MDL 11

12.2K 144 1
                                    

Rery Clayton's POV

"Tonight let me be yours, Clay. Make me yours."

Pesanan yang ku terima daripada Beatarissa telah ku buka dan ku baca. Aku cuba meneka apa maksud pesanan yang baru sahaja dihantarnya.

Aku berkira-kira hendak membalasnya. Tetapi apa yang harus ku tulis. Akhirnya aku mengabaikannya. Mungkin esok akan ku tanyakan maksud yang cuba disampaikan Beatarissa.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Aku baru membaringkan tubuh di atas tilam yang terasa amat empuk.

"Wah, selesa sekali," aku berguman, merasa nyaman saat tubuhku telah mencecah tilam. Seharian ini aku mengerjakan urusan Clayton's And Family Company. Rupanya tidak mudah mengurus kerja secara jauh begini. Tetapi apakan daya. Inilah perjuanganku untuk mendapatkan gadis yang aku cintai, Beatarissa. Setelah dia sah menjadi isteriku, aku akan berusaha untuk membawanya pulang ke tanah airku.

Tok! Tok! Tok! Ketukan yang begitu perlahan pada tingkap bilik tidurku membuatku tidak jadi memejankan mata.
Tok! Tok! Tok! Ketukan kedengaran lagi. Aku berdebar juga. Siapa yang mengetuk tingkap di tengah malam begini. Maklumlah, tingkap ini tidak dipasang grill. Mungkin pencuri, desis hatiku. Tetapi jika difikirkan betul-betul, mana ada pencuri atau perompak yang mengetuk pintu atau tingkap sebelum masuk.

Aku berjingkit menuju ke tingkap. Ku singkap langsir dan mula mengintip ke luar. Suasana di luar memang gelap pekat tetapi aku dapat melihat dengan jelas wajah seseorang yang berada di luar tingkap.

"Beatarissa...," aku begitu terkejut. Apa yang dilakukannya di luar rumah pada waktu begini.

"Apa yang kamu lalukan, Beatarissa?" kataku separuh geram sambil menguak daun tingkap.

"Tarik aku masuk, Clay," katanya menghulurkan ke dua tangannya. Aku menarik tubuh Beatarissa masuk ke dalam rumah. Aku berpaling menghadap Beatarissa setelah menutup kembali daun tingkap.

"Clay," Beatarissa membenamkan tubuhnya ke dalam pelukanku. Dia memelukku dengan begitu erat.

"Hei, sayang. Apa yang terjadi? Kenapa kamu ke sini tengah malam begini? Bagaimana kalau papa dan mama tahu?"

Aku belum lama di sini. Meski orang tua Beatarissa melayanku dengan baik, aku tahu mereka belum begitu sukakan aku.

"Miliki aku malam ini juga, Clay," Beatarissa sudah melucutkan gaun tidur yang dipakainya. Dia tidak mengenakan apa-apa lagi di sebalik gaun tidur itu. Kini Beatarissa sudah bertelanjang bulat. Aku meneguk liur. Oh, lihatlah dia. Begitu cantik. Kulit tubuhnya yang putih terlihat begitu licin, tanpa sedikit cela pun.

Aku tidak bergerak, bagaikan terpaku di tempatku. Aku sempat tertanya, tuah apa aku ditakdirkan bertemu gadis cantik dan begitu sempurna sepertinya.

"Clay," dia memanggil namaku lagi. Dia berdiri, memandang kepadaku. Tatapannya bukan tatapan berghairah, melainkan tatapan sendu dan sedih. Apa sebenarnya yang terjadi pada gadisku ini.

"Aku tidak menarik, Clay?" suaranya halus dan lembut. Juga bernada kecewa.

"Kamu tidak mahu menyentuhku, Clay? Aku perlu berhias dulu supaya kamu tertarik padaku?" Aku mengusap wajahku serta menjilat bibir yang terasa begitu kering.

"Kamu sudah cukup cantik, Beatarissa. Kamu tahu kamu sudah terlihat sempurna meski tanpa hiasan di wajahmu," aku mendekat padanya. Ku sentuh sepasang bahunya.

"Kamu ingin tahu apakah aku tertarik atau tidak padamu, Be? Kamu ingin tahu apakah aku ingin menyentuhmu atau tidak?" Dia mengangguk.

"Buktinya ada di sini, Beatarissa," ku bawa tangannya meraba sesuatu yang tergantung di antara ke dua pahaku. Sesuatu yang sudah membengkak dan sudah meronta-ronta minta dibebaskan.

Tangan Beatarissa mengelusnya lembut. Terkadang dia seakan memicitnya menyebabkan 'dia' bertambah bengkak.

Tanpa bertanya terlebih dahulu, tangan Beatarissa telah menyusup masuk ke dalam boxer putih yang ku pakai. Di dalam sana, tangannya berjaya menemukan sesuatu yang tadi sekadar dirabanya dari luar.

Matanya membulat memandangku. Mulutnya terbuka lebar. Aku tahu dia terkejut dan tidak percaya. Dia cuba menggenggamnya, tetapi aku tahu saiz 'adikku' takkan muat dalam genggamannya. Mungkin saat ini saiznya sudah sebesar pergelangan tangan Beatarissa.

"Clay," pipi Beatarissa merona. Matanya yang tadi menatapku kini turun ke bawah. Mungkin dia 'panasaran'. Dia menurunkan boxer putihku dan.....

"Oh...," aku dapat melihat dia kesukaran menarik nafasnya.

"Tidak perlu, sayang," aku menarik tangannya dan menaikkan kembali boxer ku. Aku ingin memilikinya, tetapi bukan saat ini. Aku tidak suka melihat ketakutan di matanya. Aku yakin, saat senjataku terbenam dalam liang perawannya, dia akan menjerit kesakitan. Aku mencintainya, sangat menyayanginya. Aku tidak rela menyakitinya.

"Please, Clay. Make me yours, tonight," dia merayu. Tangannya turun ke bawah lagi, merayuku lagi. Matanya mula mengeluarkan cairan bening.

Aku cuba memakaikan gaun tidurnya di tubuhnya. Tetapi Beatarissa menepis tanganku.

"No!" Dia berteriak kecil.

"Okey, tak perlu," aku mencampakkan gaun tidur itu ke atas lantai.

"Mari, sayang," aku menuntunnya menuju ke tempat tidur dan ku dudukkan dia di birai katil. Ku capai selimut dan ku bungkuskan ke tubuhnya.

Lama kami berdua hanya duduk tanpa mengatakan apapun. Hinggalah akhirnya Beatarissa mahu berbicara.

" Kamu mencintai aku, Clay? " Aku mengangguk.

"Sangat, sayang. Aku sangat mencintaimu," jawabku.

"Kalau begitu, miliki aku malam ini,Clay," dia kembali meminta. Aku menatapnya dalam.

"Aku ingin memilikimu, Be. Tapi bukan sekarang. Sebentar lagi, hingga kita menikah," aku memujuknya. Air mata Beatarissa tumpah lagi. Kali ini kian deras, mengucur seperti air yang turun dari gunung menuju lembah.

"Menikah? Itu tidak akan terjadi, Clay. Mama dan papa tidak akan pernah merestui kita. Papa dan mama melarang aku menemuimu lagi," ujarnya sambil terisak-isak.

" Nico tadi datang bertemu papa dan mama. Dia memintaku menjadi isterinya. Dan... dan... papa dan mama sudah menerimanya, Clay, " Beatarissa menjatuhkan wajahnya ke dadaku. Aku mengepalkan tangan. Apa sebenarnya tujuan lelaki itu melamar Beatarissa sedangkan dia sudah beristeri.

Beatarissa menceritakan semuanya. Semuanya tentang kebohongan yang dipamerkan Nico di hadapan orang tuanya. Aku melemah seketika. Aku ketinggalan beberapa langkah di belakang Nico. Dia sudah berjaya memenangi hati orang tua Beatarissa, sedangkan aku sudah tersingkir sebelum sempat mendaftar nama sebagai peserta pertandingan.

"Jika kamu tidak memiliki aku malam ini, tubuhku akan jadi milik Nico, Clay. Kamu akan kehilangan aku selamanya," Beatarissa mengusap dadaku, mencubit-cubit puting kecilku.

"Ahh.. Be," aku merangkul kemas tubuh Beatarissa. 'Adikku'  di bawah sana yang sebentar tadi sudah hampir terlelap, kini terbangun kembali.

Aku memejamkan mataku. Cuba meneutralkan gelojak nafsu yang kian menggila. Namun bagaimana aku mampu jika Beatarissa terus sahaja merangsang tubuhku. Ini ibarat prinsip Stimuly and responses, setiap rangsangan pasti diikuti oleh gerak balas.

Vote dan komen.
Selamat membaca.

Tbc....

My Dear Lover ( ✔️ Complete ) Where stories live. Discover now