MDL 40

8.7K 153 7
                                    

" Kamu bukan sekadar ibu anak-anakku, tetapi juga degup jantungku. Kamu bukan sekadar ratu dalam keluargaku, tetapi juga wanita dalam mimpiku. Aku mencintaimu, isteriku," - Rery Clayton

Rery Clayton's POV

Sudah tiga hari Beatarissa mengadu pening dan mual. Tiga hari juga Beatarissa hanya menghabiskan masa dengan berbaring di dalam bilik tidur.

"Masih pening lagi sayang?" Aku duduk di birai katil. Mangkuk berisi bubur ayam aku letakkan di meja kecil di tepi katil.

"Pening, Clay," Beatearissa memicit dahinya. Aku meletakkan telapak tangan pada dahi Beatarissa. Dahinya tidak panas.

"Kamu tak demam, sayang," kataku.

Beatarissa tidak demam. Tetapi dia mengadu pening dan mual. Badannya kelihatan letih tidak bermaya. Aku perasan, setiap kali terhidu bau makanan, Beatarissa  mendadak  menutup hidung dan mulutnya  yang akan berakhir dengan dia memuntahkan makanan yang ada di dalam perutnya.

" Mungkin kamu gastrik, Be. Makan bubur, ya. Setelah ini kita ke klinik," aku menyuap sesudu bubur ayam ke mulut Beararissa. Namun sebaik bubur itu masuk ke mulutnya, Beatarissa  menutup mulut dan berlari ke bilik air.

"Uwek!" Beatarissa muntah.

Aku menyapu minyak TYT pada tengkuk dan belakang Beatarissa sambil mengurut belakangnya. Dari pantulan cermin, aku dapat melihat wajah pucat Beatarissa. Wajahnya persis ketika dia mula-mula hamilkan si kembar. Apa mungkin....

"Mungkin kamu mengandung, Be," kataku seraya menatap pantulan wajahnya pada cermin. Beatarissa membalas tatapanku, namun seketika dia melarikan matanya.

"Kenapa, sayang?"

"Aku takut untuk berharap, Clay. Kita sudah menunggu tiga tahun. Hasilnya...," aku tidak membiarkan Beatarissa menghabiskan kata-katanya. Aku memutar tubuhnya hingga kini dadaku dan dadanya saling bersentuhan.

"Berharap tidak salah, sayang. Kita sudah berusaha dan kita berharap pada hasilnya," aku mencium bibir Beatarissa.

Aku juga sepertinya. Aku selalu takut hasilnya tidak sesuai harapanku. Namun aku tetap tidak jemu berdoa dan berharap. Aku ingin punya baby lagi dengan Beatarissa.

Aku menarik  satu bungkusan kecil yang sejak tiga hari lalu aku letakkan di atas meja solek Beatarissa.

" Cuba, sayang. Mana tahu hasilnya positif," aku menghulurkan dua alat ujian kehamilan pada Beatarissa. Dia memandang ragu padaku sebelum tangannya mengambilnya.

"Sudah hampir dua bulan tidak ada public holiday, Be. Kita make love setiap hari, remember? Kamu mengadu mual dan pening. Jadi, aku singgah membeli alat ini di farmasi," kataku, menjawab keraguan Beatarissa.

"Aku takut kamu kecewa lagi, Clay," katanya perlahan. Namun kakinya melangkah juga menuju ke bilik air.

"Sayang cuba saja," kataku.

"Kalau hasilnya negatif, macam mana, Clay?" Beatarissa masih berdiri di muka pintu bilik mandi dengan alat ujian kehamilan itu di tangannya. Dia kelihatan teragak-agak untuk menggunakan alat itu.

Aku menghampiri Beatarissa. Ku peluk tubuhnya sambil membisikkan kata-kata semangat di telinganya.

" Berdoa hasilnya dua garis, Be. Kalau masih satu garis, kita usaha lagi hingga hasilnya dua garis." Beatarissa mengangguk.

Tiga tahun kami menunggu. Ketika Stefan dan Samuel sudah berusia dua tahun, aku meminta agar Beatarissa berhenti mengambil pil perancang. Ku katakan kepadanya, sudah masanya kami memberikan adik buat Stefan dan Samuel.

My Dear Lover ( ✔️ Complete ) Where stories live. Discover now