27. - Keputusan

66.4K 6.2K 2.1K
                                    

Marhaban Ya Ramadhan🤗
.
Di anjurkan membaca saat malam!

☃☃☃

Arkan dan Maura saat ini sudah berada di dalam mobil Arkan. Suasana mendadak hening karena keduanya saling diam tak bersuara, hanya suara rintikan hujan dan gemuruh petir yang terdengar mengisi keheningan di antara mereka.

Maura memeluk dirinya seraya sedikit menggosokkan kedua lengannya yang terasa dingin akibat hujan-hujanan tadi, sehingga hidung dan mulutnya pun mengeluarkan asap putih karena kedinginan.

Arkan menoleh ke arah Maura, mengerti bagaimana gadis itu menggigil kedinginan. Arkan pun membuka jaket tebalnya dan menyampirkannya ke tubuh Maura.

"Ng-nggak perlu, Ar. Kamu lagi sa—"

"Lo lebih butuh" potong Arkan cepat. Cowok itu lalu memperhatikan Maura lekat, membuat yang di tatap pun menundukkan wajahnya malu.

Tangan kiri Arkan terulur mengangkat dagu gadis itu. "Cewek di larang nunduk" ucap Arkan yang menjeda ucapannya. Membuat Maura menoleh ke arah cowok itu dan melanjutkan kalimatnya sebelum cowok itu kembali membuka suaranya.

"Nanti harga dirinya jatuh" Maura melengkapinya. Arkan mengerut keningnya heran, terlihat terkejut dengan perkataan gadis itu.

"Dulu kamu sering bilang itu" sambung Maura sebelum cowok itu membuka suara.

Arkan mengangguk mengerti, pandangannya lalu tak sengaja menatap telapak tangan kanan Maura yang di lilit perban putih. Arkan melihatnya, bukan hanya itu saja, ternyata ada banyak luka di kedua tangan gadis itu.

"Tangan lo"

Maura langsung menyembunyikan tangannya di balik jaket tebal Arkan.

"Kenapa?"

"B-bukan apa-apa, cuma luka kecil"

"Kenapa sampe luka?"

"Hm ,,, jatuh" bohong Maura lalu menggigit bibir bawahnya gugup. Membuat Arkan pun menatap gadis itu lekat, sorot mata Maura menjawab semuanya jika gadis itu tengah berbohong, dan Arkan bisa merasakannya.

Secara logika, beberapa luka di tangan Maura yang tak di tutupi itu pun terlihat seperti luka sayat.

Arkan seketika teringat perkataan Calista saat itu. Ternyata benar, tangan Maura penuh luka hanya karena membuatkan bubur untuknya. Gadis itu rela terluka hanya karena memasakkan bubur untuknya.

"Dasar bodoh" ujar Arkan pelan. Maura mendengarnya namun gadis itu hanya tertunduk, tak berani menatap cowok itu karena ia sadar, Arkan tahu jika dirinya berbohong.

Arkan menancapkan gasnya perlahan membelah jalanan kota London.

Selama perjalanan keduanya kembali terdiam, Maura yang tidak tahu harus memulai obrolan dengan apa dan Arkan yang memilih fokus menyetir.

"Apa?" tanya Arkan yang merasa jika Maura terus menoleh ke arahnya.

Tertangkap basah, Maura pun tertunduk kecil dan menggeleng. Gadis itu lalu kembali menoleh ke arah Arkan. "Gimana kondisi kamu?" tanyanya.

"Baik"

"Kapan keluar dari rumah sakit?"

"Dua hari lalu"

Maura mengangguk mengerti. "Seharusnya istirahat di rumah, kondisi kamu 'kan belum terlalu pulih"

Arkan melirik Maura sekilas. Tak habis pikir dengan jalan pemikiran Maura, kenapa gadis itu hanya memikirkannya ketimbang memikirkan kondisinya sendiri? Entah kenapa Arkan merasa kesal memikirkannya hingga tanpa sadar cowok itu menambah kecepatan mobilnya.

My Cold Prince 2 || (T A M A T)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang