18 | Marahnya Daren

1.8K 113 0
                                    

"Daren tangan gue sakit!" Acha menyentak tangannya saat mereka baru saja menginjakkan kaki di parkiran mobil di depan rumah Andi. Acha merasa cengkraman Daren terasa semakin kuat, karenanya Acha meringis kesakitan.

"Maaf, Cha."

Acha memasang wajah cemberut. Kesal terhadap sikap Daren.

"Masuk." Daren membukakan pintu mobil untuk Acha.

Tanpa mengangguk, Acha lantas memasuki mobil di jok depan, sebelah Daren yang menyetir. Acha memanyunkan bibirnya. Mendecak kesal. Melirik sinis ke arah Daren yang memasang wajah datar.

"Daren... lo jahat."

"Biarin." Daren menjawab datar. "Bukannya lo suka sama orang jahat kayak gue?"

Acha diam. Menoleh sejenak ke arah Daren lalu mengangguk, "Hm... iya. Gue suka sama orang jahat kayak lo, Daren."

Daren mendengus. Menatap miris ke arah gadis di sebelahnya. Mungkin orang-orang yang baru mengenal Acha akan berfikir bahwa Acha adalah gadis gila yang sudah pasrah akan kehidupannya. Selama ada yang mau merawat dan menjaganya, Acha akan dengan mudah menyerahkan diri dengan senang hati.

"Gue nggak suka lo deket-deket sama orang yang baru lo kenal." Daren mulai memacu mobilnya dengan kecepatan standar.

"Kan Elle itu baik, Ren. Dia lembut trus perhatian." Acha mendesis pelan. "Itu yang bisa gue simpulin dari perkenalan gue sama Elle tadi."

"Lo nggak bisa nyimpulin semua itu hanya dengan sekali pertemuan. Apa lagi perkenalan yang singkat kayak tadi." Daren menyangkal.

"Yang buat singkat itu lo, Daren." Acha mendecak. "Kalo aja lo nggak ngelarang gue ngasi nomor gue ke Elle, pasti perkenalan kita bakal berlanjut. Jarang-jarang kan, gue bisa bersosialisasi dan kenal sama orang baik kayak Elle?"

"Dia belum tentu baik, Acha!" Daren menyentak. "Jangan mudah menilai orang cuma dengan ngeliat wajahnya aja. Lo belum tau sifat aslinya, kan?!" Daren marah. Sangat marah. Daren hanya khawatir jika Acha nantinya kenapa-napa. Daren takut jika Acha berbaur dengan orang yang salah. Apa lagi orangnya itu laki-laki.

Acha menunduk. Tidak menyangka Daren akan semarah ini.

Daren menghembuskan nafas berat. Menoleh ke arah Acha yang memperlihatkan raut wajah kesedihannya. Acha terlihat takut. Jarang-jarang Daren meluapkan emosinya di depan Acha. Selama ini, sebisa mungkin Daren menahan emosi dan amarahnya jika ia sedang bersama Acha.

Daren menghentikan mobilnya di pinggiran jalan. Merasa bersalah dengan ucapannya yang bernada tinggi tadi.

Daren menghembuskan nafas berat. Daren meraih pundak Acha. Menatap teduh wajah Acha yang terlihat mendung.

"Cha..."

Acha masih menunduk. Mencoba untuk menahan agar tidak menangis.

"Gue nggak bermaksud untuk-"

"Nggak pa-pa kok, Ren." Acha menyangkal. "Gue tau lo kayak gini karena lo... takut gue kenapa-napa, kan?" Acha mengangkat wajahnya. Balas menatap Daren, nyaris bertumbukan. Acha mencoba tersenyum. Memperlihatkan raut wajahnya yang paling manis.

"Gue sayang Cha, sama lo. Gue takut lo kenapa-napa nantinya. Bukannya lo nggak boleh punya temen yang lain, tapi gue cuma was-was. Lo jangan asal respon kehadiran orang yang baru lo kenal. Lo nggak tau kan, sikap aslinya dia gimana? Kalo nanti ternyata dia bukan orang yang baik, trus dia berniat untuk macem-macem sama lo, gimana?" Acha diam mendengarkan segala peringatan dari Daren. "Cha, tanpa lo perlu cari temen, gue juga bakal selalu lindungin lo, kok. Jangan pernah takut sendiri, karena lo nggak pernah sendiri. Ada gue, ada Tante Maya, ada Allah juga kan, yang sama lo?"

FRIENDSHIT [TAMAT]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang