28

14.9K 4.1K 1.2K
                                    

"Hai Donghyun!"

Donghyun yang sedang menatap tempat dimana mayat Seobin ditemukan terlonjak kaget.

Kepalanya menoleh dengan kaku ke arah pohon besar yang berada tak jauh darinya.

"Tempat gue meninggal jangan diliatin lama-lama, nanti kalo lo pingsan gak ada yang bawa lo pulang."

Donghyun menganga tak percaya. Seobin jadi hantu penunggu pohon, gitu? Gimana ya, habisnya Seobin gelantungan di pohon sambil ketawa sendiri.

"Kok lo bisa meninggal? Siapa yang bunuh lo?" Tanya Donghyun sambil berjalan mendekat.

"Gue kan niatnya mau nolong Minkyu, eh taunya ada yang nembak dari belakang. Mati deh," jawab Seobin sambil cengengesan.

"Tapi lo tau kan siapa yang nembak lo? Terus Kak Minkyu kemana?"

"Gue gak tau lah, gue kan hadap depan, bukan ke belakang. Gue juga gak tau Minkyu kemana, pokoknya yang gue inget, sebelum meninggal gue liat dia lari."

"Terus kok lo bisa gentayangan disini?"

"Gue kan mau nemenin temen baru gue. Ya gak, Kak Midam?" Tanya Seobin pada Midam yang sedang main batu di pinggir sungai.

"Pokoknya daerah sini itu wilayah gue! Lo cuma numpang!" Tuding Midam dengan marah.

Donghyun bergidik ngeri, Midam serem banget kalau marah.

"Eh, ternyata kemarin nambah empat korban lagi," kata Seobin membuka topik.

"Eh? Yang bener?!"

"Iya, korbannya itu Junho, Dongpyo, dan sahabat gue, Sihoon." Wajah Seobin langsung berubah murung.

"Berarti yang di kertas itu-"

"Acak, korban selanjutnya itu gak berdasarkan urutan. Si pelaku ngerubah rencananya. Dan malam ini, gue gak tau bakal ada yang selamat atau enggak."

Firasat Donghyun langsung buruk. Apa yang diucapkan Seobin tidak sesuai dengan mimpinya, kan? Ah, semoga saja tidak benar.

"Lo tau gue orang yang selalu ceria dan bobrok parah, kan? Gue pengen ngehibur orang dengan tingkah laku gue lagi, tapi kan gue udah meninggal," curhat Seobin yang mendadak mellow.

"Lo hibur aja Kak Midam, dari yang gue liat dia kesepian dan butuh temen. Semoga lo bisa jadi temen yang baik buat dia ya, Kak Seobin."

Senyum Seobin langsung merekah, dia mengangguk-anggukan kepalanya dengan senang. Donghyun terkekeh pelan karenanya.

Namun, raut wajah Seobin berubah drastis. Senyumannya mendadak sirna, digantikan dengan raut wajah terkejutnya.

Donghyun yang sadar akan hal itu langsung bingung. "Kak Seobin, lo kenapa?"

"DONGHYUN, AWAS DI BELAKANG LO!"

Belum sempat Donghyun berbalik, kepalanya lebih dulu dipukul oleh benda keras. Sebelum akhirnya kegelapan menyelimutinya.
























"Makasih Seobin, coba aja Donghyun gak lo ajak ngobrol, pasti dia bakal sadar."

Setelah itu, orang yang memukul Donghyun hingga pingsan tersebut membawanya pergi ke suatu tempat.

Meninggalkan Seobin yang mengepalkan kedua tangannya marah, beserta Midam yang terkejut melihat semuanya.

























































Minhee mengerjapkan matanya pelan. Tangannya sontak memegang kepalanya ketika rasa sakit dan pening menyerangnya.

Pelan-pelan dia memandangi sekelilingnya. Bau obat dan ruangan serba putih dan hening membuatnya  tahu dimana dirinya berada.

Dia mendongak untuk melihat pukul berapa sekarang. Setelah itu, dia meraih segelas air putih di atas nakas dan meminumnya.

"Kemaren gue kenapa, ya? Kok gue bisa ada disini?" Tanyanya kebingungan setelah menghabiskan minumnya.

Minhee memegang kepalanya ketika sekelebat memori terlintas di benaknya. Awalnya buram, tapi semakin lama semakin jelas.

Lalu dia menghembuskan nafas lega. "Untung gue gak mati, syukurlah."

Namun, satu hal tiba-tiba muncul di benaknya. Minhee bingung, siapa yang menabraknya semalam? Apa mungkin pelaku yang asli?

Kalau begitu, berarti benar apa kata Wonjin, Dongbin bekerja sama dengan si pelaku. Karena kemarin saja Dongbin tidak menolongnya.

"Tapi, gue koma sehari doang, lucu banget."

Entah kenapa dia tertawa. Sampai-sampai tak sengaja menekan tombol on di remote televisi. Keren kan ada televisi di rumah sakit.

Televisi di dekat kursi pun menyala menayangkan berita terbaru. Awalnya Minhee kaget karena televisinya tiba-tiba menyala sendiri dan berniat untuk mematikannya.

Tapi, setelah dia membaca dan mendengar apa isi berita tersebut, remote di genggamannya terjatuh ke lantai.

"Selamat siang, saat ini saya berada di lokasi kejadian, dimana sebuah truk menabrak sebuah mobil sedan berwarna hitam di dekat Kantor Polisi MTS. Diduga supir truk kehilangan kendali dan menabrak mobil sedan berplat nomor XXX hingga hangus terbakar. Sampai saat ini-"

"Ga-gak mungkin," lirih Minhee tak percaya. "Kenapa harus begini?"

Dia jelas tahu siapa pemilik mobil tersebut. Pemilik mobil tersebut adalah orang yang dia yakini dapat membantu menyelesaikan masalahnya.

Tapi, kenapa harus secepat ini Tuhan mengambil nyawanya?

"Kenapa?" Minhee menundukkan kepalanya.










































"Kenapa korban selanjutnya harus Kak Mogu?"

|2| Laboratorium | Produce X 101 ✓Where stories live. Discover now