15. - Tentang Luka

49.3K 4.5K 1.4K
                                    

Hai hai, siapa yg udah nunggu A.M dkk?
Mohon maaf baru up nih karena seharian ini padet jadwal😭😭ini aja ngetiknya ampe ngebut jadi maaf ya klo ada typo😁

Jangan lupa follow Wattpad hana buat kalian yg bwlum follow untuk info cerita" hana nantinya😊

Selamat membaca, jadilah pembaca bijak yg menghargai karya penulisnya🤗 Vote, komen dan bantu share ceritanya ya❤❤❤

.
.

☃☃☃

Alvarel memasuki kamar Maura dan mendapati gadis itu tengah berdiri di balkon kamar memandang hamparan laut yang tersuguhkan di depannya. Pria itu melangkah menghampiri Maura mengusap kepala sang adik lembut membuat si empunya pun menoleh menatapnya dengan mata sembab sehabis menangis.

Setelah di beritahu oleh Adara perihal keadaan Maura, pria itu langsung menghentikan pertemuannya dengan klien dan kembali ke hotel. Adara tak memberitahu siapa pelaku yang sudah membuat adiknya itu menangis, Adara hanya mengatakan jika Maura hanya mengalami stress karena terus teringat dengan masa lalunya dan itu semakin membuat Alvarel merasa bersalah karena sudah mengajaknya kemari dan membuatnya depresi.

"Belum tidur?" tanya Alvarel, Maura menggeleng pelan.

Alvarel menghela napasnya. Pria itu lalu membawa tubuh Maura ke dalam dekapannya dan membelai rambut panjang Maura yang terasa halus di kulitnya. Maura masih seperti gadis kecilnya dulu, wangi rambutnya pun masih sama terasa dengan aroma stroberi dari shampo yang di gunakan gadis itu.

Maura masih malaikat kecilnya.

"Kak" panggil Maura membuat Alvarel menundukkan wajahnya menatap gadis kecilnya itu.

"Temenin Rara tidur ya?" pinta Maura. Alvarel tersenyum mendengarnya, pria itu lalu mengangguk.

Maura sudah berbaring dengan selimut tebalnya memeluk Alvarel yang duduk bersandar sembari mengelus kepalanya sayang.

"Kak..." Alvarel menunduk menatap Maura dengan kening tertaut samar karena gadis itu belum juga tidur.

"Waktu kalian kehilangan Rara dulu, gimana perasaan kalian?" tanya Maura. Alvarel terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Maura.

"Pastinya sedih, kakak bahkan gak bisa tidur karena terus mikirin kamu"

Maura tersenyum tipis. "Berarti kak Reyhan juga begitu..."

"Kak Reyhan kehilangan adiknya, pasti dia gak bisa tidur karena mikirin Arkan"

"Kenapa harus ada perpisahan di setiap pertemuan? Rara gak ngerti..." Maura menjeda ucapannya, "kenapa harus Arkan yang pergi?"

"Ra, setiap yang bernyawa pasti akan pergi"

"Tapi kenapa harus Arkan? Kenapa gak Rara aja yang pergi? Rara gak masalah kok kalo Rara buta, asalkan orang-orang yang Rara sayang ada di sekitar Rara" Maura tertawa miris. "Rara egois ya" tutur Maura.

"Ra, kalo kakak jadi Arkan mungkin kakak akan melakukan hal yang sama"

"Tapi Rara gak suka di tinggal... Arkan pernah janji sama Rara kalo apapun yang terjadi dia gak akan pernah ninggalin Rara, tapi apa...?" air matanya jatuh dari sudut matanya mengingat perkataan Arkan saat Maura memintanya berjanji untuk tidak pernah meninggalkannya, tetapi cowok itu malah mengingkarinya dan pergi begitu saja dengan alasan ingin membuatnya bahagia.

"Rara benci dia kak,,, Rara benci sama Arkan yang selalu buat janji tapi gak pernah dia tepatin"

"Rara benci Arkan" Maura menenggelamkan wajahnya di pinggang Alvarel kembali meledakkan tangisnya di sana. Menangisi karena pada faktanya ia tidak pernah bisa membenci cowok itu.

My Cold Prince 2 || (T A M A T)Where stories live. Discover now