13

16.8K 4.4K 1.6K
                                    

Hyungjun mengerjapkan matanya pelan. Cahaya yang menyilaukan mata membuatnya refleks menutup mata kembali.

Pelan-pelan dia bangun dan memandangi sekitarnya dengan bingung.

Di sekitarnya banyak sekali orang dan polisi. Dia seketika mengernyit bingung, seingatnya dia mau dibunuh sama orang bertopeng kemarin sore.

Tapi, kenapa sekarang dia dalam kondisi yang baik-baik saja?

Namun setelah melihat tubuh kaku yang terbaring tak jauh di depannya, dia tersenyum sendu.

"Jadi, gue udah mati nih?"















































"Minggir! Gue mau liat jenazah adik gue!"

Dari sisi lain aula, Wonjin meraung-raung dengan Junho dan Hyunbin yang menahannya.

Sebenarnya sejak dia menemukan mayat Hyungjun tadi malam, Wonjin tidak meninggalkannya barang sedetik pun.

Loh, bukannya Hyungjun dibunuhnya sore hari? Memang iya, tapi jasadnya disembunyikan sebelum akhirnya dia 'buang' ke aula di malam hari.

Polisi memerintahkan Wonjin untuk menjauhi lokasi kejadian karena dianggap mengganggu pekerjaan mereka.

Tapi selain itu, ada satu hal yang membuat Wonjin marah. Mereka memilih memeriksa lokasi kejadian terlebih dahulu daripada membawa mayat Hyungjun ke rumah sakit.

"Wonjin, lo bisa gak sih tenang dulu. Hyungjun udah mati!" Bentak Hyunbin, Moon Hyunbin, karena geram.

Wonjin menoleh dengan tatapan tajamnya, kemudian mendorong Hyunbin dengan kasar.

"Kebencian udah membutakan akal sehat lo. Jadi, jangan harap gue maafin lo karena udah bunuh Hyungjun kemarin sore."

Tanpa basa-basi lagi, Wonjin menarik tangan Junho untuk ikut dengannya, meninggalkan Hyunbin yang terdiam kaku di tempat, tak tahu harus berkata apa.

"Ck, lo cari mati, ya," decak Hyunbin dengan kedua tangan terkepal.





















































"Lo sendiri yang cari mati, Moon Hyunbin. Seharusnya gue yang bunuh Hyungjun, bukan lo. Jadi, selamat tinggal."

















DOR!









"KYAAAA!

Teriakan histeris langsung menggema, murid-murid di sana panik dan langsung berlari menjauh, mereka ketakutan.

Polisi disana sontak menangkat senjata mereka untuk berwaspada sambil berjalan ke arah tubuh seseorang yang tergeletak tak bernyawa dengan lubang kecil di pelipisnya.

Junho membeku di tempat, kedua matanya terbelalak tak percaya. Moon Hyunbin, orang yang membunuh Hyungjun, sudah tidak bernyawa dalam sekejap.

"Wo-Wonjin," Junho mencengkram erat pundak Wonjin yang diam membisu di tempat. "Ke-kenapa dia bisa meninggal setelah gue denger ucapan seseorang tadi?"

Wonjin memicingkan matanya dengan pandangan yang mengarah ke seluruh penjuru aula.

Namun, dia malah melihat Dohyun yang terkikik sambil melayang. Tapi, setelah itu Dohyun menunjuk ke suatu arah.

Wonjin langsung menoleh kesana, begitu juga dengan Junho yang penasaran kenapa Wonjin tiba-tiba bertindak aneh.

Tapi apa yang mereka lihat, mereka melihat seseorang berdiri dengan wajah datar sedang menatap mereka.

"Jadi, Kim Dongbin udah balik? Dia mau mancing keributan lagi apa gimana?" Gumam Wonjin dengan sorot mata penuh arti.




























































"Hai Dongyun, ngegosip bareng gue, yuk," ajak Dongpyo pada Kim Dongyun yang sedang serius membaca buku.

"Maaf ya, Pyo, gue gak suka ngegosip," balas Dongyun dengan senyum kikuknya lalu lanjut membaca buku.

Dongpyo langsung cemberut. "Yah, padahal gue mau ngomongin kakel yang baru aja meninggal."

Seolah seperti magnet, Dongyun dengan cepat beralih menatap Dongpyo. Melihat itu, Dongpyo tersenyum senang.

"Tuh kan tertarik juga. Jadi, ada kakak kelas namanya Moon Hyunbin, dia meninggal di aula karena ada yang nembak dia. Pelakunya gak tau siapa, dia gak ninggalin jejak sama sekali."

"Terus yang temen sekelas kita namanya siapa? Dia meninggal juga, kan?"

"Namanya Song Hyungjun, tapi gue gak peduli sih, gue juga agak benci sama dia."

"Hah, kenapa? Gue liat kalian deket banget."

Dongpyo mendengus. "Deket sih iya, tapi gue gak suka sama dia. Denger-denger sih, dia punya jiwa psikopat di dalam dirinya. Tapi dia sembunyiin itu dibalik muka sok polosnya itu. Cih, pembunuh kok sekolah."

Dongyun semakin bingung. "Tapi, kok lo deketin dia terus? Seharusnya lo takut dong?"

"Takut sih iya, tapi kan dia lumayan famous tuh disini, jadi ya mau gimana lagi." Dongpyo mengedikkan bahunya acuh.

Lengang. Tidak ada yang bersuara setelah itu. Dongpyo sibuk dengan ponselnya, Dongyun sibuk dengan pikirannya.

Hingga pada akhirnya, Dongyun berdiri dari duduknya.

"Lo mau kemana?" Tanya Dongpyo.

"Gue mau ke laboratorium," jawab Dongyun.

"Mau ngapain?"

"Gua mau minta penjelasan ke Dohyun, gue yakin dia tau sesuatu."

Dongpyo mengangguk-angguk, membiarkan Dongyun pergi. Tapi sesaat kemudian, dia menyadari sesuatu.

"Dongyun anak indigo? Wah, gak bisa dibiarin nih."









































































"Kak Sihoon, gue minta lo jangan pulang sore hari ini. Lo bakal kecelakaan, ditabrak mobil dan meninggal."

"Hah?"

"Ikutin omongannya aja, soalnya yang dia omongin selalu bener."

Sihoon menatap dua orang di depannya dengan kesal.

"Kalian mau gue meninggal apa gimana?" Tanyanya sinis.

"Bukan, dia indigo, yang bisa lihat masa depan ketika dia bersentuhan dengan orang yang dimaksud."

Sihoon terdiam.

"Gue mohon sama lo, jangan pulang sore, kak. Pelakunya pingin kita semua mati. Apalagi korban utamanya itu gue."













"Lo yakin soal itu, Ham Wonjin?"

































"Gue yakin seratus persen, Kak Sihoon."









Setelah berpikir panjang, Wonjin memutuskan untuk mencegah si pelaku membunuh teman-temannya, walaupun dia dianggap aneh oleh mereka.

|2| Laboratorium | Produce X 101 ✓Where stories live. Discover now