PERPISAHAN

191 27 0
                                    

Luna tidak fokus dengan pelajaran yang di berikan oleh gurunya. Padahal itu adalah pelajaran kesukaannya, kimia.
Setelah lama menunggu, bel sekolah berbunyi menandakan waktu istirahat.

Semua siswa berhamburan keluar menuju kantin.
Luna hanya terdiam di kelas bersama sahabatnya Karin. Dari luar terlihat teman Luna yang lain Doni, Daniel dan Andita.

"Lho lho kok mata lo sembab gitu Lun? Lo kenapa?"
Tanya Andita kaget melihat mata sembab Luna.

Daniel terkejut melihat wajah sedih Luna, sedari dulu Luna tidak pernah menampakkan wajah sedihnya itu.

"Dedek Luna gue kenapa nangis?"
Tanya Daniel khawatir kepada Luna.

"Jadi gini, gue mau bilang sama kalian semua, jadi mulai besok gue udah pindah ke Jakarta".
Jelas Luna sambil terisak menatap sahabatnya satu persatu.

"Lho, kok mendadak sih abang Doni gak mau pisah sama dedek Luna"
Protes Doni.

"Dengerin ya abang Doni ku yang comel, dedek Luna juga gak mau pisah sama kalian semua, tapi dedek Luna harus ikut mamih"
Jelas Luna.

Andita terdiam, mengadahkan kepalanya ke atas agar air matanya tidak mengalir. Andita sangat anti dengan air mata. Tapi mendengar penjelasan Luna membuat hatinya seketika kecewa.

"Lo kalo mau nangis, nangis aja Dita"
Sindir Karin melihat Andita yang mengalihkan pandangannya ke arah yang lain.

"Sok tau lo"
Kata Dita membela diri, semua terlarut dalam kesedihan.

"Dek Luna kalo udah di Jakarta jangan lupain abang Daniel yang ganteng ini ya"

"Iya abang Daniel, gak bakal"
Senyum Luna mengembang. Dia cukup bahagia, masih banyak yang menyayanginya.

"Ntar sore kita makan-makan ya, gue yang traktir deh, itung-itung buat perpisahan kita, ya ya ya"
Kata Luna penuh harap.

"Kalo gratis mah, gue oke oke aja sih"
Ucap Andita antusias.
Semua temannya mengangguk menyetujui permintaan Luna.

                ***

Sepulang sekolah Luna langsung disuruh untuk packing, karena mereka akan berangkat subuh nanti.
Selesai membereskan baju-bajunya, Luna merebahkan tubuhnya di kasur.

Tidak sengaja Luna melihat sebuah foto di samping kopernya, Luna mengambil foto tersebut dan mengerutkan keningnya.
Luna merasa tidak asing dengan foto itu.

Luna mengingat kapan dan siapa orang disampingnya, foto itu menunjukkan Luna waktu kecil.

"Ini kan foto gue sama Raffi,si Raffi apa kabar ya?"
Luna berbicara sendiri.

Karena terlalu lelah Luna langsung tertidur di kasurnya
Luna bangun dan langsung mandi untuk pergi makan bersama sahabatnya.

Luna sampai di kafe yang mereka janjikan, semua sahabatnya sudah menunggu Luna.

"Gue kirain kagak jadi Lun,gue udah laper tau gak"
Protes Dita karena sudah menunggu Luna cukup lama.

"Hehe sorry Dit, gue tadi ketiduran, yaudah kalian pesen aja"
Kata Luna sambik memainkan ponsel nya.

Mereka pun berbincang-bincang biasa, terkadang terdengar tawa keluar dari mulut mereka.

"Huuft,gak nyangka kita bakal pisah Lun, mamih lo ada-ada aja sih, pakai acara pindah segala".
Protes Daniel tidak terina perpindahan Luna.

"Yah, namanya bisnis, mamih mana bisa ninggalin, gue sebagai anak harus nurut sama orang tua"
Jelas Luna.

Teman-temannya hanya mengangguk paham. Hari terakhir yang begitu mengesankan bagi Luna.

Setelah acara makan-makan selesai, mereka segera pulang ke rumah masing-masing.

Luna pulang naik Taxi,melewati kota yang begitu nyaman menurut Luna, tapi harus segera ia tinggalkan.

"Assalamualaikum"
Ucap Luna memberi salam. Luna langsung masuk ke rumahnya dengan perasaan sedikit kecewa karena harus berpisah dengan sahabatnya secepat itu.

"Waalaikumsalam. Eh sayang udah pulang"
Riska baru saja keluar dari dapur dan melihat putrinya sudah pulang Riska lantas langsung keluar menemui putri semata wayangnya itu.

"Gimana acara makan-makannya tadi? Lancar? Kok kamu sedih sayang kenapa?
Tanya Riska melihat raut sedih putrinya.

"Lancar mih, gak apa-apa Luna cuman sedih aja harus pisah sama sahabat-sahabat Luna."
Kata Luna kepada Riska. Luna kembali menangis dan langsung memeluk maminya.

"Aduh sayang, maafin mamih ya, mamih terpaksa ngajak kamu pindah, ini demi perusahaan kita nak, nanti kan kalian masih bisa teleponan"
Jelas Riska sambil mengelus puncak kepala Luna.

Riska merasa sedikit bersalah kepada Luna. Selama di Bandung, Luna tidak pernah sesedih ini.

Dia seorang anak yang ceria, yang tak pernah lepas dari senyum manisnya.

"Iya mih, Luna ngerti kok, yaudah Luna ke kamar dulu besok kan kita udah berangkat"
Luna berjalan menuju kamarnya.

"Maafin mamih Luna"
Ucap Riska dengan pelan. Riska memang harus pindah demi bisnisnya.
Riska pun berjalan ke kamarnya untuk mengistirahatkan diri untuk perjalanan besok.

               ***
Jangan lupa di vote ya😊 hargai karya author

FRIENDZONE Area (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang