Athena 21.

499 34 0
                                    

Keesokan harinya, seperti biasa Sena berangkat ke sekolah dengan jalan kaki. Biasanya, dulu sebelum pacaran dan pacaran dengan Athala, cowok itu selalu menjemputnya pagi-pagi. Tapi untuk sekarang, ia tidak mau mengharapkan apa-apa lagi dari cowok itu. Athala mungkin sudah bahagia dengan Jenia.

Sena berusaha untuk menahan air matanya yang sebentar lagi pasti akan turun. Bagaimana tidak? ia melihat Athala memboncengi Jenia yang membuat dirinya cemburu. Apalagi saat melihat Jenia memeluk pinggang Athala dengan mesra. Ia sadar diri, ia cuma mantan. Mau cemburu pun sudah tidak ada hak.

"Ya elah, gue tadi nyamper lo ke rumah! lo udah pergi. Untung ketemu dijalan. Ayo lah berangkat bareng. Daripada jalan kaki, capek."

Suara berat David membuat Sena menoleh, "Eh, gak usah. Gue mau olahraga, Dav. Makasih banyak."

David berdecak kesal, "Terus itu mata lo kenapa? kok bengkak? nangisin mantan?" ledek David yang memang ada benarnya. David mengangkat sudut bibirnya,

"Lo tenang aja, sampai saat ini Athala masih cinta sama lo. Gak usah khawatir. Ayo ah naik, telat entar." suruh David sambil menyuruh Sena naik ke motornya. Sena mengangguk lalu duduk di belakang. Setelah dirasa sudah siap, David kembali melajukan motornya menuju sekolah.

Athala baru saja keluar dari toilet siswa, tiba-tiba ia melihat Sena yang sedang mengepel lorong sekolah depan ruangan perpustakaan. Ia sendiri bingung, tumben sekali gadis itu mau mengepel lantai sekolah.

Ia tidak peduli, memilih untuk berjalan saja tanpa menghiraukan Sena yang sibuk mengepel. Sena melotot karena ada orang yang tanpa dosa menginjak lantai yang baru saja ia pel. Bekas sepatu orang itu bahkan tercetak jelas di atas lantai yang masih basah itu.

"Heh! jangan ngotorin lagi! gue capek!"

Athala menghentikan langkahnya. Lalu mendelik sinis ke arah gadis itu, "Apa lo marahin gue? terus gue harus apa? peduli gue apa?" tanya Athala tajam. Sena meneguk saliva susah payah, ternyata sekarang ia berhadapan dengan Athala, mantannya.

"Ngapa lo diem? takut? payah banget."

Menyadari mata Sena yang berkaca-kaca, Athala berdecih sinis sambil menggesekan kakinya di lantai dengan sengaja, "Apa? mau nangis? nangis aja, gue gak peduli!"

Setelah mengatakan itu, ia berjalan meninggalkan Sena sendiri di lorong sekolah. Sena menghela nafas berat, menatap punggung tegap Athala dengan tatapan nanar.

Athala kembali ke kelasnya, lalu duduk di bangku sambil mengangkat satu kakinya ke atas,

"Muka lo kusut banget, Tha." kata Imron yang berada di atas meja. Bayu sedang asik memukul-mukul meja, seolah itu adalah gendang yang bisa menghasilkan irama.

"Gak apa-apa," jawab Athala. Imron berdecak kesal, "Ck! jangan kayak cewek napa, ditanya selalu jawab gak apa-apa."

"Ya emang kenyataannya gue gak apa-apa kok." balas Athala sambil menghela nafas. Sejak putus, baru pertama kali ia berhadapan dengan Sena seperti tadi. Karena selama ini ia selalu menghindar jika bertemu dengan gadis itu.

"Cerita aja sih, Tha. Kayak sama siapa aja." sahut David yang baru saja datang ke kelas membawa gelas berisi es kopi di tangannya.

Athala menggeleng dan mengelus perutnya sendiri yang lapar karena belum makan dari pagi. Ia meringis, takut kalau penyakit maag nya kambuh lagi.

Athena [✔]Where stories live. Discover now