BAB 7

919 127 17
                                    

Tiba-tiba Gavin menghampiri Avana dan Emma dengan membawa semangkuk soto dan segelas es teh lalu duduk di sebelah Emma. "Jadi, kalian sahabatan?"

"Apaan, sih! Rese banget dari tadi!" protes Emma. Pagi tadi, Emma datang hampir bersamaan dengan bunyi bel masuk. Gavin memiliki popularitas yang sama dengan Gilga dan tidak ada yang berani duduk di samping cowok itu. Atas usul Avana dan perintah Gilga, akhirnya dialah yang menempati bangku kosong itu. Sifat Gavin yang ramah dan jahil, membuat mereka akrab dengan cukup mudah.

"Gue tanya Avana, bukan lo!" sahut Gavin setelah menelan suapan pertamanya.

Avana tertawa. "Nggak juga. Kita baru kenal waktu masa orientasi – Eh, gue nggak pernah lihat lo sebelumnya. Lo kenapa nggak ikut?"

"Gue males ikut yang begituan," jawab Gavin asal. "Mending gue jalan-jalan ke luar negeri."

"Dih, orang-orang kayak lo yang bikin negara ini nggak maju-maju!" cibir Emma. Meskipun ia tahu sejarah Gavin yang bersahabat sejak kecil dengan Gilga, Emma berani mengatakan apa saja yang ia inginkan kepada cowok itu. Gavin memiliki pembawaan yang santai, dan itu membuat Emma merasa nyaman dan tidak takut kepadanya.

Kemudian Gilga datang dengan nampan yang penuh. Sepiring nasi goreng dan air mineral untuk Emma, semangkuk mie ayam dan jus tomat untuk Avana serta semangkuk lagi mie ayam dan es teh tawar untuk dirinya sendiri. Saat bel istirahat berbunyi, ia bertanya kepada dua gadis itu apa yang ingin mereka makan lalu berlari menuju kantin untuk mengantri. Ia bahkan meninggalkan Gavin.

"Wah, terima kasih, Mas Gilga yang baik hati, rajin menabung dan tidak sombong!" puji Emma dengan berlebihan.

"Sama-sama," balas Gilga lalu duduk di sebelah Avana. Gadis itu mengedarkan pandang seolah mencari sesuatu, ia pun berkata, "Tunggu sebentar."

"Mau kemana?" tanya Avana saat Gilga kembali berdiri.

"Kalian pacaran?" ujar Gavin secara blak-blakan.

"Hah? Really?" sahut Emma dengan heboh. "Sejak kapan? Kok, lo nggak kasih tahu gue, sih, Avana? Cerita-cerita, dong!"

"Ih, kepo banget jadi orang!" Gavin berkata dengan sinis-sinis jahil.

"Diem, deh! Ikut urusan orang mulu lo kaya mak-mak komplek!" balas Emma tak mau kalah.

"Udah, udah. Berantem mulu, nanti kalian saling jatuh cinta lo!" goda Avana sambil tertawa girang sambil mengaduk mie ayamnya.

Pada saat itu Gilga kembali dengan membawa botol saos tomat, kecap manis, sambal, acar dan garam. "Ada lagi?"

Entah kenapa tiba-tiba Avana merasa terharu dengan apa yang Gilga lakukan untuknya. "Gilga...."

"Nggak usah lebay. Cepet makan!" ucap Gilga dengan nada datar.

"Apa, nih? Cinta bertepuk sebelah tangan?" Gavin mengemukakan opininya secara blak-blakan. Pasalnya, sejak tadi yang ia lihat hanya Gilga yang melakukan banyak hal untuk Avana, sementara gadis itu responnya terlihat biasa saja.

Mendengar itu membuat Avana tiba-tiba tersedak. Dengan sigap Gilga langsung mengambil air mineral Emma dan membuka untuk gadis itu. "Makanya pelan-pelan, dong. Ngapain buru-buru, sih."

"Ah, Avana yang buru-buru atau gue yang salah ngomong?" Gavin tersenyum misterius sambil menatap curiga kepada Avana.

"Lagian, udah jelas terlihat mata kalau cuman Gilga yang bucin, masih aja dipertanyakan. Geblek banget, sih!" jawab Emma menggebu.

Gilga terkekeh mendengar pendapat Emma tentang hubungan mereka. Gavin lalu menimpali, "Lah, kan, gue nggak tahu. Gue baru masuk hari ini. Selama liburan gue jaga jarak sama dia. Dan juga ini pertama kalinya, gue lihat Gilga nunjukin perhatiannya ke cewek secara terang-terangan. Selama bertahun-tahun gue berteman sama Gilga, belum ada satupun cewek yang nolak cinta dia."

"Gue nggak nolak!" Avana berusaha mengklarifikasi. Mereka pun terdiam dan memusatkan pandangan kepada gadis itu. Hening untuk beberapa saat. Kemudian Avana mulai sadar akan ucapannya. Ia pun merasa malu dan salah tingkah. "Anu, maksud gue.... um, gue belum...."

Tiba-tiba Gilga meraih tangan Avana. "Ikut gue!"

more than you know | gilga & avanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang