40: Meeting 2

25.7K 3.6K 235
                                    


"Hah!"

Helaan nafas terdengar tepat saat tangannya menutup pintu bercat putih yang ada di hadapannya.
Kakinya mulai melangkah menapaki lantai marmer di koridor rumah sakit, melewati lalu lalang dokter dan perawat juga para pasien.

Langkah kakinya semakin memberat saat benaknya kembali memutar pembicaraan dengan dokter Kim.
Seperti kaset film yang rusak, segala hal yang dikatakan dokter Kim terputar terus-menerus di dalam benaknya.
Membuatnya merasa frustasi dan sesak. Ingin berpura-pura tidak tahu dan melupakan semuanya. Tapi kenapa sulit? Sulit sekali.

"Tuhan terlalu tidak adil dengan kita, Ha-young."

Hanya itu yang mampu ia katakan sebagai respon atas kemalangan yang menimpanya juga menimpa Ha-young.

Kenapa mereka harus punya penyakit mental? Ya, seharusnya Jaehyun bersyukur karena penyakit itu lebih memiliki peluang untuk sembuh dibanding penyakit kronis seperti kanker dan tumor. Tapi, masalahnya orang-orang dengan penyakit mental selalu dipandang rendah dan dikucilkan. Bahkan ayahnya pun tak pernah benar-benar perduli padanya sejak dokter memvonis OCD yang ada dalam dirinya.
Orang dengan penyakit mental cenderung dianggap sebagai pengacau dan ancaman. Miris sekali.

"Ruang VIP nomor 1124..."

Rungunya menajam ketika seseorang berjalan melewatinya sambil menggumamkan ruangan tempat istrinya di rawat. Lalu segala kemelut dalam benaknya mendadak buyar dan berganti fokus pada seorang pemuda yang berada tiga langkah di depannya.

Pemuda dengan topi dan masker hitam. Pemuda yang selama ini secara tidak langsung telah menjadi batu sandungannya.

Apa yang ada dalam pikiran pemuda itu? Berani sekali dia menginjakkan kaki di rumah sakit yang notabene adalah wilayah kekuasaan seorang Jung Jaehyun.
Apa dia sudah bosan hidup?

Jaehyun tidak bohong. Sekarang ia benar-benar ingin mencekal lengan pria itu lalu memutar sendinya dan mematahkannya. Membayangkannya saja Jaehyun sudah sangat senang, apa lagi jika diiringi dengan bunyi gemeretak dari tulang yang patah. Pasti sangat mengagumkan. Selain itu jika lengannya patah bisa dijamin Ha-young tak akan pernah bisa memegang atau menggandeng tangan itu lagi.

"Kita lihat! Apakah keputusanmu untuk datang kemari adalah keputusan yang benar? Jangan salahkan aku...jika lenganmu patah."

Kemudian kakinya kembali melangkah dengan tempo yang teramat pelan. Matanya menatap bagai elang yang mengintai mangsanya dari atas awan.
Sudah Jaehyun pastikan bahwa mulai sekarang pria misterius itu akan jadi targetnya.

Sesuai dugaan Jaehyun, pria itu masuk ke dalam ruang rawat Ha-young.
Jaehyun menghentikan langkahnya tepat di depan pintu dan mulai mengawasi apa yang sedang terjadi di dalam sana.

Tentu saja hal pertama yang Jaehyun saksikan adalah senyum sumringah yang menghias bibir pucat istrinya. Senyum yang menggambarkan betapa bahagianya wanita itu akan sosok yang mendatanginya. Benar-benar bahagia dan tak dibuat-buat.
Pemandangan yang sangat indah namun juga menyesakkan.

"Kau masih bilang tidak mencintainya? Bahkan binar matamu sudah menjelaskan semuanya, Song Ha-young."

Jaehyun bermonolog menyangkal pernyataan Ha-young. Matanya memerah, kedua tangannya mengepal kuat sementara rahangnya mengeras menahan keinginan untuk menerobos masuk dan menghantamkan tinju pada wajah pria bermasker itu. Namun Jaehyun sadar bahwa hal itu hanya akan merusak rencananya. Ia tak boleh gegabah, ia harus sabar dan menahan diri. Karena ia perlu tahu dan perlu melihat dengan jelas seperti apa wajah pria yang telah berhasil membuatnya merasa kalah.

Keinginannya pun terkabulkan. Pria itu mulai membuka topi dan maskernya lalu terpampanglah wajah tampannya. Wajah yang membuat Jaehyun benar-benar tidak habis pikir dan sangat terkejut.

Bad HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang