30

14.8K 4K 1.2K
                                    

"Kak Yunseong, maafin gue."

Donghyun menangis, namun mulutnya tak henti-hentinya meminta maaf pada Yunseong, yang duduk dalam kondisi terikat beberapa centi meter di depannya.

Namun, pemuda tersebut hanya diam, dengan luka lebam di area wajahnya, serta darah di sudut bibirnya.

"Kak, gue minta maaf. Gue gak tau apa-apa tentang semua ini, gue bersumpah gue gak tau."

Yunseong tetap diam. Mulutnya terkunci rapat, tak ingin berbicara sepatah katapun. Dia marah.

Dia marah karena Donghyun hampir membunuhnya. Walaupun dipaksa, kenapa Donghyun mau mengikuti perintah mereka yang menjadi pelakunya.

"Lagipula gue gak jadi bunuh lo, kan? Gue gak mungkin bunuh temen gue sendiri," lirih Donghyun, dengan sorot mata penuh harap agar Yunseong memaafkannya.

Tetap tak ada jawaban. Yunseong tetap dalam pendiriannya, tak berbicara sedikit pun. Dia membuang muka dengan rahang mengeras, menahan emosi yang akan membludak.

Donghyun menundukkan kepalanya. Dia memang salah. Dia terlalu bodoh untuk mencerna situasi yang ada. Seharusnya dia memilih kabur.

"Gue khawatir sama Minhee. Dia pasti nyariin gue."

Donghyun mendongak. Yunseong menghela nafas, lalu menatap lurus manik Donghyun yang terlihat senang karena dirinya merespon.

"Kenapa Dohyun minjem badan gue? Kenapa dia bawa gue kesini?"

"Mungkin lo orang yang tepat untuk nyelesaiin semuanya."

Yunseong menggelengkan kepala. "Bukan gue, tapi kita, kita yang tersisa. Gue, lo, Wonjin, dan Minhee."

Untuk yang kesekian kalinya, Donghyun menunduk. Kenapa hanya mereka yang tersisa? Bahkan dia tidak yakin dia dapat bertahan sampai besok.






BRAK!






Suara bantingan pintu yang terbuka membuat mereka terlonjak kaget dari duduknya.

"Woi, lepasin gue!"

Yunseong dan Donghyun terbelalak kaget melihat siapa yang dibawa masuk ke dalam secara paksa.

Ham Wonjin.

"Berisik amat sih, tinggal diem apa susahnya, sih?"

Wonjin terus memberontak, berusaha untuk melepaskan diri dan kabur dari sana.

Namun tenaga kedua orang yang memegangnya membuatnya tak bisa. Alhasil dia dipaksa duduk di salah satu kursi.

"Jadi, lo mau mati duluan atau nunggu giliran, nih?"

Wonjin menatap bengis kedua laki-laki yang barusan membawanya. Setelah itu, dia langsung berdiri untuk kabur. Namun sayang, dia berhasil ditahan, membuatnya kembali duduk.

"Gue gak nyangka lo gabung sama mereka, Bin," ucap Wonjin penuh amarah.

"Hehe, lo nya aja yang gampang ditipu." Dongbin terkekeh lalu menyikut lengan Hyunbin yang diam dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Iya, Hyunbin termasuk pelakunya. Setelah berakting seolah-olah dia berpihak pada Wonjin. Selain itu, tentu saja dia berbohong pada semua orang, termasuk Seobin dan Sihoon yang mengira kalau Hyunbin itu orang yang baik.

Tapi ternyata, dia berpihak pada si pelaku.

"Ternyata bener dugaan gue. Lo memalsukan kematian lo gara-gara ini? Lo mau bunuh gue gara-gara lo kalah saing sama gue?" Tanya Wonjin dengan berani.

"Gimana ya, sebenernya gue gak mempermasalahkan itu lagi. Yang terpenting, hasrat ingin membunuh dari diri gue bisa terpenuhi," jawab Dongbin disertai kekehan yang membuat Wonjin kesal setengah mati.

"Udah lah, kita nunggu di luar aja," ajak Hyunbin. "Males gue liat muka mereka."

Dongbin mengangguk setuju. "Tapi, iket dia dulu, biar gak kabur. Hehe."

Wonjin langsung memberontak dan berusaha lari ketika Dongbin dan Hyunbin mengingkat badannya dengan tali.

Namun sayang, keduanya lebih kuat dan berhasil mengikat badannya dengan sempurna.

"See you later, Ham Wonjin."





BRAK!





Setelah pintu ditutup, keadaan menjadi hening.

Yunseong diam seribu bahasa, mulutnya terlalu kaku untuk bicara. Begitu juga dengan Donghyun yang berada di depannya dengan kepala tertunduk.

"Lo kenapa ada disini, Hyun?" Tanya Wonjin sambil terkekeh sarkas.























"Katanya lo mau bunuh Kak Yunseong, kok gak jadi? Ohh, lo gak jadi bunuh Kak Yunseong karena lo suka sama dia, kan?"












































"Minkyu, lo gila hah!" Minhee berseru marah ketika Minkyu hendak memukul Hangyul.

Hangyul yang menjadi sasarannya refleks menghindar karena kaget. Yang pasti, hal itu membuat Minkyu marah.

"Kenapa lo bela dia?! Dia pelakunya, bodoh!" Bentak Minkyu marah.

"Apa-apaan lo! Jangan nuduh sembarangan kalo gak ada bukti!" Balas Hangyul tak terima.

Minkyu menurunkan balok kayunya lalu mendecih. "Bukti apa lagi? Yang nabrak Minhee itu lo!"

Minhee terbelalak dan langsung menatap Hangyul. Yang ditatap menggelengkan kepalanya tanda kalau yang dikatakan Minkyu salah.

"Minhee, lo percaya sama dia? Dia menghilang beberapa hari dan tiba-tiba muncul terus nuduh gue."

"Heh, emangnya gue gak tau lo bunuh tukang nasi goreng malam itu?"

Minhee langsung pusing. Pelaku yang sebenarnya siapa? Kenapa jadi saling menuduh satu sama lain begini?

Namun, entah apa yang merasukinya, Minhee berjalan mundur diam-diam. Bukan tanpa sebab dia memundurkan langkah. Tapi karena dirinya mendapat sinyal bahaya disana.

"Lo mau kemana?" Tanya Hangyul yang rupanya menyadarinya.

"Kalian berdua sekongkol, kan?" Minhee menyipitkan matanya curiga. "Kalian akting di depan gue, kan?"

Hangyul dan Minkyu saling melempar pandang, membuat Minhee semakin menjaga jarak dengan mereka.

"Jadi bener, ya?" Desis Minhee sambil terus melangkah mundur, seraya mengambil ancang-ancang untuk kabur.

Tiba-tiba, Hangyul dan Minkyu tertawa lepas. Hangyul mengeluarkan pisau dari saku celananya, dan Minkyu membuang balok kayunya lalu ikut mengeluarkan pisau dari balik jaketnya.

































"Kyu, bunuh sekarang aja, yuk."

|2| Laboratorium | Produce X 101 ✓Where stories live. Discover now