Prequel - His Affection 4

1.7K 276 18
                                    

Jungkook pernah memperingatkan pada Taehyung bahwa dirinya adalah orang yang tidak kenal kata menyerah. Secara jelas Jungkook menyebut dirinya keras kepala. Tapi, Taehyung hanya tidak pernah menyangka Jungkook akan sekeras kepala ini. Datang ke kampusnya dan membuat keributan.

Tidak ada yang spesial sebenarnya dari kedatangan Jungkook selain mobil mewahnya dan orang-orang di kampusnya yang kelewat norak dengan terus berbisik mencicitㅡ‘astaga! Tampan sekali. Apa dia benar manusia? Atau, dia malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk mendamaikan bumi.’

Tidak teman-temanku,’ bisik Taehyung dalam hatinya. Dongkol setengah mati. ‘Dia ini iblis, kalaupun malaikat, dia ini malaikat pencabut nyawa.’

Ketika mata mereka saling berpandang dan Jungkook melemparkan senyum padanya, gadis-gadis di sekitar Taehyung menjerit histeris, membuat telinga Taehyung pengang. Apa sih, tidakkah para gadis itu bisa melihat jika senyum Jungkook penuh ejekan. Bukannya senyum memikat bak pangeran.

Muak sudah Taehyung dengan situasi asing yang membuatnya risih ini. Dia jalan mendekati Jungkook. Menatap sengit sosok calon suaminya. “Kamu memang senang membuat orang risih, ya?”

“Aku hanya menjemput tunanganku. Apa ada yang salah dengan itu?”

“Sangat salah! Kamu membuat keributan yang tidak pernah aku suka!”

“Oh, ya?” Jungkook melirik ke belakang bahu Taehyung. Gadis-gadis itu masih berdiri memandang penuh damba padanya. Teriakan di sana semakin histeris saat Jungkook tersenyum lebar.

Taehyung mengutuk dalam hati, dia mendorong Jungkook masuk ke mobil. “Kamu berniat menjemputku, kan? Kalau begitu sebaiknya kita cepat pergi dari sini, karena aku sudah lapar sekali.”

“Kamu mau makan apa?”

“Ramen.”

Jungkook sempat terkejut. Dia kemudian tertawa kecil. “Aneh, aku pikir itu bukan menu makan berat untuk dinner.”

“Ayah menarik semua kartu kreditku. Aku belum gajian, cuma itu makanan yang sanggup aku bayar.” Taehyung menyandar pada kaca jendela. Menutup kedua mata, sepenuhnya abai pada Jungkook. Dia masih diliputi perasaan tidak suka pada sosok di sebelahnya yang menjadi sumber semua masalahnya.

Taehyung jadi miskin gara-gara ayahnya menyita semua kartu kreditnya. Sebagai jaminan bahwa dia tidak akan kabur lagi dari setiap pertemuannya dengan Jungkook.

“Apa kamu selalu seperti ini dengan semua teman kencanmu?”

“Apa?”

“Membayar semua makanan atau barang-barangmu sendiri, sekalipun kamu pergi dengan teman kencanmu?”

“Tentu saja, lagipula aku tidak pernah berkencan.”

Jungkook melirik Taehyung, dia terkejut. “Kamuㅡapa? Tidak pernah berkencan? Mustahil.”

“Pernah sekali, tapi gagal. Setelah itu aku putuskan menolak semua ajakan kencan.”

“Tapi, kamu menerima lamaran keluargaku.”

Taehyung mendengus, “Terpaksa. Demi kartu kreditku.”

Jungkook kemudian tertawa, Taehyung adalah sosok yang tidak pernah dia duga. Begitu unik dengan semua sikap keras kepalanya. Belum pernah Jungkook menemukan teman kencan seperti Taehyung, tidak manja, tidak merengek minta dibelikan ini itu. Tidak seperti teman kencan sebelumnya yang pernah dia miliki.

“Kalau begitu, aku traktir makan malam ini. Kamu mau apa?”

“Daging sapi.”

Dan, Taehyung cukup tidak tahu diri. Benar-benar apa adanya.

***

Mobil Jungkook berhenti di salah satu restoran. Jungkook kira Taehyung akan suka dibawa ke restoran mewah seperti ini, ternyata Jungkook salah—bahkan baru turun dari mobil Taehyung sudah menatap jengkel padanya. Tapi mau tidak mau, Taehyung menurut saja, mengekori Jungkook, masuk ke restoran.

Setelah duduk, barulah Taehyung mulai berkomentar, betapa tidak sukanya dia dengan restoran resmi yang super mewah seperti ini.

“Padahal restoran daging di bar sepanjang jalan pulang tidak kalah enak dan lebih murah.”

“Makanan di restoran justru lebih terjamin kualitas rasanya.”

“Belum tentu.” Taehyung menyahut, tidak mau kalah. “Ada beberapa restoran yang memiliki rasa biasa, dan porsi yang sedikit, hanya penampilannya yang bagus. Restoran kecil dipinggir jalan, punya rasa yang enak, harga murah, dan porsi yang lebih banyak. Kamu harus mencobanya sesekali, akan aku rekomendasikan.”

Jungkook mengulum senyum, “Dengan senang hati, ajak aku makan sesering mungkin.”

“Oh, sial.” Taehyung mengigit lidahnya, dia terjebak oleh permainan katanya sendiri. “Aku merekomendasikan, bukan mengajak makan bersama.”

“Kamu harus ikut, karena kamu yang merekomendasikan. Biar aku bisa menilainya langsung.”

Taehyung pasrah, menjawab, “Terserah.” Kemudian dia sepenuhnya abai saat pesanan mereka sampai. Taehyung menatap lapar semua makanan yang tersaji di atas meja mereka. Ilernya nyarsi menetes, dia juga hampir kehilangan kontrol diri jika tidak ingat sosok di hadapannya adalah rivalnya; karena Taehyung belum sepenuhnya menyukai Jungkook, karena pria calon suaminya ini begitu menyebalkanㅡmaka Taehyung akan menyebutnya seperti itu.

“Jadi, apakah makanan di restoran itu tidak terjamin kualitas rasanya?”

“Ehem,” Taehyung malu, kepergok Jungkook saat dirinya makan dengan lahap. “Lumayanㅡeh, kamu tidak makan?”

“Melihatmu makan membuatku kenyang.”

Taehyung menggeleng pelan dengan mulut penuh. “Kamu yang bayar, kamu juga harus makan.” Kemudian, dia tupangkan sepotong daging di atas selembar salada dan menyuapkannya ke Jungkook.

Keduanya saling menatap dan bergeming sejenak sampai akhirnya Jungkook menangkap pergelangan tangan Taehyung yang terulur padanya, dan melahap satu suapan dari Taehyung. Wajah manis calonnya merona, Jungkook masih menahan tangan Taehyung saat sang empunya hendak menariknya kembali.

“Kamu salah, ini bukan lumayan. Tapi enak sekali.”



.
ㅡtbc.

Iya enak, jek. soalnya disuapin taehyung 👌



afek.si ✅Where stories live. Discover now