E N D I N G

42.9K 5.4K 4.8K
                                    

Tidak ada kebaikan jika tidak ada keburukan, tidak ada kebahagiaan jika tidak ada penderitaan, dan tidak kan ada senyuman jika tidak ada tangisan. Masing-masing memiliki tempatnya, dan diantaranya harus ada yang di korbankan, entah itu tawa, atau air mata.

-

-

Tiga bulan kemudian.

Suasana duka kini menyelimuti tempat pemakaman, berdiri mengelilingi sang pusara. Isak tangis seorang gadis yang duduk di samping gundukan tanah itu terdengar pilu di telinga pelayat. Kepedihan dirasakan semua orang yang ada di sana, begitu juga dengan langit yang nampak gelap seakan ikut merasakan kehilangan yang mendalam bagi orang-orang yang ditinggalkan.

Gadis itu masih di sana saat orang-orang mulai beranjak pergi ketika rintik kecil hujan mulai turun membasahi bumi.

Rasanya terasa sangat menyakitkan kehilangan orang-orang yang disayangnya. Ia terlalu bodoh, bahkan sangat bodoh karena sebelumnya bersikap tak peduli dengan kejadian yang akan menimpa orang tercintanya.

"Jahat ..."

Maura mengusap air matanya dan mendongak menatap Kinara yang tiba-tiba berdiri dan berlari pergi dari sana. Adara mengejar, sementara Alvarel tetap berdiri di belakangnya dengan memegang payung hitam yang menutupi gadis itu.

Alvarel memperhatikan Maura yang hanya terdiam meskipun ia tahu, banyak air mata yang dia tumpahkan untuk orang-orang yang pernah menyakitinya. Mauranya dulu terlalu kuat untuk jatuh, terlalu kuat pula untuk tumbang, namun semakin lama, kekuatan gadis itu terasa semakin lemah karena terlalu banyak masalah yang datang menimpa hidupnya. Mauranya terguncang sehingga membuatnya terlalu gampang untuk berfikiran buruk.

Alvarel menarik napasnya lalu bersuara, "Ayo pulang, Rara harus istirahat untuk penerbangan besok"

Alvarel memesankan tiket ke London untuk Maura dan Kinara agar mereka bisa melupakan semua kejadian pahit mereka dan membuka lembaran hidup baru disana. Alvarel dan Adara akan tetap tinggal untuk mengurus perusahaannya disini dan tentu saja karena alasan lainnya, kehamilan Adara sudah memasuki enam minggu. Perjalanan dari Jakarta ke London sangatlah jauh dan Alvarel tidak ingin Adara mengalami keguguran karena kelelahan.

"Ra" panggil Alvarel sekali lagi karena tak ada respon dari gadis itu. Rintik hujan mulai turun semakin lebat membasahi pusara di sekitar mereka.

Maura meresponnya dengan anggukan. Di tatapnya lagi papan nisan di hadapannya dengan tatapan sendu. Hatinya kembali tercubit membaca nama itu. Tak ada hal yang mungkin perlu ia ceritakan semasa hidup lelaki itu, karena terlalu banyak luka yang menggores hatinya. Namun tak dapat dipungkiri jika ia masih tetap menyayangi lelaki itu.

'Terima kasih sudah memberikan banyak kenangan untukku, tenang disana ya ...' ujarnya dalam hati.

Maura mengusap air matanya lagi lalu berdiri, Alvarel merangkul bahu Maura yang nampak lemas akibat gadis itu terjaga semalaman.

Sebelum beranjak pergi, pandangan Maura lalu bergerak, berpindak ke arah pusara lain di sebelahnya. Maura memejamkan matanya sekali lagi dan mengangkat tangan bersejajar dada, berdoa untuk mereka yang telah tiada. Tiga pusara yang pernah memiliki arti penting di hidupnya. Maura mendoakan agar mereka bertiga tenang disana, di sisi-Nya.

Selesai berdoa, Maura membuka mata dan menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya.

"Selamat tinggal, aku janji akan menjaganya" ucap Maura dalam hati kemudian berbalik pergi meninggalkan tempat itu.

☃☃☃

Satu tahun Kemudian.

"Maura!"

Maura tersenyum melihat Calista berlarian ke arahnya dengan senyuman lebar yang menghiasi wajah cantiknya. Maura lalu merentangkan kedua tangannya dan menyambut Calista dengan sebuah pelukan hangat, kedua tangannya bergerak mengusap punggung sahabatnya lembut menghantarkan perasaan rindunya. Sudah setahun lamanya mereka tidak bertemu, hanya sekedar telfon, chat atau video call saja untuk mengobati rasa rindu mereka.

My Cold Prince 2 || (T A M A T)Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα