42 | TerimaKasih, Daren

975 61 0
                                    

Maya terheran-heran saat mendapati mobil Daren yang terparkir di depan rumahnya. Pasalnya, sekarang ini belum waktunya pulang sekolah. Waktu pulang sekolah masih tersisa sekitar empat jam lagi. Tapi mengapa Acha dan Daren sudah pulang?

"Assalamu'alaikum." Maya mendorong pintu rumah. Terbuka. Ternyata tidak terkunci. Berarti benar sekarang ini Acha dan Daren berada di dalam.

Tidak ada sahutan. Maya bergegas memasuki rumah. Kamar Acha yang terdapat pada lantai dua menjadi tujuan utamanya.

Dan benar saja, dari ujung anak tangga atas, Maya dapat melihat ke arah kamar Acha yang pintunya terbuka lebar. Terlihat Acha tengah berbaring di atas ranjang, dengan Daren yang duduk di sisinya.

"Loh, kalian kok udah pulang?" Maya memasuki kamar Acha. Seketika mata Maya membulat lebar saat mendapari anaknya yang babak belur.

Dengan terburu-buru, Maya meletakkan tasnya di atas nakas lalu mendekat ke arah Acha. Daren bangkit, memberikan ruang agar Maya bisa duduk di sebelah anaknya.

"Acha? Acha kenapa sayang? Kok mukanya lebam-lebam kayak gini?" Maya tanpa sengaja menyentuh kulit sobek Acha di sudut bibir bagian bawah. Hingga membuat Acha mendesis lirih menahan perih.

"Sakit, Ma..." Acha menutup lukanya yang tadi disetuh oleh Maya.

"Maaf, Mama nggak sengaja." Maya mendesis. "Acha kenapa? Siapa yang udah pukulin Acha?"

"Ma, Acha capek, mau istirahat." Acha memasang wajah melasnya.

Memang kondisi Acha saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Wajahnya terlihat sangat pucat. Acha pasti sangat kesakitan.

"Acha ke Rumah sakit ya? Biar Mama sama Daren yang anter." Maya mengelus puncak kepala Acha pelan.

Acha menggeleng dengan mata yang terpejam, "Nggak usah, Ma. Tadi Daren udah ngobatin luka-luka Acha, kok." Acha menolak halus.

"Tapi sayang...-"

"Ma... Acha mau istirahat." Acha menekan sedikit ucapannya sehingga membuat Maya berhenti untuk mendesak Acha agar mau dibawa ke Rumah sakit.

Maya menghembuskan nafas pelan. Selanjutnya wanita paruh baya dengan wajah cantik itu mengambil posisi berdiri di sebelah Daren yang sedari tadi diam.

"Daren, kenapa Acha bisa jadi kayak gini? Siapa yang udah mukulin Acha?" tanya Maya menatap mata Daren dalam.

Daren menghembuskan nafas berat lalu menjawab pelan, "Kiena, Tan."

Maya mengerutkan alisnya, "Kiena?" Maya mencoba memastikan dengan bertanya sekali lagi. "Kiena mantan pacar kamu?"

Daren mengangguk pelan, "Iya Tan." Daren menunduk. Dan kemudian kembali melemparkan pandangannya ke arah Maya. "Ini semua salah aku, Tan. Lagi-lagi aku jengah jagain Acha. Dengan bodohnya aku percayain Acha tinggal di kelas cuma berdua sama Flo. Harusnya aku bawa Acha ikut ke kantin meskipun aku harus gendong Acha. Dan sekarang semuanya udah terlambat. Gara-gara aku ceroboh, Acha jadi kayak gini." Daren menunduk dalam. Benar-benar kecewa terhadap dirinya sendiri.

Maya tersenyum. Selanjutnya mengelus-elus pelan bahu Daren.

"Kamu nggak salah, Daren." Maya mendesis pelan. "Makasih ya, karena kamu udah mau jagain Acha selama ini? Tante bener-bener nggak tau lagi gimana caranya ngucapin makasih sama kamu. Kamu bener-bener udah jadi superhiro terhebat untuk Acha. Makasih, ya?"

"Tante, tapi aku udah gagal jagain Acha. Nggak pantes banget untuk aku ngedapetin pujian-pujian dari Tante." Daren menyangkal cepat.

"Enggak, Daren. Kamu sama sekali nggak pernah gagal jagain Acha. Selama ini kamu udah jadi pelindung yang terbaik untuk Acha. Jadi, kamu nggak perlu lagi ngerasa bersalah kayak gitu." Maya mengelus bahu Daren semakin lembut.

Daren tersenyum kikuk. Lalu mengangguk pelan, "Makasih, Tan."

"Iya, sama-sama." Maya mendesis pelan.

"Oh iya. Tante kok, tumben banget pulang kantornya cepet?" tanya Daren heran.

"Sebenernya ini belum waktunya pulang. Satu jam lagi, Tante mau ada meeting sama klien penting. Dokumen Tante ada yang ketinggalan di rumah. Mumpung sekarang lagi jam makan siang, makanya Tante pulang untuk ambil dokumen Tante." Maya menjelaskan. "Tapi... kayaknya Tante batalin aja meeting-nya. Ngeliat kondisi Acha, Tante nggak tega ninggalin Acha di rumah."

"Tante nggak perlu khawatirin Acha. Aku janji bakal jagain Acha. Aku bakal rawat Acha layaknya seorang Ibu yang ngerawat anaknya." Daren tersenyum lebar. "Lebih baik Tante lanjutin meeting sama klien penting Tante, tanpa perlu ngebatalin meeting itu. Untuk Acha, biar aku yang urus."

"Beneran nggak pa-pa, kalo Tante tinggalin Acha dan Tante titip Acha sama kamu?" Maya memastikan.

"Iya, Tan. Nggak pa-pa." Daren meyakinkan.

"Yaudah kalo emang kamu nggak ngerasa direpotin, nggak pa-pa." Maya tersenyum tipis. "Nanti selesai meeting kamu mau Tante bawain apa?" tawar Maya.

Daren menggeleng pelan, "Nggak usah repot-repot, Tan."

Maya terkekeh pelan, "Yaudah kalo gitu Tante berangkat dulu. Tolong kamu jagain Acha ya? Kalo terjadi sesuatu, langsung kabarin Tante."

"Iya Tan."

"Oh, iya. Kalo kamu mau makan atau perlu sesuatu, Tante emang nggak masak. Tapi bahan-bahan makanan ada di dapur. Jadi kamu bisa masak kalo kamu mau. Snack juga ada banyak di kulkas. Kalo kamu mau, bisa langsung ambil aja."

"Iya, Tente..." Daren terkekeh pelan. Maya benar-benar sangat perhatian.

"Yaudah Tante berangkat dulu." Maya menoleh ke arah Acha lalu mengecup pelan puncak kepala anak tunggalnya itu.

"Hati-hati, Tan." Daren mencium punggung tangan Maya sebelum akhirnya Maya bergegas bertemu dengan klien-nya.

Selepas kepergian Maya, Daren kembali mendaratkan tubuhnya di sisi kasur Acha dengan posisi duduk.

"Cha." Daren mengelus pelan bahu Acha yang tidur membelakanginya dengan lambung kiri. "Lo lanjutin tidur lo. Gue ke bawah sebentar, gue laper, pengen makan."

Tak ada jawaban, Daren memilih untuk segera bergegas pergi. Namun, niat Daren terhalang karena Acha menahan pergelangan tangan kirinya.

Daren memutar balik tubuhnya. Mendapati Acha yang kini berbaring dengan posisi lambung kanan. Berhadapan dengannya.

"Kenapa, Cha?" tanya Daren mengelus tangan Acha yang masih menggenggam erat pergelangan tangannya.

"Gue... pengen pizza." Acha mendesis pelan dengan wajah super melas. "Porsi besar."

Daren mendengus. Selanjutnya pria tampan itu mengulum senyuman manis. Mengelus pelan puncak kepala Acha dengan sangat lembut, sembari mengangguk meng-iya-kan.

"Nanti gue beli."

"Sekarang..." Acha berlendetan manja. Menyebalkan sebenarnya, namun sama sekali tidak masalah bagi Daren.

"Yaudah gue pesen online. Nggak mungkin juga gue tinggalin lo sendirian di rumah."

Acha manggut-manggut.

Saat Daren akan meraih ponselnya, suara bel dari depan rumah menghalangi niatnya.

"Cha, gue bukain pintu dulu ya?" Daren mengelus puncak kepala Acha, lalu mendaratkan sebuah ciuman tepat pada kening gadis itu.

Acha manggut-manggut, "Jangan lama..."

Daren mengangguk dan kemudian langsung bergegas keluar dari kamar Acha. Menuruni anak tangga untuk tiba di lantai bawah. Berjalan sedikit cepat menuju ke arah pintu utama rumah megah kepunyaan Maya. Daren merapikan sedikit ujung seragamnya sebelum akhirnya ia membukakan pintu.

"Kalian?"

oOo

FRIENDSHIT [TAMAT]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang