KETIDURAN

84 20 0
                                    

Raffi mengetuk bolpoin di meja belajarnya. Bosan. Luna masih saja tetap nyaman tertidur di kasurnya.
Sejenak, terlintas sebuah ide di otak Raffi.

1 detik
2 detik
3 detik

"Toloooong, kebakaarannn,kebakarann, woyy rumah gue kebakarr, ada cewek ketiduran di kamar guee, bantuiin, tolonng!!"
Raffi terkekeh mengerjai Luna.

"Haa? Kebakaran? Tolongg ada kebakaran, kebakaran, woyy tolong kebakaran, rumah Raffi kebakar, tolongin woyyy, bawa air kek, oii tolonggg"
Luna melompat dari kasur sambil berteriak dengan mata yang belum terbuka.

Luna terkejut mendengar suara tawa seseorang. Luna perlahan membuka matanya dan melihat Raffi yang sedang berguling-guling memegang perutnya sambil tertawa terbahak-bahak.

Luna paham. Dia habis dikerjai oleh Raffi.

"Udah kebakarannya? Ketawanya udah?"
Luna berkacak pinggang melihat Raffi yang masih tertawa puas.

"Hahaha aduh, sakit perut gue tau gak, sekali-sekali, gue lagi bosen makanya lo gue kerjain. Itung-itung mengasah kemampuan otak"
Raffi berkata dengan enteng. Tidak tau kah Raffi, jantung Luna seperti akan lepas saat mendengar ada kebakaran.

"Rese lu mah, ganggu aja"
Luna kembali merebahkan tubuhnya.

"Bangun dong, gue gak punya temen ngobrol Lun, bunda lagi pergi ke pasar. Mamih katanya mau kesini, tapi nunggu kerjaannya selesai dulu"
Raffi menarik narik tangan Luna untuk bangun dari tidurnya.

"Aa gak mau, bodo amat. Lu ajak aja Rino sama Raka kesini,gue capek"

"Gue maunya elo nyet"

"Lah gue gak mauuu, kok maksa!"

"Gue itung sampe tiga, kalo lo gak bangun gue siram pake air dingin"

Luna tidak merespon. Raffi diam-diam keluar mengambil segayung air.

Satu
Dua
Tiga

Karena tidak ada respon, Raffi terdiam cukup lama. Jika dia menyiram Luna pakai air, otomatis kasurnya akan basah. Raffi berfikir keras. Raffi ingat jika Luna sangat takut akan kecoa.

Raffi membongkar mainan lamanya dan menemukan mainan kecoa yang cukup besar.

1 detik
2 detik
3 detik

Raffi melempar kecoa ke arah Luna, Luna cukup kaget dan melihat apa yang barusan Raffi lempar.

"Huaaa kecoa,kecoa,kecoaaaaa. Huaaa gue takut, bantuin dong Raffii aaaa mamihhh, bundaaaa"
Luna melompat langsung memeluk Raffi. Raffi terkejut dengan aksi spontan Luna. Deg deg deg jantung Raffi berdetak lebih cepat dari biasanya.

Raffi sangat ingin membalas pelukan Luna. Tapi dia cukup sadar, hal itu tak pantas dia lakukan.

"Modus ih, cuman kecoa mainan juga"
Raffi melepaskan pelukan Luna.

"Ohh jadi ini kerjaan lo, lo tu rese ya, kemarin aja lo kayak es batu, eh sekarang malah kayak monyet"

Raffi mendekatkan wajahnya ke arah Luna. Luna sediiit gugup atas perlakuan Raffi kali ini.

"Lo bilang apa barusan?"
Raffi berkata sangat pelan.

"Lo..lo kayak monyet, lo budeg? Lo kayak monyet"

"Terus?"

"Ya terus?"

"Jadi?"

"Yang jelas anjir!"
Luna mendorong tubuh Raffi agar menjauh. Karena sudah kesal Luna hanya duduk di kursi samping meja belajar Raffi.

Luna mengalihkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar Raffi.
Luna terfokus pada sebuah kalimat di secarik kertas yang tertempel di meja belajar Raffi.

"Aku mencintaimu.  Tapi untuk memilikimu, aku sudah terlambat untuk itu"

*Raffi

Luna tersenyum.

"Seorang Raffi bucin juga ternyata"
Raffi melototkan matanya ke arah Luna dan buru-buru membuang kertas yang di baca Luna.

"Gak usah dibuang pak, udah gue baca kok"

"Gak sopan lo"

"Lah salah bapak, kenapa nempelinnya sembarangan, emang siapa pak?"

"Gak usah kepo"

"Gue gak kepo pak"

"Terus?"

"Gue kan cuman nanya"

"Nanya berarti lo kepo"

"Salah bapak, bapak sih gak tau makna kepo yang sebenernya"

"Emang apa?"

"Kepo itu artinya sayang"

"Oh berarti lo gak sayang sama gue?"

"Gak"

"Keluar lo dari kamar gue"

"Yee bapaknya baperan, bercanda atuh pak. Gue sayang kok sama lo, lo kan sahabat gue"

"Iya ya, kenapa lo gak bilang dari tadi"

"Lupa pak"

"Saya bukan bapakmu"

"Terus siapa dong?"

"Suamimu"

"Anjir suami. Hahaha"
Luna dan Raffi tertawa terbahak-bahak.
Linda yang mengintip dari pintu bersma Riska hanya tersenyum bahagia. Akhirnya dua bocah kecil itu bisa tertawa bersama lagi.

                ***
Luna akhirnya keluar kamar bersama Raffi menuju ruang tengah. Ternyata Riska sudah sampai dan sedang mengobrol dengan Linda.

"Lho mamih udah lama disini? Kok gak manggil Luna? Luna udah lama nunggu"

Linda mengedipkan sebelah matanya kepada Riska. Riska hanya tersenyum

"Mamih baru aja nyampe, mau pulang kan? Yuk"

"Yuk mih, bun Luna pulang dulu ya"
Luna menyalami Riska. Lalu berjalan untuk pulang, tapi di cegat oleh Raffi.

"Lo gak pamit ama suami?, dosa lho"
Raffi menyodorkan tangannya di depan Luna, berharap Luna akan menyambutnya.

"Emang kita udah nikah?"

"Oh ngajak nikah? Ayo"

"Eee nih anak ngebet nikah kayaknya"

"Kan lo yang ngajak"

"Gue kan cuman bercanda, lagian ya kalo gue nikah, pastinya sama Angga bukan sama lo"

Damn!
Sesuatu yang perih menghantam hati Raffi. Itu terlalu sakit baginya. Kalimat itu begitu menyayat hati.

"Yaudah sono pulang lu"

"Yee ngusir nih?"

"Lah katanya mau pulang"

"Iya iya"

Riska hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Luna dan Raffi. Sedangkan Linda terkekeh.

Luna pun melaju meninggalkan perkarangan rumah Raffi. Raffi bergegas menaiki tangga menuju kamarnya.

Ingin sekali Raffi menjambak rambutnya habis. Dia tidak habis pikir akan sedalam ini mencintai Luna. Dia pun tidak tahu kapan perasaan itu mulai, yang jelas Raffi sudah jatuh terlalu dalam.

               ***

FRIENDZONE Area (COMPLETED)Where stories live. Discover now