keempatpuluhdelapan

3.5K 405 334
                                    



Irene menghapus air matanya, mendudukan tubuhnya lalu mengambil telfon rumah yang ada di nakas.

Dia tidak bisa menuruti keinginan appanya. Untuk saat ini apa yang pria itu suruh terlalu menyakitkan untuk hidupnya. Mungkin appanya benar dengan semua pendapatnya, dengan semua sudut pandangnya tapi tidak untuk sekarang. Dia tidak membutuhkan semua itu, dia tidak bisa hidup dengan semua itu.

Wanita itu menekan nomor suho namun berkali kali tidak diangkat. Irene mengusap wajahnya dengan kedua tangan, menghapus air matanya yang tak henti jatuh, kemudian menarik nafasnya berkali -kali untuk menenangkan dirinya sendiri.

Dia sangat berantakan.

Kembali ia coba menekan nomor pria itu namun pada 2 angka terakhir dia berhenti

"Ayo kita menyerah"

Suho mengangkat kepalanya menatap irene. Wajahnya terlihat begitu sendu.

"Kita harus membuat keputusan, kita harus membuat batasan."

"Perasaanku padamu tidak memiliki batas. Mungkin dulu alasannya karna kau adalah wanita yang aku cintai, tapi sekarang berbeda. Keluarga ku hidup dalam tubuhmu, keluargaku akan memanggil mu Eomma dan mereka akan meletakkan mu diposisi pertama setelah dia memanggilku dengan sebutan Appa "

Ada jeda diantara pembicaraan nan emosional itu.

"Aku memilih keluarga ku, Suho"

Suho mengangguk "ya, itu adalah pilihan yang paling benar. Kau tidak bisa memilih pria seperti aku."

Irene kemudian berdiri.
"aku pergi"

"Hubungi aku kalau mereka merindukan aku. Kabari aku perkembangan mereka. Kabari aku kalau terjadi apa-apa pada mereka, jangan melarangku jika aku merindukan mereka. Itulah batasan yang aku inginkan"

Irene mengangguk lemah "lalu bagaimana denganmu?"

"Aku akan hidup seperti yang seharusnya aku lakukan, mengikuti prinsip ku, menepati janjiku, dan menjaga istriku. Karna mencoba bertahan denganmu ternyata membuatku melupakan diriku sendiri. Ayo kita menyerah"

"Maaf" ucap irene pelan.

"Tidak ada yang salah dari menyerah karna kita terlalu bodoh untuk bertahan dengan rasa sakit."

Irene meletakkan kembali telfon itu ke atas nakas, semua telah sia-sia.

Air matanya kembali jatuh, memikirkan lagi percakapan terakhir mereka setelah memilih untuk berhenti berharap satu sama lain . Irene sadar, dia tidak seharusnya seperti ini.

Lama wanita itu terdiam, berpolemik dengan perasaannya sendiri hingga kembali ia coba menelfon seseorang.

"Yeoboseyo"

"Wae? Ada apa, rene?"

"Seulgi." isaknya

"Kau kenapa?!"

"Aku mau bertemu, suho" ucapnya di sela-sela tangisnya

"Apa yang terjadi? Kau kenapa?! Berhentilah menangis"

Lady Kim ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt