EZA

50 11 0
                                    

"Yuk naik"
Raffi menginstruksi Luna untuk naik   di atas motornya. Luna mengangguk dan mencari tempat ternyaman untuk duduk.

"Nih pake"
Raffi menyodorkan jaketnya kepada Luna.

"Buat apaan?"
Luna mengernyitkan dahi bingung.

"Gue gak mau, paha lo dilirik ama mata keranjang di jalan ntar"
Luna hanya mengangguk dan menerima jaket itu.

"Pegangan"
Luna hanya menurut malas berdebat dengan laki-laki itu.

Raffi mengajak Luna ke toko aksesoris yang ada di Mall.

"Ini bagus gak?"
Luna menatap Raffi tajam.

"Lo udah tiga kali nanya sama gue,gue kan udah bilang bagus"
Luna mendengus kesal.

Raffi terus mencari barang yang pas. Mata Raffi berhenti pada cincin mungil, cantik. Raffi teringat alat pelacak yang dia ciptakan. Raffi mengeluarkan alat sebesar kerikil tersebut dan meletakkannya di cincin itu, bisa di bilang seperti cincin berlian, bedanya Raffi meletakkan alat pelacak.

"Lun, gue beli yang ini aja deh"
Luna menoleh lalu detik berikutnya tersenyum melihat barang yang dipilih oleh Raffi.

"Bagus kok, yaudah yuk ke kasir"
Raffi mengangguk dan mengikuti Luna yg berada di depannya.

Setelah membayar, Luna dan Raffi memilih untuk mampir ke Cafe hanya untuk sekedar mengganjal perut.

"Lun"
Luna yang sedang termenung seketika terkesiap dan menatap Raffi.

"Apa?"
Raffi tidak menjawab. Detik berikutnya Raffi mengambil tangan Luna dan memasukkan cincin yang baru di belinya tadi ke jari Luna.

"Tunggu, tunggu. Maksud lo ngasih gue ini apa? Ini buat gue? Bukannya buat gebetan lo atau pacar lo gitu?"
Raffi tertawa.

"Yang bilang ini buat gebetan atau pacar gue siapa?"

"Iya juga sih, terus kok ini lo kasih ke gue? Dalam rangka apa? Gue gak lagi ulang tahun lho"
Tak dapat dipungkiri, rasanya Luna ingin melompat kegirangan, Luna merasa di spesialkan kali ini.

"Gak usah geer ya, gue kasih cincin itu sama lo karena kita udah lama sahabatan dan gue belum ngasih lo apa-apa, jadi anggep aja itu hadiah persahabatan dari gue"
Raffi tersenyum ke arah Luna. Sedangkan Luna, gadis itu berusaha menciptakan senyum palsu atas itu semua dan berusaha menahan sesak yang mengganjal di hatinya.

Hadiah persahabatan ya? Haha kok gue bego banget udah ngerasa kalo Raffi ngasih ini sebagai bukti kalo dia juga punya rasa sama gue, sumpah lo bego Luna_ batin Luna.

"Hmm, makasih ya Fi. Tapi gue belum ngasih lo apa-apa. Gimana dong?"
Luna mengerucutkan bibirnya.

"Halah, gampang itu mah. Dengan lo ada di hidup gue, itu udah lebih dari cukup bagi gue Lun"
Raffi mengacak rambut Luna.

"Luna?"
Raffi dan Luna refleks mendongak dan mendapati laki-laki yang sedang berdiri di samping meja mereka.

"Lo Luna kan?"
Tidak mendapat respon, laki-laki itu mengulang pertanyaan itu, lebih tepatnya pernyataan.

Luna tampak tidak asing dengan laki-laki tersebut.

"Kak Eza?"
Laki-laki tersebut tersenyum.

"Kakak ngapain disini? Duduk dulu kak"
Luna mempersilahkan Eza untuk duduk, sedangkan Raffi, laki-laki itu menatap Eza datar.

"Eh gak usah Lun, gue gak lama kok. Harusnya gue yang nanya, lo ngapain disini? Gue udah lama pindah ke Jakarta"

"Gue juga tinggal disini kak, oh iya gue lupa, terus kak Eza dari mana?

"Ohh, ada urusan bentar, gak sengaja lewat sini, terus gue liat lo, yaudah gue samperin"
Eza tertawa menampakkan deretan gigi putihnya. Luna hanya mengangguk.

"Oh iya kak, kenalin sahabat gue Raffi"
Luna mengkode Raffi untuk berkenalan dengan Eza.

"Raffi"
Raffi menyodorkan tangannya, lalu disambut oleh Eza.

"Eza"
Setelah itu Raffi kembali menyesap cappucino nya sambil menatap ke depan.

"Oh iya, ntar malem temenin gue yuk ke ulang tahun temen gue"

"Emm boleh sih, tapi ntar kakak izin ya sama bokap"

"Oke, yaudah gue duluan ya"
Luna dan Raffi mengangguk. Eza pun melangkah meninggalkan Raffi dan Luna.

Maafin gue Lun_ Batin Eza

"Dia siapa?"
Suara datar itu membuat Luna terkejut, kenapa situasinya menjadi dingin seperti ini.

"Dia kakak kelas gue waktu smp, orangnya baik kok. Gue kenal deket sama dia karena rumah kita juga hampir tetanggaan"
Raffi hanya mengangguk.

"Terus, yang dia ngajakin lo ke tempat ulang tahun temannya, lo mau ikut?"

"Kalo di bolehin sama mamih papih, gue sih meluncurr"
Luna tertawa,Raffi menatap Luna dingin membuat Luna terdiam.

"Lo kenapa sih,gitu banget liat gue"
Luna memanyunkan bibirnya.

"Gak usah pergi ntar malem"
Masih dengan suara datar.

"Emang kenapa? Terserah gue dong, orangnya baik kok"

"Gak usah Lun, perasaan gue gak enak"

"Cuman perasaan kan? Pelase deh gak usah kayak anak kecil gitu, berlebihan banget"
Luna mulai kesal.

"Gue gak berlebihan Lun, firasat gue gak enak, gak usah melawan deh"

"Tapi gue pengen pergi sama kak Eza, gue udah lama gak jalan sama dia"
Suara Luna naik satu oktaf.

"Gue bilang gak usah ya gak usah!"
Raffi mulai emosi, tapi berusaha untuk menahannya.

"Lo yang gak usah terlalu ngekang gue!! Terserah gue dong mau jalan sama siapa aja, toh kita cuman sahabatan Fi gak lebih!! Lo harus inget itu!"
Luna sudah tidak mampu menahan emosinya. Luna berjalan pergi meninggalkan Raffi sendirian yang masih terpaku akan ucapan Luna yang menohok.

"Huuuft, oke cuman sahabatan Fi. Lo harus catet, sahabatan gak lebih!"
Raffi bergumam sendiri.

                ***

FRIENDZONE Area (COMPLETED)Where stories live. Discover now