61. Berwarna Senada

435 100 9
                                    

membuat arah untuk menuntunya

Dua Minggu sejak perkuliahan kembali dimulai, ada berbagai kabar bahagia turut mengiringi, salah satunya adalah Gian yang mendapat hukuman penjara meski minus kesaksian Seulgi di pengadilan karena kondisi mentalnya.

Di Jogjakarta rumah Bude hari ini lebih hening saat suami Sunmi pulang ke Jakarta, menyisakan Kaka beradik itu yang masih berjuang melawan amnesia.

"Oh, Kaka kapan pulang ke Indonesia?"

Sunmi akan selalu tersenyum, ia tak pernah bosan untuk tersenyum, lalu menjawab pertanyaan Seulgi setiap kali mereka bertemu.

"Gi, hari ini mau ngapain?"
"Mau siap-siap buat demo Ka,"
"Mau bawa apa aja?"
"Um, barang-barang yang perlu aku bawa itu pasta gigi, air mineral, terus... masih banyak pokoknya Ka."
"Kaka taruh makanan kamu di sini ya."
"Iyah Ka,"

Sebuah nampan berisikan piring dengan makanan juga segelas air hangat Sunmi taruh pada meja belajar Seulgi di kamarnya. Hati Sunmi mungkin sudah sekuat baja walau ia tetap ingin menangis melihat Seulgi begitu asik mengepak barang, memasukannya ke dalam ransel.

"Kita kapan ke Bandung, Ka?"
"Besok,"
"Oh besok."
"Kaka puterin musik ya, biar kamu gak bosen."
"Boleh Ka,"

Sunmi mengeluarkan Smartphone miliknya lalu memainkan sebuah podacst dari platform musik yang berisi kumpulan lagu juga monolog atau percakapan ringan.

"Kaka ke bawah dulu, kalau kamu butuh apa-apa kasih tau Kaka."
"Um, oke ka."
"Nanti jam 3 sore kamu ketemu sama Bude, Gi, jangan lupa."
"Gak akan lah Ka, tapi kita mau ngapain ketemu bude?"

Padahal dalam seminggu Seulgi bisa beberapa kali melakukan terapi tapi tetap saja ia tak pernah mengingatnya.

"Rahasia, nanti Kaka kasih tau."
"Ok Ka."

Pintu kamar Seulgi dibiarkan terbuka, suara podcast terdengar cukup nyaring. Sunmi sendiri telah menuruni tangga menuju ruang keluarga, ia menghampiri telpon rumah lalu membuat panggilan.

"Halo?" Jawab seseorang jauh di sana.

"Halo, mba Sarah ada?"
"Ibu lagi di dapur, ini dengan siapa ya?"
"Aku Sunmi."
"Oh Ka Sunmi, mau aku kasihin telponnya ke Ibu Ka?"
"Jangan-jangan, nanti aja kalau udah selesai masak ya."
"Oke Ka,"
"Makasih Sehun,"
"Um iya. Ngomong-ngomong Ji-Sung lagi ada di sini juga Ka, nunggu soto buatan ibu selesai. Ka Sunmi mau ngobrol sama Ji-Sung mungkin?"
"Ada Ji-Sung?"
"Iyah, habis pulang sekolah Saena ajak Ji-Sung ke sini, terus ibu masakin makanan."
"Aduh maaf ya ngerepotin."
"Engga kok Ka, emang kita semua juga lagi mau makan siang."
"Pasti Ji-Sung minta soto ya sama mba Sarah?"
"Eh? Hehehe iyah Ka."
"Dia suka banget sama soto bikinan mba Sarah."
"Iyah Ka, karena Ji-Sung juga ibu jadi sering bikin soto. Kalau aku yang minta apalagi Saena ibu pasti males bikin. Ji-Sung bener-bener nolong aku buat makan soto."

Ada tawa ringan dalam percakapan mereka, Sunmi seperti meredakan khawatir saat konsentrasi terpecah karena keberangkatan Ji-Sung juga suaminya.

"Ka Sunmi,"
"Ya?"
"Um, Seulgi..."
"Masih belum. Kondisi seulgi masih sama, belum ada perubahan apapun."
"Terapi dari Bude memang belum bereaksi sama sekali Ka?"
"Iyah. Mungkin memang harus sabar."
"Ahh,"
"Makasih ya Sehun, udah mau peduli sama Seulgi. Kaka gak tau lagi harus ngomong apa... tanpa orang-orang di sekeliling yang ngedukung rasanya berat banget."
"Seulgi pasti sembuh kok Ka, aku yakin. Aku gak akan nyerah, aku bakal terus berdoa buat kesehatan Seulgi."
"Makasih."

Suara Sunmi mulai berat, memberi tanda ia mungkin akan segera menangis dan benar saja, panggilan terhenti tak lama setelahnya.

"Soto udah mateng, ayo makan."

Wajah Saena dan Ji-Sung sangat bahagia seraya menhampiri meja makan, namun Sehun terdiam di depan telpon rumah yang ia gunakan beberapa menit lalu.

"Ka ayo makan," ucap Sarah kembali.

"Iyah Bu,"
"Tadi telpon dari siapa?"
"Ka Sunmi."
"Oh ada apa?"
"Mau nanyain kabar ibu."
"Ohh nanti ibu telpon balik kalau gitu, yo sekarang makan."
"Iyah Bu."

to be continued ...

FLAVAWhere stories live. Discover now