32| Jimin's Prison

6.1K 451 89
                                    

Annyeong JiRaVers, meheh🥰

Ini ceritanya singkat:')

Jangan lupa VOMENT yaa!!!

Selamat membaca
• • • •

Usia kehamilan Aera sudah memasuki bulan keenam, saat-saat seusia ini adalah moment terbaik untuk mengajak sang bayi berinteraksi. Dokter Bin pernah menjelaskan kepada Aera yang sempat merasa resah karena belum mendapatkan tendangan pertama, dokter Bin mengatakan bahwa sebenarnya si bayi sudah melakukan tendangan di usia kehamilan lima bulan, namun masih terlalu pelan sehingga membuat Aera tidak terasa akan gerakkan bayi. Lalu dokter Bin menjelaskan lagi, biasanya di usia keenam bulan, Aera sudah bisa merasakannya, karena di usia ini bayi mampu diajak berinteraksi dengan ibu. Jadi dia akan lebih sering melakukan tendangan jika ibunya juga sering mengajaknya berbicara.

"Sayang, kau juga lelah ya? Setelah ini kita akan meminum jus storberi, kau pasti senang," ucap Aera yang baru saja duduk setelah mengelilingi halaman belakang rumah sebanyak empat kali, dia mengelus perutnya dengan lembut.

Ada harapan setelah mengajak si bayi berinteraksi, nantinya dia akan mendapatkan tendangan itu. Tapi sepertinya tidak sesuai dengan yang Aera inginkan. Di menekuk wajahnya, si bayi tidak memberikan respons apapun. Entah harus dengan cara apalagi dia bisa memancing bayi nya untuk menendang perutnya dengan kuat.

Namun beberapa detik kemudian, wajahnya kembali berseri saat melihat Jimin yang hendak menghampirinya dengan membawa dua gelas jus stroberi.

"Kenapa? tadi aku melihatmu sempat bersedih," tanya Jimin setelah duduk di sampingnya.

Aera menggeleng seraya meraih segelas jus stroberi. "Tidak, hanya kelelahan."

Suaminya masih menatapnya dengan cemas. "Kan sudah kubilang, kau tidak boleh kelelahan, Ra. Olahraga semampunya saja, bukannya sehat, nanti kau dan anak kita justru sakit jika terlalu memaksakan diri. Nanti kita ke dokter, kita harus memeriksanya."

Itulah alasan Aera untuk tidak terlihat sedih saat berada di sekitar Jimin, karena sebenarnya Aera mulai merasakan bagaimana suaminya ini menjadi sangat protektif kepadanya dan kandungannya. Jimin pun jauh lebih cemas saat mengetahui sang bayi belum melakukan tendangan pertama, dia pernah tidak tidur selama dua malam karena terpaku pada komputernya untuk mencari tahu apakah yang sedang dialami pada bayinya. Tidak hanya itu, dia bahkan menelpon dokter-dokter kepercayaannya untuk mengeluhkan semua keresahan di dalam hatinya.

"Oppa, kami tidak apa-apa. Setiap pagi juga sudah sering melakukan ini, tidak usah berlebihan."

Jimin lantas berdecak kesal, baginya Aera selalu terlihat tidak peduli pada kandungannya sendiri.

"Berlebihan bagaimana? Aku ini peduli kepada istri dan anakku. Aku tidak mau tahu, nanti kita harus menemui dokter Bin, sekalian menanyakan kenapa anak kita belum juga memberikan tendangan pertama."

Tidak ada lagi pembelaan yang mampu Aera ucapkan, dia hanya berdiri dalam situasi stagnan sambil melihat Jimin yang kembali ke dalam rumah.

"Sayang, ayolah, bantu aku agar tidak dibawa appamu ke rumah sakit, berikan tendangan pertama kepada kami," bisik Aera pelan seraya mengelus perutnya, seolah sedang membujuk si kecil.


****


Ajakan Jimin pagi tadi bukanlah sebuah omong kosong. Jimin sudah bersiap, kini sedang menunggu Aera di ruang tamu, sesekali berdecak kesal karena sang istri belum keluar dari kamar, padahal sudah hampir setengah jam istrinya menghabiskan waktu untuk bersiap.

HITCH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang