25: Friendship in Marriage

30.5K 3.8K 232
                                    

Deru mesin mobil menjadi pemecah keheningan yang melingkupi Ha-young dan Jaehyun. Padatnya lalu lintas kota Seoul menjadi pengalih pikiran paling ampuh bagi keduanya.

Setelah beberapa saat yang lalu terlibat adegan peluk memeluk mereka memutuskan untuk pulang bersama dengan mengendarai mobil Ha-young. Sementara mobil Jaehyun sudah di bawa oleh In-ha.

Keduanya terlihat sama-sama canggung dan enggan membuka suara. Memikirkan apa yang telah mereka lakukan rasanya cukup untuk menjadi alasan mereka memilih bungkam.

Si gadis terlihat memusatkan pandangan keluar jendela. Sementara sang pria sibuk menatap jalanan. Sesekali mata sang pria melirik ke arah gadis di sampingnya sekedar memastikan kalau-kalau gadis itu menangis lagi.

"Ekhmm."

Deheman pelan memecah kesunyian memaksa Ha-young untuk menoleh sejenak dan melihat sang suami yang sibuk menyetir.

"Ada apa, Jae?" tanya Ha-young.

Cukup lama tak ada sahutan dari Jaehyun. Sepertinya pria itu ingin menanyakan sesuatu namun, mulutnya tak bisa diajak kompromi.

Akhirnya ia memilih menepikan mobilnya.
Terdengar helaan nafas panjang sebelum ia mulai bicara.

"Jadi...apa alasanmu memintaku untuk menolak kesepakatan itu?"

Hanya itu. Saat ini hanya itu yang ingin Jaehyun tahu. Sungguh ia rasa akan mati penasaran jika tak menemukan jawabannya.

Jaehyun menatap lamat mata Ha-young yang menyiratkan keterkejutan atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan olehnya.

"Aku..."

"Kau kasihan padaku?"

"Tidak. Itu tidak benar."

"Lalu?"

Sejujurnya Ha-young juga tak tahu pasti mengapa ia dengan gamblang meminta Jaehyun menentang keinginan ayahnya. Karena kasihan? Tidak. Karena pembicaraannya dengan Lee Chahyun? Oh, ayolah itu lebih tidak masuk akal lagi. Meskipun Chahyun menyuruhnya untuk berusaha bersikap baik pada Jaehyun tetap saja hati nurani Ha-young menolak keras untuk mengakui bahwa itu adalah alasan yang tepat.

"Ha-young?"

Gadis itu memejamkan mata sejenak. Ia berusaha menemukan kalimat yang tepat untuk ia ucapkan.

"Kalau...aku bilang karena aku tidak ingin kau terluka...apa kau percaya?"

🍁🍁🍁

Lagi-lagi Tuhan tak berpihak padanya. Tuhan tak mengizinkannya untuk tinggal di sisi perempuan itu. Kenapa? Apakah cintanya begitu tak bisa dipercaya? Apakah perasaannya masih seperti emosi labil seorang remaja? Tidak.

Itu tidak benar. Ia yakin akan isi hatinya, akan rasa cintanya pada perempuan yang selalu ia panggil noona itu.

Sakit? Tentu saja. So-hwan merasakan sakit di hatinya ketika perempuan itu mengusirnya secara terang-terangan. Padahal tadinya ia sudah sangat bahagia bisa bertemu dan berhubungan lagi dengan perempuan itu.

Perempuan itu, Song Ha-young, adalah perempuan yang selama ini menjadi alasan untuknya terus maju.
Song Ha-young adalah penyemangatnya. Saat ia merasa begitu lelah dan rapuh, bayangan senyum lembut dan mata teduh perempuan itu selalu berhasil membuat So-hwan kembali bangkit dan terus berjalan.
Tapi kini So-hwan tak tahu apa ia masih bisa menjadikan Ha-young sebagai sosok penyemangatnya, sebagai alasan untuknya tetap berdiri tegar.

"So-hwan? Kita pulang sekarang?"

Hanya anggukan samar yang menjadi jawaban atas pertanyaan sang manajer.

Bad HusbandOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz