Athena 08.

615 44 0
                                    

Sena melempar tasnya asal ke atas kasur. Ia mendengus nafasnya kasar, matanya menatap ke arah langit-langit kamarnya. Air matanya pasti sebentar lagi akan jatuh.

Ia sakit hati dengan ucapan Athala disekolah tadi. Sejak kejadian itu, ia lebih baik memilih untuk menghindari cowok itu. Ia tidak mau berurusan dengan sosok Athala Januar Pratama lagi.

"BRENGSEK!!!!"

"Tadi gue liat mukanya Sena pucet gitu. Kayaknya abis nangis deh." ujar David saat sedang berkumpul dengan teman-temannya. Saat ini mereka sedang berada di kamar Athala.

Athala merotasikan bola matanya malas, "Bodo amat dah. Gak peduli."

"Gak peduli tapi kok lo mau masak bareng sama Sena waktu itu?" tanya Bayu bingung. Athala mengibaskan tangannya,

"Udah deh. Jangan bahas tuh cewek. Gue kesel banget sumpah. Ikut campur aja urusan gue dari dulu."

"Itu tandanya dia peduli, anjir." ujar Imron gemas. Ia ingin sekali menjambak rambut Athala sampai botak.

"Bro.."

Athala, David, Imron dan Bayu terkejut saat mendengar suara Rafael. Pasalnya, cowok itu memang jarang sekali ngomong. Oleh karena itu, mereka sangat terkejut saat mendengar suara Rafael yang tiba-tiba memanggil mereka.

"Eh? lo ngomong sama siapa, Raf?" tanya Athala kepada cowok itu,

"Ya sama kalian." jawabnya dengan nada datar.

"Tumben banget lo, Raf. Kesambet setan mana lo?" tanya David terkekeh.

"Ck! gue mau ngomong." jawab Rafael.

"Iya ngomong apa, bujank?!" tanya David emosi. Ingin sekali ia memukul wajah mulus Rafael itu. Rafael tersenyum tipis,

"Cara nembak cewek gimana?"

krik

krik

"WADOH GAN! AIR GAN AIR! GUE KESELEK KUACI NIH!!!" teriak Imron heboh. Menyuruh Athala untuk mengambil air minum. David dan Bayu saling mencubit satu sama lain, berharap kalau pertanyaan Rafael barusan adalah mimpi. Ternyata bukan.

"Anjir. Lo mau nembak siapa anjir? gue kira lo homo, gak suka cewek." tanya Athala membuat Rafael mendengus nafas kasar,

"Gak. Gue masih normal."

"Jujur sama kita, cewek yang lo suka selama ini siapa?!"

Rafael tersenyum, "Sena."

Satu nama yang membuat Athala terkejut dan tidak menyangka mendengarnya. Ia merasa seperti ada ribuan pedang menghunus dadanya.

"Papa, aku kangen." lirih Sena sambil berlutut di samping makam Ayahnya. Ia memandangi batu nisan tersebut, lalu menangis disana. Banyak sekali yang ingin ia ceritakan pada sosok cinta pertamanya itu.

"Papa, tau Athala gak? Udah pernah ketemu belum sih sama dia?"

Sena berpikir, "Kayaknya belum ya. Ah, tapi pasti disana papa udah liat Athala. Dia kemarin bikin aku sakit hati, pa. Kenapa ya dia kayak gitu sama aku..." lirihnya sambil terus memandangi makam Ayahnya. Ia memeluk lututnya sendiri,

Athena [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang