32

14.2K 3.8K 1.3K
                                    

"Gak, gak bisa begini! Wonjin!"

Yunseong langsung menangkap badan Wonjin yang tumbang ke belakang. Dia panik melihat kaus putih Wonjin berubah menjadi merah karena luka tembak di dadanya.

"S-sakit..."

"Jin, lo tahan ya, gue janji bakal bawa lo ke rumah sakit. Gue mohon jangan kehilangan kesadaran lo," bisik Yunseong sambil mengusap surai cokelat Wonjin yang berada di pangkuannya.

Donghyun yang berada di luar dilanda kebingungan, pikirannya berkecamuk. Dia lebih baik masuk ke dalam dan membantu Yunseong atau pergi dan meminta bantuan?

"Andaikan kalian gak coba untuk kabur, Wonjin gak bakal mati secepat ini," kata Dongbin yang berhasil masuk dengan tawa puasnya.

"Gue gak bakal maafin lo," desis Yunseong penuh amarah.

"Yah, gimana ya, salah sendiri kalian gak cepet-cepet kabur."

Benar juga sih, seharusnya mereka buru-buru kabur tanpa memikirkan siapa yang keluar lebih dulu.

Namun nasi sudah menjadi bubur, kejadian tadi tidak bisa diulang. Yunseong menyesal.

"Hyunbin, lo beneran berpihak sama dia?" Tanya Donghyun lirih.

"Kalo iya kenapa?" Balas Hyunbin tanpa beban.

Donghyun mengepalkan tangannya erat. Dia sudah mengambil keputusan, yang diyakini adalah benar.

"Kak Yunseong, gue harap lo selamat." Begitu katanya sebelum berlari pergi dari sana, membuat Yunseong terbelalak tak percaya.

"Haha, ternyata dia milih buat kabur sendirian. Egois banget, ya," ucap Dongbin sok dramatis.

Hyunbin melirik Dongbin, yang dibalas dengan tatapan bingung.

"Kenapa lo?"

Hyunbin menggeleng membalasnya. Namun, apa yang dia lakukan setelahnya membuat Dongbin terkejut.

Tiba-tiba, tanpa aba-aba Hyunbin mendorong Dongbin ke tembok dan menahannya disana.

"Kak Yunseong, bawa Kak Wonjin ke rumah sakit sekarang. Cepetan!"

Yunseong gelagapan dan langsung mengangguk. Buru-buru dia memindahkan Wonjin ke punggungnya, dan menggendongnya.

"Sialan lo, Kim Hyunbin!"

"Buruan, Kak Yunseong!"

Yunseong menatap Hyunbin yang sibuk menahan Dongbin yang hendak menembak dirinya dengan pistol. Sebelum akhirnya berlari keluar dengan langkah lebar.

"Jin, please tahan sebentar lagi," bisiknya pada Wonjin yang semakin lemas.

Langkah lebarnya terus membawanya menuju gerbang sekolah yang mulai terlihat. Senyumnya langsung merekah setelah melihatnya.



DOR!



"ARGH!"

Satu tembakan yang mengenai pundaknya berhasil membuatnya oleng dan jatuh tersungkur ke lantai.

Yunseong mengerang kesakitan sembari memegang pundaknya yang mengeluarkan darah.

Dia terus merintih sambil menatap Wonjin yang terbaring tak sadarkan diri tak jauh di depannya.

"Gimana, sakit gak?"

Sepasang sepatu berhenti di depannya. Yunseong mendongak, kemudian membulatkan matanya terkejut setelah melihat siapa yang ada di depannya.

"M-Minkyu?!"

Minkyu terkekeh sambil mengusap pistolnya dengan puas. "Berguna juga gue nguri pistol punya ayah gue."

Tanpa rasa kasihan sedikitpun, Minkyu menginjak pundak Yunseong, membuatnya berteriak kesakitan.

"Ini untuk apa yang lo lakuin ke gue dulu."

"ARGH!"

