33: Lie

27.2K 3.3K 436
                                    

Tuk

Tuk

Tuk

Tuk

Ujung pulpen yang beradu dengan meja kerja menimbulkan ketukan teratur yang membuat suasana terasa mencekam.
Membuat siapapun akan bergidik ngeri ditambah lagi dengan raut wajah sang pemilik pulpen yang begitu dingin.

"Bagaimana?"

Suara bariton itu terdengar memecah kesunyian dan semakin menekan keberanian sosok yang ada di hadapannya.

Laki-laki bersetelan kantor itu menegakkan tubuhnya sembari meneguk kasar ludahnya. Berusaha membasahi tenggorokan sebelum menjawab pertanyaan yang baru saja didengarnya.

"Se-sebentar lagi, presdir. Saya sedang menunggu kabar dari Tae-hwa."

Pria yang dipanggil presdir itu mengeluarkan dengusannya lantas  menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya.

Tangannya masih setia mengetuk-ngetukkan ujung pulpen pada meja kerjanya. Mungkin hal itu ia lakukan untuk mengusir kebosanan sebab harus menunggu kabar dari orang suruhannya.

Tak lama kemudian pria itu menegakkan tubuhnya saat mendengar getar ponsel kepunyaan sang sekretaris. Matanya pun langsung menguarkan aura waspada.

"Presdir, Tae-hwa bilang semalam nona Song tidak datang ke kantor. Tae-hwa sudah menanyai beberapa kenalannya di B.y group tapi, mereka bilang nona Song tidak datang selain itu semalam kantor tutup pukul 7." jelas sekretaris Go seusai membaca pesan yang dikirim oleh Lee Tae-hwa.

"Tae-hwa juga sudah memeriksa cctv di komplek perumahan Kang In-ha tapi, di sana juga tidak ada tanda-tanda kedatangan nona Song." lanjut sekretaris Go.

"Baiklah. Kau bisa keluar."

Go Jae-hee menunduk sekilas lalu keluar dari ruang kerja atasannya.

Tuk

Tuk

Tuk

Prak

Suara ketukan ujung pulpen itu berubah setelah tangannya beralih melempar pulpen tersebut dengan kencang hingga mengenai lukisan abstrak yang terpasang di dinding ruang kerjanya.

Lemparan itu menggambarkan kemarahan yang menguasainya. Kemarahan yang sudah sejak semalam ia tahan. Dengusan keras kembali terdengar kala benaknya  mengingat ucapan Go Jae-hee.

Perempuan itu tidak datang ke kantor atau ke rumah sekretarisnya. Dengan kata lain dugaannya benar bahwa perempuan itu membohonginya.

Ia berdiri lantas melepas tuksedo yang melekat di tubuhnya. Kakinya melangkah menuju jendela dan matanya terpatri pada hiruk pikuk kota Seoul yang terpampang jelas dari jendela di hadapannya.

Lagi-lagi ia mendengus saat sadar pemandangan kota Seoul tak mampu mengalihkan pikirannya. Justru otaknya bekerja semakin gencar dan memikirkan berbagai dugaan. Tentang siapa yang ditemui Ha-young, urusan apa yang membuat Ha-young meninggalkannya, dan peristiwa apa yang menimpa Ha-young hingga gadis itu pulang dalam keadaan kaki kiri terluka.

Katakanlah Jaehyun cemas karena kenyataannya memang begitu. Jaehyun tidak tahu kenapa dia bisa secemas ini saat memikirkan kondisi Ha-young. Jaehyun juga tidak tahu kenapa dia bisa semarah ini saat tahu Ha-young membohongi dirinya. Padahal itu hal yang wajar mengingat mereka sudah sama-sama sepakat untuk tidak mencampuri privasi satu sama lain dan tidak memiliki kewajiban untuk memberitahu privasi satu sama lain.

"Ck! Sialan!"

Jaehyun mengusap kasar wajahnya lalu kembali mendudukkan diri.
Otaknya kembali berpikir keras guna mencari jawaban dari apa yang tengah ia rasakan.
Kemarahan, kekhwatiran dan kekesalan yang tertuju pada Ha-young. Jaehyun ingin tahu apa yang membuatnya merasa demikian pada Ha-young.

Bad HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang