BAB 8

847 119 8
                                    

"Kemana?" tanya Avana yang terkejut dana bingung.

Gilga tidak menjawab – ia diam saja. Langkah tegasnya memimpin jalan. Semua orang telah mengenal Gilga, namun mereka sama sekali tidak tahu siapa gadis yang berada dalam genggaman cowok itu. Hal itu pun menarik perhatian disepanjang jalan.

"Ga...." Avana memanggil dengan nada merendah. Ia tidak nyaman dengan setiap pandangan yang diterimanya.

"Kenapa?" Gilga berhenti dan berbalik.

Avana mengerutkan kening. "Anak-anak pada ngelihatin. Risih."

"Lo nggak suka jadi pusat perhatian?" tanya Gilga.

"Untuk hal yang satu ini, enggak." Avana menjawab dengan tegas.

"Oke." Jawaban Avana membuatnya mengubah rencana. Ia lalu memutar arah kembali ke meja. Gilga menyuruh Avana duduk lalu berkata, "Habisin makannya."

"Huh?" Avana benar-benar bingung. Ia menatap penuh tanya kepada Gilga yang melanjutkan makannya.

"Maksud lo apa, sih, Ga?" Gavin sedikit emosi. Avana menghela napas lega Gavin telah mewakilinya untuk menanyakan hal tersebut. "Lo mau ajak Avana kemana tadi?"

"Terus kenapa malah balik?" lanjut Emma dengan penasaran.

Gilga mengangkat kepala, memandangi tiga orang di dekatnya satu-persatu lalu tertawa kecil. "Kepo, ya?"

"Bangsat!" Gavin refleks melempar sendok dan mengenai kening Gavin.

"Vin!" seru Emma mencegah namun terlambat.

"Ah!" Gilga mengerang kesakitan.

"Gilga!" Justru Avana yang histeris. Ia panik dan segera memeriksa kening Gilga. Beruntung tidak ada bekas apapun – hanya sedikit merah. "Duh, sakit, ya?"

"Dikit," jawab Gilga sambil tersenyum senang menatap Avana yang terlihat begitu khawatir.

Avana lalu dengan cepat mengambil sendok dan membalas Gavin. "Kurang ajar lo!"

"Argh!" Kali ini Gavin yang heboh karena lemparan Avana mendarat tepat di hidung mancungnya.

"Wow!" Gilga benar-benar terkejut dengan tindakan Avana.

"Bagus, Avana!" Emma memberikan dua jempol. Gadis itu telah mewakili untuk melampiaskan rasa kesalnya kepada Gavin.

"Gila, bisa pas gitu! Anak basket lo? Atau atlit panah? Belajar dimana lo?" cerocos Gavin.

Avana menyeringai sinis. "Apa lihat-lihat? Mau lagi? Pakai garpu sekalian?"

"Wah, bener-bener!" Gavin terus berbicara sambil mengusap hidungnya. Ia lalu menoleh Gilga. "Nggak salah lo pilih cewek. Sebelas dua belas sadisnya sama lo!"

"Pernah denger, kan, lo kalau jodoh itu cerminan diri!" sahut Avana yang belum bisa meredam emosi.

"Ha?" Gilga mengangkat sebelah alis dan tersenyum. Gadis di sampingnya itu benar-benar unik.

"Avana!" Emma tertawa terbahak-bahak melihat kegilaan temannya itu.

"Ah, suka-suka lo, ah! Nyerah gue kalau sama cewek!" Gavin mengangkat tangan. Ia lalu menggumam sendiri, "Soto, oh, soto! Dingin, kan, lo gara-gara dua makhluk sadis itu."

"Emang lo aja yang nggak jelas!" Emma melirik sinis kepada Gavin.

Semua pun kembali makan dengan tenang. Tidak ada lagi perhatian yang tertuju ke meja mereka. Hanya beberapa kakak kelas yang sekedar menyapa Gilga dan Gavin saat lewat di dekat mereka. Gilga menanggapi dengan jawaban singkat, sementara Gavin dengan sikap ramahnya selalu menanggapi dengan sedikit candaan.

Dalam ketenangan itu, saat sudah tidak ada lagi yang menyapa mereka, tiba-tiba Gilga mengatakan sesuatu. "Gue tadi mau nembak Avana."

"Uhuk, uhuk." Avana terkejut hingga tersedak. Ia langsung menoleh Gilga dengan kedua mata melebar.

"Lo minum aja punya gue, Ma." Gilga kembali memberikan air mineral Emma kepada Avana. "Kaget, ya?"

"Gue juga, anjir!" sahut Emma sambil memegangi dadanya yang mendadak berdegup kencang.

"Terus kenapa nggak jadi?" tanya Gavin yang saking terkejutnya hingga berhenti mengunyah.

"Tadinya gue pikir semua cewek bakal suka kayak gitu, tapi ternyata Avana bilang nggak suka jadi pusat perhatian – yaudah, gue ajak dia balik."

"Jadi, lo mau bikin kejutan?" tebak Emma.

"Bisa jadi."

"Ngapain ngomong kalau gitu, goblok?" sembur Gavin dengan kesal gemas. "Kan, jadi bukan kejutan lagi."

"Lah, lagian ngapain gue rahasiain? Toh, Avana juga tahu kalau gue suka sama dia. Kalian juga." Gilga yang polos membela diri. "Gue jadian sama Avana, itu cuman tinggal nunggu waktu."

"Mimpi apa lo mau nembak cewek?"

more than you know | gilga & avanaWhere stories live. Discover now