"Ini untuk apa yang orang tua lo perbuat ke keluarga gue!"

"Minkyu, gue mohon-ARGH!"

"Rasa sakit ini gak sebanding sama apa yang keluarga lo lakuin dulu!"

Minkyu menggenggam pistolnya erat. Rasa bencinya semakin ketara. Ah, dia jadi tidak sabar untuk menembakkan satu pelurunya ke Yunseong.

"Kayaknya Wonjin udah mati, deh. Tuh, gak nafas lagi."

Yunseong menggeleng. "Gak mungkin, Wonjin gak bakal nyerah secepat itu!"

"Lo buta atau gimana? Lo liat sendiri, dia udah gak nafas, dia kehabisan banyak darah."

Minkyu tertawa puas, puas akan apa yang temannya lakukan. Si target utama, kini terbaring tak bernyawa.

Dulu, Wonjin boleh gagal terbunuh. Tapi malam ini, dengan mata kepalanya sendiri, Minkyu melihat Wonjin terbaring kaku tanpa nafas.

"Hyungjun, maafin gue," batin Yunseong penuh rasa bersalah dengan kepala tertunduk dalam.

"Hmm, udah mati beneran nih orang," gumam Minkyu sambil menendang-nendang badan Wonjin.

"Kim Minkyu!"

Minkyu menyeringai. "Kak Yunseong, lo mau nyusul dia sekarang?"

Hening. Yang ditanya tidak menjawab. Hal itu membuat Minkyu senang.

"Oke, itu mau lo. Selamat jalan, Kak Yunseong."











































































Donghyun terus belari, berlari menyusuri jalan yang sepi. Kaki jenjangnya tak berhenti untuk sekedar beristirahat, nyawanya lebih penting.

Dia terus mencari bantuan dari orang-orang. Tapi apa, tidak ada yang lewat disana.

Sampai akhirnya, dia melihat seseorang sedang celingak-celinguk kebingungan di kejauhan.

Donghyun tersenyum cerah. Dengan segera dia berlari menghampiri orang itu untuk meminta bantuan.

"Kak Hangyul!"

Yang dipanggil langsung menoleh. Melihat kedatangan Donghyun, senyuman miring terukir di sudut bibirnya.

Tapi buru-buru dia menunjukkan wajah terkejutnya ketika Donghyun sampai di depannya.

"Donghyun, lo kenapa?"

"Kak Hangyul, ayo ke sekolah. Tolongin Kak Yunseong sama Kak Wonjin, mereka dalam bahaya."

Hangyul semakin terkejut. "Oh ya? Kenapa?"

Dengan nafas tersengal-sengal Donghyun menjawab, "ternyata Dongbin sama Hyunbin pelakunya. Gue yakin Minkyu bakal dateng kesana, lo harus tolongin mereka."

"Tapi Hyun, lo yakin minta bantuan ke gue?"

Donghyun mengangguk mantap. "Yakin lah! Dari awal gue yakin lo bukan pelakunya. Ayo kesana sekarang!"

"Tapi, gue mau ngomong satu hal sama lo."

"Apa?"

"Ternyata Minhee masih hidup, dia salah satu pelakunya."

"Serius?!"

Hangyul mengangguk, berusaha meyakinkan. "Iya, soalnya tadi gue ketemu dia. Terus gue mau dibunuh, untungnya gue berhasil lari."

Setelah itu, Hangyul menunjukkan lengannya. Dimana terdapat luka yang cukup panjang yang masih mengeluarkan darah.

Donghyun bergidik melihatnya.

"Ayo buruan, mereka butuh bantuan kita," ajak Donghyun sambil menarik tangan Hangyul untuk ikut bersamanya.

"Donghyun, Donghyun, polos banget sih. Kan jadi gampang buat bunuh lo."

Hangyul diam-diam tersenyum lebar, sambil mengeluarkan pisau yang dia sembunyikan.

|2| Laboratorium | Produce X 101 ✓Where stories live. Discover now