SEMBUH

68 13 0
                                    

Sudah dua bulan lebih Luna menetap di rumah sakit. Tidak dapat dipungkiri, gadis itu merasa sangat bosan dan terus merengek untuk pulang.

"Mih, pengen pulang. Bosan tau gak diem disini terus-terusan"
Luna menarik-narik tangan Riska.

"Iya sayang, sabar ya. Nanti mamih tanyain sama dokter"
Riska membelai kepala Luna. Luna hanya mengangguk. Tidak lama kemudian, Elang masuk ke ruangan Luna bersama dokter di belakangnya.

"Sayang, kamu besok udah boleh pulang"
Elang tersenyum kepada putrinya.

"Gak mau besok. Luna pengennya sekarang pih"
Luna kembali merengek.

"Gak boleh. Kamu harus nurutin apa kata dokter nak"
Elang membelai rambut Luna. Luna hanya mengangguk.

"Mih, lebih baik sekarang mamih beres-beres barang Luna, jadi besok gak terlalu repot"
Riska mengangguk. Elang pamit untuk mengurus administrasi rumah sakit.

"Pengen pulang, pengen pulang, pengen pulang, na na na pengen pulangg!"
Luna bersenandung.

Ceklek!
Pintu terbuka dan menampakkan seorang laki-laki dengan senyum yang mengembang.

"Apa kabar lu?"
Dimas duduk di samping Luna.

"Baik, lo darimana aja sih kak? Adiknya lagi sakit-sakitan di rumah sakit, eh lo malah gak nongol-nongol"
Luna menatap Dimas kesal.

"Maaf ya, gue sibuk ngurusin Rasya, tuh cewek udah kakak jeblosin ke penjara hahahahah"
Dimas tertawa terbahak-bahak.
Luna menatap Dimas datar.

Sedetik kemudian.

"Hahahah mampuss tu anak, gak sia-sia gue punya abang kayak lu, bangga gue kak"
Luna menepuk pundak Dimas. Yang ditepuk menatap adiknya datar.

"Gak usah megang-megang, tangan lu najis"
Luna langsung menatap Dimas tajam. Dimas hanya tertawa senang.

"Eh kak, gendongin gue dong bawa gue kabur ke rumah. Gue pengen pulangg"
Luna merengek.

"Enak aja. Nunggu sehari aja gak sanggup"
Dimas menoyor kening Luna.

"Aws, sakit tau"
Luna memegang jidatnya.

"Lebay"
Luna menatap Dimas tajam.

                ***
"Huaaa akhirnya gue sampe juga di rumah, bahagiaanya"
Luna berteriak kencang.

"Iya-iya gak usah teriak gitu kali dek, yuk masuk"
Luna mengangguk dan mengikuti Dimas.

"Huaa sofaa gue rindu sama loo"
Luna berlari dan melompat memeluk sofa di ruang tamu.

"Kamar gue, kasur gue, guling gue aaaa Luna rindu ama kaliann"
Luna berlari masuk ke kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya.

"Hadeh, lega rasanya"
Karena terlalu lelah, Luna pangsung tertidur.

Luna pun terbangun dan langsung menuju ke kamar mandi. Setelah selesai mandi dan berganti baju, Luna berjalan ke arah pintu untuk bergabung di ruang tamu.

"Duaaarr!!"
Raffi mengagetkan Luna.

"Anjir lu ngagetin gue! Bisa jantungan gue kalo kayak gini terus"
Luna mengumpat.

"Hehe lo kaget ya sama kegantengan gue?"
Raffi merapikan rambutnya.

"Hidih, ganteng darimana sih? Jelek kok bangga"
Luna medorong Raffi.

"Wehh mentang-mentang udah sembuh, udah berani ngelawan suami lu?"
Raffi menatap Luna intens.

"Hehe jangan bawa-bawa soal rumah tangga dong bang, malu sama yang lagi baca"
Luna nyengir dengan cengiran khasnya.

"Halah, biasanya juga lo malu-maluin"

"Eh jadi orang jangan jujur amat kenapa sih?"

"Eh kok lu yang sewot?"

"Suka-suka gue dong"
Luna melipat tangan.

"Oh situ ngelawan?"

"Udah tau kok nanya"
Luna memeletkan lidahnya ke arah Raffi. Tanpa aba-aba Raffi langsung menggendong Luna layaknya karung beras.

"Woy anjir Raffi, turunin guee!!. Papiih, mamih Luna di culik ama preman pensiun"

"Eh gue masih muda ya"
Raffi menggendong Luna ke ruang tamu dan disambut dengan tawa oleh Riska dan Elang.

"Heh lo pikir gue karung beras apa? Main gendong anak orang aja"

"Gue juga berat tau gendong lo"

"Wee siapa suruh gendong gue?"

"Siapa suruh situ ngelawan?"
Riska dan Elang hanya menggelengkan kepala melihat tingkah mereka berdua.

"Sudah, sudah kok malah berantem sih"
Riska melerai keduanya.

"Oh iya mih, Raffi kesini pengen ngasih kue buatan bunda untuk mamih"
Raffi menyodorkan plastik berisi kue tersebut.

"Makasihh Bintanngg"

"Eh ni kue buat mamih, bukan buat lo"

"Yaa tapi kan, nanti juga gue yang makan"

"Gak boleh, udah mih habisin aja sama papih ntar di ambil sama Luna"
Raffi memaksa Riska untuk memakannya.

"Lo pelit banget ya jadi cowok"

"Terserah gue dong, hidup gue juga kok situ yang ngatur?"

"Gue kan istri lo?"

"Yaudah"

"Yaudah apaan?"
Luna sedikit berteriak.

"Eh lu yang sopan jadi anak, gak boleh teriak gitu. Pengen cerai bilang dong dari dulu, kita cerai"
Raffi menatap Luna lekat.

"Hehe sorry bang bercanda. Iya gak bakal teriak lagi, tapi gak mau cerai bang"

"Kalo gak mau cerai lo harus diem"

"Oke Luna diem"
Luna pun menutup mulutnya rapat-rapat.

"Mih,pih Raffi pulang duluan ya, soalnya disuruh nganterin bunda ke rumah tante Lisa"

"Iya nak, hati-hati di jalan ya"
Elang tersenyum ke arah Raffi.

"Luna, kamu anterin Raffi sampai ke depan ya"
Luna hanya mengangguk.

Saat akan kembali masuk, Raffi mencekal tangan Luna.

"Gak pamit lo sama suami?"
Luna hanya menggeleng.

"Ngomong kek, gue gak paham kode-kodean"
Luna kembali mengangguk.

"Ngomong dong Nona Gabriellaaa"
Luna hanya tersenyum.

"Gue itung sampe tiga, kalo lo gak mau ngomong gue cerain lu"

"Laaa tadi katanya kalo gue ngomong gue di cerain, sekarang gue diem malah pengen dicerain juga, maunya gimana? Serba salah kan gue jadinya"
Luna menggerutu. Raffi hanya tertawa mendengar ocehan gadis itu.

"Hhaha, maaf ya tadi bercanda kok"
Raffi mengacak rambut Luna.

"Jadi benernya gimana?"

"Terserah deh mau gimana, asal lo seneng gue juga seneng"

"Gue senengnya kita cerai"
Luna tersenyum sinis. Raffi menatap Luna tajam.

"Bercanda atuh bang, yaudah pulang gih,ntar bunda nyariin lo"
Luna mendorong bahu Raffi.

"Iya, selamat malam Luna"

"Malam kembali Bintang"
Raffi tersenyum

                 ***

FRIENDZONE Area (COMPLETED)Where stories live. Discover now