26

15.1K 3.9K 1.7K
                                    

Siang ini, Junho mengajak Dongpyo ke kafe sesuai dengan janjinya kemarin. Tak peduli dengan Dongpyo yang terus bertanya alasan membawanya kesana.

"Siang Kak Jinhyuk, maaf ya gue telat. Temen gue susah banget buat diajak," sapa Junho pada Jinhyuk yang sedang asik berkutat dengan ponselnya.

Menyadari kedatangan Junho, Jinhyuk tersenyum lalu mengangguk. "Santai aja, ayo duduk dulu."

Setelah Junho dan Dongpyo duduk, Jinhyuk meletakkan ponselnya di atas meja lalu berdeham pelan.

"Jadi, apa yang mau lo omongin?"

Junho menghela nafasnya, kemudian menatap Dongpyo. "Pyo, jujur sama gue, kenapa bisa ada pistol di dalam tas lo?" Tanyanya to the point.

"Hah? Pistol? Emang iya?" Dongpyo melongo kaget.

"Dongpyo, please jujur sama gue, buat apa lo bawa pistol ke sekolah?"

Dongpyo mencebikkan bibirnya kesal. "Heh, lo jangan nuduh gue sembarangan, ya. Gue gak pernah bawa pistol ke sekolah," balasnya.

"Tapi lo yakin?" Tanya Jinhyuk menyahut. "Dari yang gue lihat, lo bohong. Jujur sama gue atau gue bakal bawa lo ke kantor polisi."

Dongpyo membulatkan matanya, begitu juga dengan Junho.

"Kak Jinhyuk, gue gak minta lo-"

"Sstt, lo diem dulu, ya. Dongpyo, lo bawa pistol ke sekolah karena disuruh orang, kan?"

"Maaf ya, kak. Gue bukan Hyungjun yang suka bawa pistol ke sekolah setiap hari."

"Hah? Serius lo?" Tanya Junho tak percaya.

"Lo gak pernah tau karena lo gak pernah liat isi tasnya. Waktu itu gue mau minjem buku biologinya, pas gue buka tasnya gue liat ada pistol disana,' jelas Dongpyo.

"Dari sorot mata lo, masih ada yang lo sembunyiin, gue harap lo jujur sekarang." Jinhyuk mengaduk-ngaduk kopinya sambil tersenyum miring.

"Ck, iya-iya. Gue yang bunuh Eunsang, puas?"

"P-Pyo, ke-kenapa lo tega? Kenapa lo lakuin itu?" Tanya Junho tak percaya.

"Gue benci sama Eunsang, jadi gak salah dong kalo gue nyekik dia pas lagi tidur," balas Dongpyo santai.

"Son Dongpyo! Apa yang lo lakuin itu salah! Gue gak nyangka, ternyata dibalik sifat polos lo itu lo punya sisi psikopat," bentak Junho emosi.

"Ya terus kenapa? Ini hidup gue, suka-suka gue."

Jinhyuk yang menyadari akan terjadi baku hantam disana dengan cepat melerai.

"Udah, mending lo berdua minum dulu. Gue udah pesenin vanilla latte, gue juga yang bayar. Eh tapi-"

Junho mendengus sebal lalu meneguk vanilla lattenya hingga habis tak bersisa. Begitu juga dengan Dongpyo, bedanya Dongpyo tidak menghabiskannya.

"Pyo, gue minta lo ngaku kalo lo juga bunuh yang lain," pinta Junho penuh penekanan.

"Gue berani bersumpah, gue cuma bunuh Eunsang, kalo yang lain gue gak tau," jawab Dongpyo kesal sendiri.

Junho hendak bertanya lagi, namun mendadak dia merasakan tenggorokannya menjadi panas. Dia memegang lehernya yang semakin lama semakin terasa mencekik dirinya.

Dongpyo terkejut melihat wajah Junho yang langsung memerah. "Junho, lo kenapa?!" Tanyanya panik.

"K-k... hhh..."

Junho tak mampu mengeluarkan suaranya, tenggorokannya benar-benar panas.

Dongpyo semakin panik. Tapi apa yang terjadi, tiba-tiba dia terbatuk-batuk. Dia dengan segera menutup mulutnya.

Namun batuknya semakin keras, kemudian badannya langsung kejang-kejang dengan mulut berbusa.

Setelah itu, dia ambruk ke lantai, disusul oleh Junho. Dia menatap Jinhyuk marah, sebelum matanya tertutup sempurna.

Pada akhirnya, deru nafas keduanya menghilang, disertai jantung yang berhenti berdetak.

"Lagian sih gak mau dengerin gue ngomong, padahal gue mau bilang kalo di minumannya ada racunnya," kata Jinhyuk sambil tersenyum puas.

Kemudian, dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Setelah tersambung dan diangkat, dia terkekeh.

"Gue udah lakuin apa yang lo minta. Sekarang, mana bayaran gue?"

"Bayaran? Ngapain gue buang-buang duit gue buat bayar lo."

Jinhyuk terbelalak. "Lo udah janji mau bayar gue setelah gue bunuh mereka ya, bangsat," desisnya marah.

"Gue tarik omongan gue. Lagipula, buat apa gue bayar lo kalo lo sendiri bakal mati hari ini juga."

"H-hah? Maksud lo apa? Lo nipu-"

Belum sempat Jinhyuk selesai bicara, tiba-tiba dia merasakan tubuhnya terpental keluar kafe disertai pecahan kaca yang berhamburan ke trotoar jalan.

Iya, kafe tersebut meledak, dan langsung menewaskan Jinhyuk saat itu juga.























































Hari ini, Donghyun tidak seceria sebelumnya. Kaki jenjangnya terus berjalan menyusuri jalan komplek perumahannya.

Matanya bergerak gelisah mengawasi sekitarnya. Walaupun dia memakai kacamata hitam dan masker untuk menutupi wajahnya, tidak menutup kemungkinan kalau akan ada yang mengenalinya.

"Kenapa gue harus jadi buronan, sih?" Gumamnya sebal. "Lagian gue bodoh banget, ngapain coba gue nyuri uang di bank."

Donghyun mendengus kesal ketika menyadari tindakan bodohnya. Dia melakukan itu karena terpaksa untuk membayar biaya rumah sakit.

Tapi dia tidak menyesal. Setidaknya dia berhasil menyelamatkan nyawa anak kecil yang memiliki riwayat penyakit kanker stadium tiga.

"Kasian anak kecil itu, gue bersyukur gue hidup dalam kondisi sehat."

Donghyun tersenyum mengingat wajah sumringah anak kecil tersebut ketika tahu kalau Donghyun sudah menolongnya.

"Gue jadi pengen punya anak dah. Eh apaan sih?! Lo masih sekolah bego. Eh, gue ngomong apa sih?!"

Dia langsung menampar pipinya sendiri. Lalu dia meringis sakit.

"Otak gue lama-lama eror nih, mending gue ke rumah Kak Yunseong aja deh."

Dia mempercepat langkahnya karena tidak sabar ingin bertemu dengan Yunseong. Selain itu, dia juga berusaha agar tidak terlihat oleh si pelaku pembunuhan.

"Gue baru tau di daerah sini ada sungai," katanya sembari memandangi arus sungai yang tidak terlalu deras.

Tak lama kemudian, hidungnya mencium sesuatu yang langsung membuatnya terkejut.

Bau anyir darah.

"Ini ada yang bocor disini atau gimana, sih?" Gerutunya kesal sendiri.

Donghyun berjalan maju dengan pandangan yang terus mengarah ke sungai.

Saat sedang asik-asiknya menatap sungai, dia refleks berhenti ketika melihat sesuatu di pinggir sungai.

Tapi kok kayak badan orang, ya?

"Waduh, gue harus tolongin nih."

Donghyun dengan segera berlari menghampiri seseorang di pinggir sungai tersebut.

Namun apa yang terjadi, dirinya langsung memundurkan langkahnya dengan tangan yang menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang dia lihat.

Apa yang dia lihat benar-benar tidak sesuai dugaannya.

Mayat Seobin, dengan luka tusuk dimana-mana. Disertai tangan kanannya yang hilang.






























Jadi, pelakunya siapa nih? :)

|2| Laboratorium | Produce X 101 ✓Where stories live. Discover now