat di mana mereka akan bertemu, di salah satu resto tak jauh dari Yonif 400/BR, kurang lebih lima belas menit dengan kemacetan yang mengular. Biasa, jauh itu kalau butuh waktu 8 jam, itu pun dengan kondisi jalanan yang lengang.

Agaknya, pagi ini terasa cukup aneh. Bagaimana mungkin, perempuan yang digodanya di Entikong memintanya bertemu, hanya untuk memberikan undangan? Bahkan membawa tunangannya, serta cerita bahwa Adhit pernah menggodanya dengan pernyataan akan menikungnya.

"Mas Adhit, pakai seragam PDH, ya?" pinta Ayara melalui panggilan suara.

"Ngapain, Ay? Aku sudah sampai gerbang Asrama, lagi pula aku sedang cuti. Malas sekali pakai seragam untuk urusan pribadi," protes Adhit di depan gerbang Asrama Yonif 400.

"Ishhh, pacarku pakai seragam lah, Mas!"

"Pacarmu kurang kerjaan, kah? Ini urusan pribadi, hanya menyerahkan undangan, Ay."

Ayara terkekeh. "Iya, Mas. Aku juga nggak tahu, tapi Mas Adhit pakai seragam dong, masa kalah sama pacar aku."

"Lagi pula memang sudah kalah." Adhit malas masuk dan berganti pakaian.

"Pokoknya Mas Adhit harus ganti!" Dan Ayara langsung mematikan teleponnya.

Dengan helaan napasnya berulang kali, Adhit akhirnya mau menuruti Ayara. Harus sedikit menggosok agar tidak nampak jelas lipatannya. Terlalu lama di dalam ranselnya.

"Ketemu siapa pakai seragam?" tanya Mama Agni menggendong Narasi dengan sebotol asi yang hampir habis.

"Teman, Ma."

"Ketemu teman pakai seragam, mau pamer?"

"Enggak, tapi disuruh pakai seragam. Mana kutahu, alasannya apa, Ma. Ngikut saja," jelas Adhit.

Ia lantas bergegas dengan kecepatan penuh, menyelip semampunya. Dia tidak mau terlambat, nanti dianggapnya Adhit ini tidak disiplin. Sama-sama tentara kan, meskipun kalah sedikit, paling tidak, tidak kalah dalam hal kedisiplinan.

Sampai di resto yang dimaksud, Adhit sempat menunggu sekitar 6 menit. Tidak memesan lebih dulu karena karyawannya saja belum cukup siap. Kenyataannya ini terlalu pagi untuk sebuah pertemuan.

"Mas," sapa Ayara menggandeng seseorang bertubuh tinggi, kekar, mengenakan seragam dinas dengan pangkat, Kapten.

Gila, batin Adhit dengan nyali ciutnya serta canggung yang mulai terasa. Namun dia tetap melakukan hormat untuk menyapa.

Rasanya pantas jika Ayara mengatakan kekasihnya lebih tampan dari Adhit. Garis wajah yang tegas, senyum yang pastinya mengalihkan dunia, tubuh tegap dan tinggi yang pas. Terlebih, perempuan mana pun akan tergila-gila dengan seragamnya.

"Maaf ya? Terlambat satu menit," katanya duduk di depan Adhit dengan wajah angkuh.

"Siap!"

"Bisa tidak formal?"

Ayara menahan tawanya di antara Adhit dan kekasihnya.

"Izin, maaf tapi anda dan saya sedang berpakaian dinas. Mata dan otak saya tidak mungkin berpaling dari pangkat anda," jelas Adhit begitu sopan.

"Ah, ini urusan pribadi."

"Maaf, sekali lagi tapi..."

"Jangan kaku," tegasnya membuat Adhit mengangguk-angguk dan mengatakan siap. "Nama saya Kapten Czi Bagus Alengga." Menjulurkan tangan berototnya.

"Saya, Adhitakarya Nagara Bhakti," tersenyum tipis, menyambut uluran tangan Bagus.

"Jadi kamu yang mau menikung pacar saya?"

AsmaralokaWhere stories live. Discover now