MDL 12

13.6K 144 4
                                    

Rery Clayton's POV

"Jadikan aku milikmu seutuhnya kerana aku hanya mahu menjadi milikmu," - Beatarissa

Nafasku terengah. Godaan ini terlalu kuat. Aku tidak sekuat mana untuk menahannya. Lebih-lebih lagi aku seorang lelaki normal. Aku belum pernah berhubungan intim dengan perempuan manapun. Selama ini aku hanya bermain solo, menuntaskan birahiku dengan tanganku sendiri.

"Clay," mata kuyu Beatarissa memandangku. Tangannya semakin liar menyentuh titik-titik sensitif tubuhku.

"Miliki aku, Clay. Please!" Beatarissa merayu. Sungguh, saat ini dia begitu merendahkan harga dirinya di hadapanku. Dia merayu, memintaku memilikinya, memintaku merasmikan tubuhnya, meragut kegadisannya.

"Kamu benar-benar rela, Be?" aku bertanya. Beatarissa menganggukkan kepalanya.

"Kamu tahu, sekali aku sudah memulai, aku tak mahu berhenti, Beatarissa," kataku mengingatkannya. Ini bukan main-main. Apa yang bakal kami lakukan nanti mrnyangkut tentang maruah, harga diri dan dosa.

"Aku tidak akan memintamu berhenti," jawabnya dengan pasti meski riak wajahnya menunjukkan sebaliknya.

"Dan... setelah kita melakukannya, statusmu takkan sama lagi, Be. Kamu akan hilang keperawananmu. Dan... sekali keperawanan itu hilang, aku takkan dapat mengembalikannya," kataku.

"Aku tahu. Aku sudah cukup dewasa, Clay. Aku tahu semua itu," ucap Beatarissa.

"Baiklah," aku berdiri dan melucutkan boxer yang ku pakai. Aku menatap pada Beatarissa yang tatapannya kini tertumpu pada senjataku yang sudah berdiri begitu gagah. Mukanya terlihat sedikit pucat, mungkin takut membayangkan apa rasanya saat benda besar dan keras milikku menusuk miliknya.

"Masih ada waktu untuk berubah fikiran, Be," kataku, masih berdiri menghadapnya.

"Aku datang bukan untuk berpatah balik, Rery Clayton," jawabnya.

Jawapannya membuatku tersenyum kecut. Aku mahu, tapi pada waktu yang sama aku takut. Aku takut menyakitinya. Aku takut, entah apa yang bakal terjadi kepada kami nanti. Bagaimana kalau hubungan terlarang ini nanti membuahkan janin dalam rahim Beatarissa pada saat aku tidak berjaya menikahinya.

"Clay," dia menghulurkan tangannya. Aku mengangguk. Ku buka selimut yang membungkus tubuhnya.

"Kamu terlalu cantik, sayang," dengan perlahan aku membaringkan tubuhnya. Dia menurut.

"Kulitmu terlalu halus dan licin, hingga rasa tidak tergamak untuk ku kotori dengan tubuhku," aku menjamah tubuh telanjangnya dengan mataku. Dia tersenyum.

"Aku untukmu, Clay," katanya lembut.

Aku menunduk di atas tubuhnya. Ku kucup bibir merahnya. Dia mula mendesah, membuka mulut dan membalas ciumanku. Aku menciumnya semakin dalam.

"Clay,"

"Hmmm..."

Ciumanku turun ke lehernya. Ku cium dan ku hisap dengan lembut permukaan kulit lehernya yang putih. Aku tidak mahu meninggalkan sebarang tanda di situ.

"Ahhh... Clay," dia menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Terkadang dia sampai melentingkan tubuhnya.

Aku turun lebih ke bawah lagi hingga kini aku berhadapan dengan bukit kembar milik Beatarissa. Terlihat sangat cantik dan anggun. Saiznya tidak begitu besar, tetapi kelihatan tegang dan menggoda. Puncaknya yang berwarna merah jambu menjadi sasaran bibirku.

"Clay," erangnya tika puncak merah jambu itu sudah berada di dalam mukutku dan ku gentel dengan lidahku. Tangan Beatarissa meramas rambutku.

Aku tidak peduli. Fokusku kini hanya ingin menggembirakan Beatarissa, ingin memberinya kepuasan. Sudah puas ku manjakan sayu payudaranya, aku beralih pada payudaranya yang sebelah lagi. Beatarissa asyik mengerang dan mendesah.

