37| Promise

5.2K 386 85
                                    

Annyeong!!!

Kalau nanti kalian baca 'dua setengah tahun' itu sebenarnya 'dua tahun' ya teman-teman, wkwkw.

Be wise..
Be wise..
Be wise..

🌚

Selamat membaca
• • • •

"Ji Ae sedang menggambar apa?"

Jimin mendekati bayi 15 bulan yang tengah sibuk mencoret julangan dinding rumah. Putri kecil yang sedang didekati pun menghentikan kegiatan menggambar bebasnya. Dia meletakkan satu jari telunjuknya di bibir, matanya melotot seakan sedang dalam keadaan bahaya.

"Sssshhh!!!" desisnya pelan agar Jimin tidak terlalu ribut.

"Kenapa?" Jimin lantas mengikuti alur imajinasi sang anak, dia melambatkan langkahnya dengan hati-hati, rautnya ikut menekuk cemas agar imajinasi anaknya semakin terasa dalam. Padahal sebenarnya Jimin ingin sekali tertawa melihat bayi ini terasa cepat sekali menjadi gadis cilik yang pintar.

"Duck!"

"Ho? Apakah ada duck di sini?" Jimin bersembunyi di belakangnya. "Apakah ducknya besar sekali?"

Ji Ae mengangguk. "Appa.. shhh!!" desisnya lagi agar Jimin tidak terlalu banyak berbicara.

"Huaaa!!!"

"Appa!!!"

Ji Ae berlari ke dekapan Jimin saat dikejutkan Aera dari balik pintu.

Aera yang ingin tertawa malah menjadi sulit dan merasa bersalah tatkala melihat manik Ji Ae yang sedang mengintip di balik lengan ayahnya tampak terkejut dan perlahan bibirnya menekuk ke bawah.

Sedetik kemudian tangisannya mulai menggelegar. Tangisan yang menggambarkan geram dan merasa ingin dikasihani.

"Eom-ma-hh.. Ap-pa.." Ji Ae semakin menyelami tubuh mungilnya pada dekapan sang ayah.

"Ji Ae, eomma bercanda sayang, maafkan eomma," ucap Aera. Lalu dia menatap Jimin dengan wajah kesal, hanya sedetik dan kembali membujuk Ji Ae.

"Ji Ae tahu tidak? bebek itu tidak jahat, tidak besar juga. Kan, sudah pernah eomma kenalkan dari buku gambar," tutur Aera mencoba menepis segala kesalahan, karena dalam refleksi Ji Ae, bebek itu besar dan menyeramkan. Hal itu menjadi keyakinannya sejak ayahnya menceritakan dongeng sebelum tidur yang berjudul Monster Duck. Sebenarnya cerita itu tidak ada, hanya akal-akalan suaminya saja.

Ji Ae tidak menjawab, namun antusiasnya seolah bangkit mendengarkan penjelasan Aera. Entah sebenarnya dia paham atau tidak, namun mata yang membola itu sepertinya meletakkan minat pada penjelasan sang ibu.

"Dongeng yang appa ceritakan itu tidak benar sayang," ucapannya terhenti saat kembali menatap Jimin yang sedang menahan tawa. "Appa, coba jelaskan kepada Ji Ae tentang cerita aneh appa," ucapan itu terdengar lembut namun penuh dengan penekanan.

Jimin lantas membetulkan rautnya yang masih menahan tawa, sekaligus menegakkan posisi Ji Ae yang masih merosot di pelukkannya.

"Ji Ae-ya.." Jimin mendekatkan wajahnya di hadapan buntalan lucu yang masih sesenggukkan.

"Dinosaurus itu berbeda dengan duck." Dia sedang meluruskan kesalahpahaman putrinya. "Sini, appa gambarkan." Lalu Jimin mengambil sebatang krayon merah milik putrinya untuk menggambarkan dua bentuk berbeda antara Dinosaurus dan Bebek.

"Appa.." Aera menghentikan tangan Jimin yang hendak menggambar di salah satu sisi dinding terdekat yang sudah dipenuhi berbagai macam warna, hasil karya Ji Ae.

HITCH ✔️Where stories live. Discover now