HILANG

58 14 0
                                    

Raffi menunduk dan sedikit menghapus air matanya. Sedikit banyaknya dugaan Rino benar. Itu adalah sepatu Luna, dan ditemukan di pinggir sungai.

"Lho bos kenapa nangis? Bos mau ni sepatu? Nih bos ambil aja Raka ikhlas kok"
Raka menyodorkan sepatu itu kepada Raffi. Rino menatap Raka tajam, Raka menautkan sebelah alisnya seolah bertanya "apa".

"Gak, ambil aja"
Raffi tersenyum. Tidak lama kemudian Elang sampai bersama sejumlah polisi.

"Pak tadi kita nemuin jepit rambut disini"
Rino memberikan jepit rambut dan menunjukkan tempat penemuannya.

"Ada lagi?"
Polisi itu menatao Rino.

"Ada pak, kami nemuin sepatu di pinggir sungai dan sepatu ini milik  Luna"
Rino mengambil sepatu itu dari tangan Raka dan memberikannya kepada polisi.

"Pak Elang, dugaan sementara kami putri bapak dibuang ke sungai atau dia terjatuh ke sungai. Tapi kami akan mencoba mencari anak bapak sampai ketemu"
Polisi itu meyakinkan Elang. Elang mengangguk sedih dan mengajak Raffi dan temannya untuk pulang.

"Gimana mas? Luna mana?"
Pertanyaan itu langsung di lontarkan oleh Riska. Saat ini Riska ditemani oleh Linda.

Elang menggeleng pelan. Riska menunduk menahan tangis.

"Dugaan polisi, Luna di buang ke sungai menurut bukti yang ada"
Elang memeluk Riska. Tangis Riska pecah, baru beberapa hari keluarganya utuh dan sekarang putrinya hilang.

Elang menelpon Dimas dan memberitahu kabar buruk itu. Dimas sekarang ada di Bandung karena ada urusan di sana. Mendengar kabar itu, Dimas langsung bergegas untuk pulang ke Jakarta.

"Sabar ya Ris, Luna pasti ditemukan kok"
Linda menenangkan Riska. Linda juga ikut menangis. Elang mencoba menelpon Luna tapi nomornya tidak aktif.

"Kamu dimana nak?"
Batin Elang. Dia sangat khawatir saat ini.
  
                ***
Sudah tiga hari Luna menghilang dari pandangan semua orang. Saat ini Luna masih berada di gubuk kakek yang menolongnya dan Luna sudah sadar.

"Nama kamu siapa?"
Nenek itu bertanya.

"Luna, aku dimana nek?"
Luna menatap nenek itu.

"Kamu sekarang lagi di gubuk nenek, panggil saja nenek Ani dan ini kakek Fajri"
Nenek dan kakek itu tersenyum.

"Iya nek. Nenek bisa gak anterin aku pulang?"

"Bisa, cuman nenek belum punya uang untuk nganterin kamu ke kota"

"Terus gimana? Aku pengen pulang"
Mata Luna berkaca-kaca.

"Gini nak, hari ini kami panen hasil sayuran dan akan di jual. Tapi uangnya tidak bisa di ambil hari ini, tapi besok. Gak apa-apa kan kamu nunggu sehari?"
Kakek Fajri menjelaskan panjang lebar. Luna hanya mengangguk dan tersenyum.

"Yaudah, Luna bantuin panen ya?"

"Gak usah nak, kamu masih sakit. Kamu belum sembuh"
Cegah nenek Ani.

"Bisa kok nek"
Luna mencoba berdiri. Kakinya masih bergetar tak kuat untuk berdiri.

"Tuh kan, udah kamu disini aja ya. Sayurannya juga ada di depan gubuk"
Nenek Ani dan suaminya berjalan keluar.

                 ***
Sudah tiga hari Elang mencari Luna. Bahkan polisi sudah menyerah untuk mencarinya. Banyak yang beranggapan jika Luna sudah meninggal.

"Luna kamu dimana?"
Elang menangis di pinggir sungai. Karena sudah lelah, Elang memilih untuk kembali ke rumah sakit. Ya, Riska di bawa ke rumah sakit karena shock Luna belum ditemukan.

Raffi duduk di basecamp ditemani Raka dan Rino.

"Udah bos, jangan sedih terus dong. Kita doain semoga Luna cepet di temukan".

Raffi hanya mengangguk. Ini sangat menyakitkan bagi Raffi harus kehilangan Luna.

                 ***
Esoknya Luna, kakek dan nenek Ani berjalan keluar gubuk untuk mengambil uang sekalian mengantar Luna ke kota. Gubuk kakek Fajri terletak sangat jauh dari perumahan yang lain. Mereka berada di desa yang sangat terpencil, dan Luna tidak tahu tempatnya.

Kakek Fajri memberhentikan angkot yang melintas dan menuju Jakarta. Butuh waktu 2 jam untuk sampai di kota.

Setelah sampai Luna mengajak Kakek dan istrinya ke arah rumahnya. Perjalanan mereka cukup lambat. Karena kakek Fajri dan istrinya harus membantu Luna berjalan dengan tertatih.

Pukul menunjukkan 19:12, Raffi dan keluarganya sedang berkumpul di rumah Luna. Menunggu kabar dari polisi. Hari ini hari terakhir polisi mencari Luna.

Suara ketukan pintu membuat semuanya terbangun dari lamunan. Raffi berdiri dan berjalan membuka pintu.

"Lunaaa!"
Raffi berteriak cukup kencang dan membuat seisi rumah keluar. Raffi langsung memeluk Luna.

"Sakit bego".
Luna melepas pelukannya dan tersenyum. Riska langsung memeluk putrinya itu. Meski baru sembuh Riska sudah bisa bersemangat saat ini.

"Kamu dari mana aja nak?"
Elang menangis. Linda pun memeluk Luna setelah Riska.

"Iya sayang, bunda khawatir. Semua khawatir sama kamu"
Linda mengecup kening Luna. Elang mengajak mereka semua masuk ke dalam rumah.

Luna menceritakan semuanya secara jelas.

"Jadi kakek dan istrinya yang nyelamatin kamu?"
Dimas bertanya sambil menatap Kakek Fajri. Luna mengangguk.

"Terima kasih kek. Sebagai ucapan terima kasih saya, saya akan membelikan rumah untuk kalian berdua"

"Gak perlu nak, kami ikhlas"
Nenek Ani tersenyum.

"Jangan di tolak nek, putri saya sangat berarti buat saya"
Elang tetap memaksa kakek Fajri dan nenek Ani menerimanya. Akhirnya mereka mengangguk.

"Soal biaya makan atau apa, saya akan memberikan uang bulanan. Dan saya akan menggaji pembantu, jadi kakek dan nenek tidak susah payah berkerja"
Elang tersenyum. Kakek Fajri hanya bisa tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Elang.

Setelah berbicang cukup lama, keluarga Raffi langsung pulang. Kakek Fajri dan istrinya disuruh tinggal sementara dirumah mereka sampai Elang membeli rumah untuk mereka.
     
                ***

FRIENDZONE Area (COMPLETED)Where stories live. Discover now