55. Kerabat Jauh

514 104 17
                                    

Jantungnya berdegup tak karuan

Baekhyun berwajah cemas, duduk di dalam ruangan menemani Seulgi yang tertidur juga menunggu Sunmi mengakhiri panggilan telpon dengan seseorang.

"Ka Sunmi?" Ucap Baekhyun, menghampiri Sunmi yang memasuki kamar rawat, "Jadi gimana, Ka?"

"Bude ku udah setuju, mungkin lusa."
"Lusa?"
"Ya, semakin cepat semakin baik."

Ada anggukan kecil yang Baekhyun beri, bukan sebagai tanda setuju, tapi sebuah kesadaran diri untuk coba mengerti dengan kondisi yang terjadi.

Jam terus berputar, setelah menghubungi dan memberi tahu Sunmi kejadian yang membuat jantung Baekhyun nyaris berhenti berdegup beberapa waktu lalu, kini satu persatu keluarga Seulgi mulai tahu begitu pun Soojung.

"Tesis kamu gimana?"
"Mungkin bakal daring, Mas."
"Profesor sudah setuju?"
"Aku udah jelasin kondisinya, mereka nyoba buat ngerti. Lagian, Mas gak perlu nemenin, aku bisa kok urus semua keperluan."
"Aku jarang pake jatah cuti, tahun ini malah belum. Gak apa-apa, demi kebaikan."
"Ji-Sung gimana?"
"Kalau keadaan udah lebih baik, aku bakal pulang ke Jakarta sama Ji-Sung,"
"Iyah Mas, sayang kalau sekolah Ji-Sung harus dikorbanin."
"Atau mungkin, kita bisa pindah ke sana? Ji-Sung juga bisa pindah sekolah, aku rasa gak masalah."
"Kita belum tau kedepannya bakal gimana, untuk sekarang biar aku dulu aja yang stay kecuali Bude bilang bakal butuh waktu lebih lama... um, mungkin kita bisa mulai pikirin buat pindah."
"Ok, kamu jangan khawatirin apapun, pokoknya fokus dulu sama Seulgi, sisanya biar mas yang urus."
"Aku beruntung banget punya suami kayak Mas, makasih banyak."

Di koridor dengan jajaran bangku nan sepi pengunjung, Sunmi melepas kekhawatiran dalam pelukan penuh kehangatan pada suaminya. Bendungan air mata tak bisa ia sembunyikan, terutama, saat kejadian beberapa tahun lalu mulai menghantui dan membuatnya kalut.

Persiapan sudah selesai, kondisi fisik Seulgi membaik dan telah mendapat izin dokter untuk melakukan perjalanan jauh walau lebih tepatnya... Sunmi harus memohon dengan sangat agar memperoleh izin dokter.

"Lo gimana, Jung?"
"Gue udah diziinin,"
"Serius?"
"Lagian kita juga masih libur Hyun, gue pengen nemenin Seulgi. Lo gimana?"
"Ambu sama Abah juga udah ngasih izin, katanya gue harus ikut bantu."
"Semoga semua ini bisa membaik."

Soojung dan Baekhyun pada akhirnya berusaha saling menguatkan, coba menenangkan diri... berharap semua akan baik-baik saja.

Hanya pakaian dan kebutuhan primer lain, tak banyak hal yang dibawa oleh keluarga Seulgi dan sahabatnya. Mereka akan segera pergi hari ini, tersisa sekitar dua jam sebelum keberangkatan.

Sementara itu di dalam ruang rawat, Seulgi telah berpakaian rapih ditemani Sunmi dan Ji-Sung.

"Ka, kita mau ke mana?"
"Jogja, kita ketemu Bude."
"Ngapain kita ke Jogja? Aku ada kuliah loh Ka, temen-temen ku di BEM juga mau rapat penting Minggu ini."
"Gak akan lama kok Gi, kamu memang gak kangen sama Bude?"
"Kangen sih, tapi kita baru ketemu Bude Minggu lalu."
"Ya gak apa-apa, sering-sering ketemu sama keluarga kan bagus."
"Yaudah, tapi aku pulang sebelum Sabtu ya, beneran deh aku ada rapat BEM, penting."
"Iya kita pulang hari Sabtu,"
"Ngomong-ngomong Papi sama Mami, kapan pulang sih? Emang kerjaan sebegitu pentingnya sampai gak bisa pulang sebentar?"

Aktifitas Sunmi memasukan obat-obatan milik Seulgi terhenti, ia menatap adik satu-satunya itu sementara Ji-Sung hanya terdiam.

"Kerjaan emang penting, tapi keluarga lebih penting. Papi sama Mami... pasti pulang."
"Kesel banget kalau lihat Mamih sama Papih sibuk kerja."
"Mereka kerja juga buat kita, kamu harus lebih pengertian."
"Iyah Ka maaf."

Tak lama berselang, suami Sunmi, Baekhyun dan Soojung datang. Mereka telah selesai berkemas lalu meninggalkan rumah sakit. Sebelum keberangkatan, Sunmi sempat berpamitan pada Sarah, dalam kegundahan kata maaf tak berhenti telontar, Sunmi tak mengira harus berpamitan dengan orang yang telah dekat denganya dua tahun terakhir ini dalam keadaan memilukan.

Pesawat tujuan Jogja pun mengudara.

Sementara itu, Sarah dan Saena masih dibalut kekhawatiran akan kondisi Sehun. Dalam do'a dan harap cemas, penantian akan kabar baik tak pernah berhenti dipanjatkan.

"Bu, aku kangen Kaka."

Sarah mengeratkan genggamannya pada lengan Saena yang melingkar ditangan wanita itu,

"Ibu juga."

Suara kardiograf menjadi pelengkap suasana senyap di dalam ruangan, Saena tak bisa membendung air mata, ia menangis sendu dalam diam.

"Ayah pasti lagi nunggu kita di luar, kamu istirahat dulu hari ini, habis makan pulang ya... mandi terus tidur."
"Tapi ibu gimana?"
"Ibu gantian jaga sama Ayah. Yuk sayang, nanti nasi yang Ayah bawa keburu dingin, kamu harus makan... Ibu gak mau kamu sampai sakit."
"Saena gak akan sakit Bu. Saena pengen rawat Kaka, Saena gak akan sakit."

Kesenduan bertambah jelas di wajah Sarah, ia menatap Saena dengan perasaan terenyuhnya.

"Ibu percaya, ayuk sayang."

Mereka pun pergi.

Tersisa Sehun di dalam ruangan dengan suasana setia pada keheningan. Tak ada lagi pandangan penuh kecemasan, tak ada lagi suara gaduh percakapan atau tangis kesedihan... hanya Sehun seorang terbaring di atas kasur dengan jemari yang mulai bergerak perlahan.

to be continued ...

FLAVAWhere stories live. Discover now