Aku turun lebih ke bawah lagi. Ku cium sejenak perutnya sebelum aku menemui kawasan yang sudah sering aku bayangkan selama ini.

Ku buka kaki Beatarissa dengan tanganku. Milik segitiganya terlihat indah. Di tumbuhi bulu yang masih pendek, tetapi baunya yang harus menyeruak ke dalam hidungku.

Aku membuka belahannya dengan jariku. Berwarna merah muda dan terlihat masih begitu rapat kerana belum pernah dijelajahi. Aku lah lelaki pertama yang akan menerokanya.

"Jangan, Clay," Beatarissa menahan kepalaku yang baru menunduk di celah kakinya.

"Why?"

"Kotor, Clay," singkat jawapannya.

Aku tersenyum. Aku kembali menunduk, membuka belahannya sekali lagi. Ku julurkan lidahku. Ku hisap perlahan. Tubuhnya mengelinjang. Ku teroka bahagian itu dengan mulutku hingga beberapa detik setelahnya, cairan Beatarissa tumpah ke dalam mulutku. Dia mencapai puncaknya yang pertama.

Beatarissa kelihatan tercungap menahan nafasnya yang kencang. Matanya terpejam. Aku senang sekali melihat dia puas begini. Tetapi aku juga ingin meraih kepuasanku.

"Be, mahu lanjut atau berhenti di sini," aku berbisik di telinganya.

"Lidahmu belum menjadikan aku seorang wanita, Clay. Aku masih perawan. Jadi mengapa kita harus berhenti di sini?" Gadis ini benar-benar mencabarku.

Aku tidak mahu berdebat lagi dengannya. Dia sudah nekad. Aku juga sudah tidak lagi mampu bertahan.

"Pertama kali pasti sakit, sayang. Lagipun, aku terlalu besar untukmu," kataku saat membuka lebar kakinya. Beatarissa mengangguk.

Aku mula menyatukan diriku dengan dirinya. Begitu perlahan, aku mula memasukinya. Sedikit demi sedikit aku masuk. Dia terlalu rapat dan sempit. Aku tidak berani untuk mendorong laju, bimbang miliknya akan terkoyak.

"Sakit?" tanyaku menatap tepat ke wajahnya yang meringis. Dia cuma menggelengkan kepalanya. Menatapku dan cuba tersenyum padaku.

Aku mendorong lagi hingga masuk beberapa sentimeter lagi. Baru separuh, masih ada kira-kira sepuluh sentimeter lagi di luar. Dia sudah meringis dengan dahi berkerut. Aku sudah berkira-kira untuk mencabut milikku dan mengakhiri semuanya sampai di sini.

"Jangan terlalu perlahan, Clay. Aku tak tahan. Cepat tuntaskan," dia mengangkat pinggulnya dan menekan pinggulku.

"Maaf, sayang. Ini pasti akan sakit. Tapi aku berjanji, sakitnya hanya sekejap. Selebihnya, aku akan memberikan kenikmatan untukmu, sayang," ku buka kakinya dengan kakiku agar membuka lebih lebar. Ku tahan pinggulnya dengan tanganku.

Aku menghentak  milikku ke dalam miliknya beberapa kali dan tepat pada hentakan ke lima yang sedikit keras, milikku akhirnya berjaya mengoyak selaput perawannya.

" Aww... Sakit!" dia menjerit sambil terisak. Tangannya mencengkam punggungku.

"Tahan, sayang," aku mencium bibirnya. Tanganku memilin puting merah jambunya. Hampir tiga minit, barulah isakannya berhenti. Cengkamannya juga mengendur.

Aku mula bergerak perlahan, menarik keluar milikku dan mendorongnya masuk kembali. Mulanya Beatarissa mengeluh sakit. Tetapi aku tidak berhenti, terus bergerak di atas tubuhnya hingga yang kedengaran di telingaku hanyalah desahan kenikmatan.

"Masih sakit?" tanyaku di sela nafasku yang memburu. Beatarissa membalas pertanyaanku dengan senyuman. Dia memeluk tubuhku erat. Kakinya membelit pinggangku.

"Nikmat?" kali ini aku mengubah pertanyaanku.

"Yes, Clay. This is wonderful," aku melihat dahinya berkerut. Mulutnya terbuka. Sedetik berlalu, aku merasakan milikku di dalam sana basah. Beatarissa klimaks untuk kali ke dua.

"I love you, honey," benihku tersembur ke dalam rahimnya.

Vote dan komen.
Happy reading.

Tbc....

My Dear Lover ( ✔️ Complete ) Where stories live. Discover now