BAB 17

561 77 2
                                    

"HTS, dong?"

"Gitu, ya?" Avana menoleh ibunya. "Tapi aku, sih, nggak ngerasa gitu."

Irina Ilesia membalas, "Sebenernya ada atau nggak ada status juga nggak penting, sih. Yang penting itu, gimana cara dia memperlakukan kamu."

"Menurut Mama gimana?" tanya Avana. "Ummm.... gimana, ya?" Irina pura-pura sedang berpikir. "Avana?"

"Hmmm," gumam Avana sambil mengunyah sarapannya.

"Kamu beneran nggak ada cita-cita kasih tahu Mama siapa cowok itu? Masa Mama tahu semuanya tentang kalian, tapi Mama nggak tahu siapa orangnya, namanya apalagi, wujudnya?"

Setiap hari, Avana selalu bercerita tentang Gilga kepada ibunya, namun sekalipun ia tidak pernah mendeskripsikan tentang sosok Gilga. Avana meringis. "Ih, yang penting, kan, Mama tahu kalau dia ganteng."

"Ya, Mama, kan, cuman nebak dari cara dia memperlakukan kamu. Dia pasti manis dan gemesin. Tapi Mama juga, kan, mau tahu mukanya kayak gimana? Ganteng juga apa, nggak. Seberapa tinggi. Senyumnya semanis apa?"

"Ganteng itu relatif. Menurutku dia ganteng banget. Walaupun bukan tipe Mama, aku yakin Mama pasti suka. Dia berkharisma dengan caranya sendiri." Avana terdengar begitu bangga.

Irina mendengus. "Tauk, ah! Ngeselin kamu."

"Sabar, dong!"

Saat mereka tengah menikmati makanan masing-masing, tiba-tiba bel berbunyi. Saat Irina berdiri dari tempat duduk, Avana mendadak makan dengan cepat lalu berkata, "Aku aja, Ma."

Irina pun kembali duduk dengan ekspresi bingung. "Yaudah, sih. Pelan-pelan aja makannya."

"Maaf, Ma!" teriak Avana sambil berlari kecil untuk membuka pintu.

"Good morning!" sambut Gilga dengan senyum manisnya.

"Juga!" balas Avana penuh semangat. "Masuk dulu, yuk!"

"Tumben?" Gilga menaikkan sebelah alisnya.

"Ada yang mau kenalan."

"Mama, ya? Yaudah, ayo!" ucap Gilga sembari menggiring Avana masuk ke dalam rumah.

Avana tertawa. "Semangat banget, bos!"

"Ya, dong. Siapa tahu lagi bikin sayembara buat jadi menantu."

"Ngaco!" Avana melepaskan diri lalu balik badan. "Tunggu sebentar, gue mau ambil tas dulu."

"Siap delapan enam, komandan!"

"Siapa?" tanya Irina saat Avana kembali ke ruang makan.

"Tebak siapa?" Avana malah menggoda.

"Ih, apaan, sih?" Irina mendengus lalu tiba-tiba menebak dengan antusias. "Gilga, ya?"

Avana yang sedang memakai tas lantas menoleh ibunya. "Yah, kok tahu, sih?"

"Beneran?" ucap Irina dengan mata berbinar.

Avana menggeleng. "Bohong, dong! Jelas!"

"Oke!" Hening untuk beberapa saat, hingga kemudian mereka berdua berebut berlari ke ruang tamu lebih dulu.

Sampai di dinding terakhir, mereka justru berhenti. Mengintip dengan tenang dari baliknya. Salah satu keahlian Gilga yang membuat Avana tergila-gila kepadanya. Pada awalnya Avana tidak menyangka jika Gilga tertarik dengan hal seperti. Namun setelah melihatnya sendiri, Avana kagum dengan begitu mudahnya.

"Kamu yakin dia beneran seorang pemimpin geng di sekolah kamu?" tanya Irina dengan heran. "Bukannya dia terlalu manis buat jadi sosok yang seharusnya garang?"

Avana terkekeh. "Itu juga yang aku pikir pas pertama kali tahu."

"Apa mungkin dia menderita kepribadian ganda?" tebak Irina asal.

"Ih, Mama ngaco! Ketidaknormalan dia cuman satu."

"Apa? Irina serius.

"Bucin ke Avana. Kadang keterlaluan."

"Nggak juga," sanggah Irina dengan nada meninggi. "Berdasarkan cerita yang Mama ketahui, Gilga itu baik, kamunya aja yang jahat mintanya suka aneh-aneh."

"Kan aku cuman minta, bukannya nyuruh – nggak harus dikabulkan juga."

Pada saat itu Gilga sadar akan keberadaan mereka. Ia berhenti larut dalam dunianya sendiri. Gilga lalu menoleh Avana dan ibunya yang berdiri di sampingnya. Ia berdiri lalu sedikit membungkukkan badan dan berkata dengan lembut, "Salam kenal, Tante. Saya Gilga Alastair Regardi."

"Wah, akhirnya Tante bisa juga ketemu sama kamu, Gilga." Irina seringkali berangkat kerja lebih pagi daripada Avana berangkat ke sekolah. Meskipun sedang libur, ia tidak berusaha mengintip keluar untuk mencari tahu sosok Gilga yang setiap hari mengantar dan jemput putrinya. Ia menuruti permintaan Avana yang memang melarangnya mencari tahu. Avana mengatakan akan memperkenalkan mereka nanti disaat Avana siap.

Gilga tersenyum malu-malu. "Ah, Gilga juga kaget barusan Avana ngajak masuk dulu, Tan."

"Well, yang baru saja, itu sangat indah."

"Chopin – Mariage d'Amour, mon préféré." (1)

---------------------------------------------------

(1) Kesukaanku

more than you know | gilga & avanaWhere stories live. Discover now