71 | Sindiran Halus

845 61 11
                                    

"Kak, kenapa jatuh cinta itu sakit?"

Untuk beberapa saat Elle hanya diam setelah mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Acha. Elle yakin, kalimat 'jatuh cinta' itu yang telah membuat Adiknya menjadi banyak diam belakangan ini.

Acha yang dulu dan Acha yang sekarang sungguh sangat berbeda. Jika dulu Acha adalah sosok yang periang, meskipun sedikit irit bicara, namun sekarang gadis itu berubah menjadi pribadi yang pendiam. Acha lebih sering mengurung diri di kamar, dari pada harus berkumpul dengan teman-temannya.

"Dek, jangan biarin cinta ngebuat lo jadi kayak gini." Elle mendesis pelan. "Kemana perginya Acha yang dulu? Acha yang periang, bukan Acha yang pendiam."

Acha menggeleng pelan, "Mood gue suka berantakan nggak jelas. Gue jadi males ketemu orang-orang di luar."

"Dek, gue nggak mau ngeliat lo terus-terusan kayak gini." Elle memohon. "Lo harus balik kayak Acha yang dulu."

"Gue emang masih Acha yang dulu, Acha yang pemalas." Acha menjawab singkat.

"Bukan itu maksud gue-"

"Udah lah Kak. Gue juga udah males bahas yang begituan." Acha melepas tangannya dari genggaman sang Kakak. "Yang gue tanyain sekarang, kenapa jatuh cinta itu sakit?"

Elle mendengus, "Sakit hati itu bonus dari jatuh cinta." Elle mendesis pelan. "Bukan jatuh cinta namanya, kalo nggak ngalamin sakit hati."

"Tapi sakit hati gue di awal, Kak."

Elle mengangguk antusias, "Iya gue tau. Tapi lo harus terima semuanya, Cha. Nggak selamanya orang yang kita cinta itu akan menjadi milik kita."

Acha menundukkan kepalanya, "Lo bener, Kak. Nggak selamanya orang yang kita cinta itu akan menjadi milik kita. Gue akuin cinta emang nggak bisa dipaksa."

Elle meraih dagu Acha lalu mengarahkan wajah sang Adik tepat berada di hadapan wajahnya.

"Kalo Daren emang jodoh lo, Citra nggak bakal jadi penghalang."

***

Ceklek.

Daren membuka pintu kamar Acha. Didapati olehnya sosok Acha yang masih berbaring di atas ranjang. Memeluk guling serta separuh tubuhnya ditutupi menggunakan selimut tebal yang hangat itu. Benar-benar membuat Acha enggan untuk bergegas pergi.

"Astaga, Acha!" Daren menyentak. "Jam segini lo masih tidur?"

"Hrg..." Acha mengerang saat Daren tiba-tiba saja mengguncang-guncangkan tubuhnya.

"Bangun, Acha! Ntar telat ke sekolah." Daren mendecak kesal. "Atau gue yang bakal mandiin lo?" Daren terlihat mengancam, namun Acha tidak peduli.

"Apaan sih, berisik banget?" Acha mendengus. "Ganggu, tau nggak?"

"Makanya lo bangun, Acha. Udah jam tujuh, dodol!"

Acha mengucek-ucek matanya. Terlihatlah sosok Daren yang kini duduk di sisi tempat tidurnya. Pria berwajah tampan itu memperlihatkan wajah datarnya.

"Kesel banget, muka lo." Acha terkekeh melihat ekspresi Daren.

"Nggak lucu." Daren mendengus. "Udah sana lo, buruan mandi."

Acha menguap lebar. Sebenarnya cukup malas. Namun harus bagaimana lagi? Saat ia melirik ke arah jam baker di atas nakas, memang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit.

"Yaudah gue mandi." Acha lantas turun dari ranjang. Mengambil langkah ogah-ogahan ke arah kamar mandi di kamarnya.

Segera setelah itu Daren langsung membereskan tempat tidur Acha. Mempersiapkan seragam untuk gadis tersebut serta mengemasi keperluan-keperluan sekolahnya. Baru setelah itu Daren bergegas menuju ke ruang makan.

FRIENDSHIT [TAMAT]√Where stories live. Discover now