BAB 23

547 78 3
                                    

"Mau langsung pulang?" tanya Ghani kepada Avana setelah makan malam. Sebelum sempat menjawab, pria itu menyahut, "Jangan bilang terserah Avana. Bucin boleh, tapi laki-laki harus tetap tegas memimpin."

"Wah...." Avana menatap kagum Ghani. Ia menjadi tahu, bagaimana Gilga Alastair Regardi begitu keren.

"Tapi menghormati keinginan Avana juga penting." Gilga tidak mau kalah.

Avana tersenyum dan mencoba menengahi perdebatan kecil ayah dan anak itu. "Rumah Om besar banget. Kalau boleh, sih, Avana pengen lihat-lihat."

Gilga melirik Avana. Ia sudah menduga gadis itu bukanlah tipe pemalu. Apa yang ia katakan sebelum masuk ke dalam rumah tadi hanyalah sandiwara. "Kan!"

Avana meringis. Ghani menyambut dengan senyum lebar. "Oh, boleh banget, dong. Sering-sering, ya, main ke sini. Biar Gilga ada temen selain Gavin."

"Siap, Om. Biar makin rame, ya?"

Gilga lalu berdiri dan menyeret Avana pergi dari ruang makan sambil menggerutu, "Ahhh, cukup sekian dan terima kasih. Ngomong mulu, kapan pacarannya."

"Eh, santai, dong, bos! Kaget, tahu!" Avana kewalahan mengimbangi langkah lebar cowok itu.

Gilga tidak mempedulikannya. Ia membawa gadis itu menaiki tangga menuju lantai dua lalu berhenti di balkon. Langit malam ini begitu cerah dan banyak bintang serta bulan yang bersinar cerah. "Jangan jalan-jalan, gue capek."

"Ah, payah, nggak seru!" Avana duduk di sebuah kursi kayu sambil menikmati pemandangan.

"Next time," balas Gilga sambil bersandar di pagar dengan tubuh menghadap Avana. "Lagian buru-buru juga mau kemana? Nggak denger tadi bokap nyuruh lo sering-sering ke sini?"

"Bokap lo keren!" Avana mengacungkan dua jempol sambil tersenyum lebar.

"Gue apalagi." Lagi-lagi Gilga dengan kepercayaan dirinya yang maksimal.

Avana lalu memperhatikan wajah Gilga yang memang tidak parah, tapi cukup mengganggu. "Ah, masih sakit nggak itu lukanya? Jadi, tadi menang atau kalah, sih?"

Gilga berdecak. "Ya, gue bukan Captain America kali. Seenggaknya, kan, gue nggak babak belur."

"Artinya?"

"Artinya gue menang. Mana mungkin Gilga Alastair Regardi yang jagoan ini kalah."

Avana malah tertawa tidak jelas dan membuat Gilga bingung. "Kasihan. Masih muda, ganteng, tapi nggak waras."

"Anjir!" Gilga memiting Avana dengan gemas. "Ngeselin banget, sih, lo Avana!"

"Ah, ampun-ampun, bos! Tadi itu bercanda kali!" Avana tidak kesakitan – ia hanya risih. "PMS lo? Sensi banget, heran."

Tiba-tiba Gilga teringat sesuatu. Ia lalu berlari mengambil ponselnya di kamar lalu kembali sambil menunggu seseorang untuk menerima panggilannya. Avana penasaran dan ia bertanya, "Nelpon siapa?"

"Halo? Lo udah di rumah?" ucap Gilga begitu telepon tersambung. "Gue nggak apa-apa. Jangan khawatir. Nggak ada yang serius."

Seseorang di seberang sana membalas ucapan Gilga. Sebelum usaha Avana untuk menguping berhasil, Gilga sudah mengakhiri pembicaraan mereka. "Yaudah kalau gitu. Gue cuman mau mastiin lo aman aja. Oke, sampai besok."

"Siapa? Siapa? Siapa?" Avana tidak sabar. Kata-kata Gilga kepada sosok itu terdengar manis.

"Gavin. Siapa lagi?" jawab Gilga sambil melempar ponselnya ke kursi. "Tadi gue langsung ninggalin dia begitu selesai berantem."

"Oh, iya. Kenapa nggak pulang bareng anak-anak? Harusnya, kan, lo yang pulang paling akhir buat mastiin anak buah lo baik-baik aja. Nggak tanggung jawab tahu, nggak!"

"Yaudah, sih. Yang penting menang!" Gilga menjulurkan lidah mengejek. Ia enggan bercerita yang sebenarnya. Besok Avana pasti tahu dari anak-anak lain. Dan, gadis itu akan memujinya dengan gemas.

Avana menyenggol Gilga dengan bahunya. "Cerita, dong! Gimana tadi berantemnya? Seru, nggak? Siapa yang mulai duluan? Lo ngelawan berapa orang, huh?"

Gilga melirik Avana dengan heran. "Aneh."

"Apanya?" Avana tidak mengerti.

"Biasanya cewek marah kalau cowoknya berantem. Nah, ini malah disemangatin. Bener-bener magic lu!" ucap Gilga sambil mengusap kepala Avana.

"Cowoknya...." Avana meringis. "Ha. Ha. Ha."

"Sorry kalau nyokap gue nyinggung lo tadi – gue denger, kok. Apa kita perlu bahas hal itu lagi?"

more than you know | gilga & avanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang