46| Stay With Me

4.6K 362 350
                                    

Cerita ini hampir tamat. Jadi aku akan mengubah jadwal updateku setiap hari kamis, bukan 2 kali seminggu lagi. Jangan mengharapkan update 2 kali seminggu yaa😂

Yok VOMENT yokk! Jangan sider aja. Asli sih hebat kalau di part ini masih ada yang sider:')

Warning ⚠️ 🔞

Selamat membaca
🌚 🌚 🌚 🌚

Jika diberi perumpamaan, Aera dan Jimin sama seperti batu pantai dan ombak. Bebatuan pantai tidak mudah hancur walau setiap saat diterjang ombak. Dia tetap setia bertahan dan bertemu ombak, padahal sangat menyakitkan baginya.

Namun perumpamaan itu tidak lagi bisa menjadi kiasan untuk Aera si tangguh dan Jimin si lelaki penuh kecemasan. Semua terjadi saat badai menghempas habis bebatuan di tepi pantai. Batu itu terkikis habis, tidak tersisa. Rata begitu saja.

Malam ini, bersama rintik hujan yang menyerbu daratan, Jimin kehilangan kunci hidupnya. Dengan napas yang tersengal akibat usahanya mengejar Aera, kini dia hanya bisa berdiri dan membeku di ujung jalan. Sorot mata kecewanya masih memandang Aera dari kejauhan, wanita penuh amarah itu mengabaikannya dan masuk ke dalam taxi.

Jimin benar-benar kehilangan Aera, seutuhnya.

Sepasang kaki yang sudah melemas ini, perlahan jatuh bersamaan dengan hatinya yang mencelos. Tidak ada lagi yang bisa Jimin lakukan selain menangisi segalanya. Tubuhnya bergetar hebat, dia kedinginan. Hanya satu bagian yang terasa begitu panas, pipinya. Panas akibat tamparan itu masih tersisa, seolah masih menyadarkan Jimin bahwa Aera benar-benar membenci dirinya.

Jimin tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Namun pendiriannya masih sama seperti dulu, lenyap atau hilang kewarasannya jika Aera tidak lagi mencintainya. Hanya itu yang menjadi bayang-bayangnya saat ini.

****

Baru saja dua jam menjelang pagi Jimin tertidur dengan pakaian basahnya, namun dia harus terbangun akibat pekik tangisan sang putri yang tidak mendapatkan sosok ibunya saat terbangun dari tidurnya.

"Eomma!!"

Dengan wajah pucat dan lemas, Jimin bangkit dari sofa dan menghampiri keberadaan Ji Ae. Semalaman, Jimin memang menghabiskan kesedihannya di ruang tamu, memikirkan kemana Aera berteduh, namun tidak berani mengambil tindakan untuk menjemput kembali di saat itu.

"Appa!!!" Ji Ae lantas memeluk sang ayah yang sudah berdiri di ambang pintu. "Kenapa Ji Ae tidak menemukan eomma?" imbuhnya dengan air mata yang berlinang.

"Eomma ada urusan. Jadi Ji Ae harus ditinggal dulu bersama appa," jelas Jimin. Entah mengapa tidak ada selera sedikitpun untuk menggubris Ji Ae, pikiran Jimin masih tertutupi oleh Aera. Untungnya Ji Ae seolah mengerti. Dia menatap sang ayah dan berhenti menangis.

"Kalau begitu Ji Ae akan diam saja belsama appa. Ji Ae tidak akan nakal," ucap Ji Ae, seolah sedang memberikan kepercayaan kepada ayahnya bahwa dia tidak akan menjadi beban sang ayah.

"Hm," seru Jimin sambil mengangguk. "Appa harus ke ruang kerja. Ji Ae main saja dulu bersama Chiyo dan Chimmy," imbuhnya. Tanpa menunggu respons Ji Ae, dia sudah berbalik badan dan pergi meninggalkan Ji Ae. Jimin hampa, hidupnya sudah tidak memiliki selera.

Si kecil yang ditinggalkan hanya terdiam. Alih-alih bermain bersama kedua anjingnya, dia lebih memilih kembali ke kamarnya. Menemui boneka bebek kesayangannya, lalu menenggelamkan wajahnya pada boneka sebesar dirinya, dia menangis, namun sedikit berbisik agar tidak terdengar oleh sang ayah. Sepertinya Ji Ae tahu, bahwa ayahnya sedang tidak baik-baik saja.

HITCH ✔️Where stories live. Discover now