12

17.1K 4.3K 1K
                                    

"Aula?"

Dongpyo mengernyit, tak paham maksud perkataan Eunsang. Kok dia bisa bareng Eunsang? Dia bolos sekolah dengan alasan sakit perut.

Eunsang merubah posisi berbaringnya menjadi duduk. Dongpyo dengan sigap membantu temannya itu.

"Gue nemu kertas, isinya bakal ada yang terjadi di aula. Gue gak tau apa, tapi firasat gue buruk soal itu."

Dongpyo mengulum bibirnya, dia gelisah. "Menurut lo, apa yang bakal terjadi?" Tanyanya.

"Mati, bakal ada yang mati."

Tuh kan, dugaan Dongpyo benar. Kalau sudah berhubungan dengan kertas penuh bercak darah tersebut, pasti ada kaitannya dengan nyawa seseorang.

Tapi, yang dimaksud Eunsang siapa?

"Sang, lo tau sesuatu gak? Minimal ciri-cirinya, biar gue dapet petunjuk terus gue kasih tau yang lain."

Eunsang mengetuk-ngetuk dagunya sembari berpikir keras, kemudian mengacak-acak rambutnya, mengetuk dagunya, lalu mengacak-acak lagi rambutnya, begitu seterusnya.

Dongpyo yang gemas melihatnya langsung menyentil kening Eunsang hingga membuat temannya itu mengaduh dengan kencang.

"Lo bikin gue emosi sumpah," desis Dongpyo kesal.

"Ya maaf, mungkin efek kepala kejedot lantai waktu itu," balas Eunsang sambil cemberut.

Dongpyo mendengus lalu berdiri dari duduknya. Eunsang yang melihatnya mengerutkan keningnya bingung.

"Lo mau pulang? Cepet amat."

Dongpyo menggeleng sambil menggendong tasnya. "Gue mau ke sekolah bentar, ada urusan. Gue pergi dulu ya, Eunsang."

Eunsang tambah bingung, Dongpyo kenapa kelihatan buru-buru begitu ya?

"Dongpyo!"

Yang dipanggil menoleh dengan raut wajah yang terlihat mengatakan 'apa'.

"Emangnya lo mau ngapain?"

"Gue mau ke aula."

Setelah itu Dongpyo tersenyum lebar, saking lebarnya Eunsang takut kalau bibirnya akan robek.

"Oh ya," Dongpyo yang sudah keluar ruangan masuk kembali. "Gue mau ngasih saran."

"Apa?"

"Pintunya gue kunci aja ya, takut ada yang masuk."





































Dengan bodohnya Eunsang setuju, tanpa berpikir dari mana Dongpyo mendapatkan kuncinya.















































Lagi-lagi, Junho harus dihadapkan dengan Yohan. Si atlet taekwondo yang memiliki segudang bakat, dengan wajah bak malaikatnya. Tapi tidak bagi Junho, Yohan menyembunyikan watak aslinya dibalik senyuman manis yang selalu dia tunjukan.

"Lo kenapa diem aja? Apa perlu gue paksa lo buat ngomong?"

Junho mendesis, sedikit terpancing emosi karena Yohan mendorong bahunya.

"Ayo dong, lo mau gue hajar disini? Mumpung sepi nih."

Untuk yang kesekian kalinya, Junho menyentakkan tangan Yohan yang memegang pundaknya dengan kasar.

"Lo mau apa lagi? Gak cukup gue pura-pura bego di depan Dongpyo?"

"Aduh, galak banget sih," kata Yohan dengan gaya seolah-olah ketakutan.

Namun tak lama kemudian, raut wajah Yohan berubah dingin. Tanpa aba-aba, dia mendorong Junho ke tembok di belakangnya.

"Lo seharusnya ngaku kalo lo emang bobol laboratorium waktu itu," ucap Yohan sambil mencengkram kerah baju Junho.

"Buat apa gue mengakui apa yang gak gue lakuin?"

"Karena gue gak mau posisi gue direbut sama lo, anak miskin."

Junho tersentak. Hatinya bagai tertusuk pisau, perkataan Yohan begitu menusuk. Perih rasanya dan Yohan tak peduli.

"Yang bayarin sekolah lo itu keluarganya Eunsang, lo numpang tinggal di rumah Eunsang, lo naik motor ke sekolah juga pemberian keluarnya Eunsang. Lo pikir gue gak tau?"

Junho tak menyangka Yohan tahu semuanya. Memang benar dia bukan berasal dari keluarga yang berada. Tapi, dia juga termasuk anggota keluarnya Eunsang. Karena dia diadopsi oleh ayah dan ibunya Eunsang.

"Sekarang, gue minta lo tuang oli di depan pintu kelasnya Sihoon. Sebentar lagi dia bangun dan pulang. Gue gak mau lo ngebantah perintah gue, ya."

Junho diam. Yohan pikir Junho tidak mau menuruti perkataannya. Namun melihat pandangan Junho yang mengarah ke arah belakang dirinya, dia berbalik badan.

Di ujung koridor, ada seseorang berjalan terseok-seok sambil berpegangan pada dinding. Tangan kirinya menyangga badan dan tangan kanannya memegang perutnya.

Keduanya terkejut melihat darah yang mengalir membasahi seragam orang itu.

"To-tolong saya."

Setelah itu, tubuhnya ambruk ke lantai, kehilangan kesadarannya.




































Dari arah lain, seseorang datang dan menolong orang itu. Dia merangkulkan tangannya dan memapahnya.

Sejenak dia menatap Junho dan Yohan yang hanya diam tanpa berniat menolong.

"Kenapa kalian diem aja ngeliat kondisi Donghyun, huh?"

Hwang Yunseong, berdiri tegak dengan Donghyun yang tak sadarkan diri di papahannya.

"Lebih baik kalian tolongin Hyungjun yang mau dibunuh di aula."

"Terus kenapa lo gak nolongin dia?" Tanya Junho dengan lantang.

Yunseong tersenyum miring.

"Gue lebih milih Donghyun yang selamat dibandingkan Hyungjun, apa itu salah?"























































"Dohyun, keluar dari badan Kak Yunseong sekarang," perintah Wonjin yang entah sejak kapan berdiri menatap mereka.




|2| Laboratorium | Produce X 101 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang