72 | Berubah

941 65 15
                                    

"Thanks, ya Rein? Lo udah anterin gue sampe rumah." Acha tersenyum lebar setelah ia turun dari motor Rein.

Rein mengangguk pelan, "Sama-sama, Cha."

"Lo mau mampir dulu?" tanya Acha menawarkan.

Rein menggeleng, "Enggak deh, Cha. Kapan-kapan aja gue ke sini lagi. Lagian udah malem banget."

Acha manggut-manggut, "Yaudah lo hati-hati."

Rein mengangguk lagi, "Yaudah gue pamit ya? Lo langsung istirahat."

Acha mengangguk meng-iya-kan. Setelahnya, Rein langsung bergegas meninggalkan Acha yang masih diam di tempat.

Setelah kepergian Rein, Acha langsung bergegas memasuki pekarangan rumahnya. Lalu berjalan ke arah pintu utama. Mendorong pelan pintu tersebut yang memang tidak terkunci.

Acha memasuki rumahnya. Langkahnya terhenti saat ia nyaris memasuki ruang tv. Acha melihat Mama dan Kakaknya sedang berbincang serius di sana. Acha memilih untuk menyembunyikan tubuhnya di balik tembok saat mendengar mereka membawa-bawa namanya ke dalam obrolan mereka. Acha memasang telinga untuk mendengarkan obrolan Mama dan Kakaknya itu.

"Maksud Mama apa?" tanya Elle kepada Maya.

Maya menghembuskan nafas berat, "Ya Mama capek aja nasehati Adik kamu, Elle. Makanya Mama minta tolong sama kamu untuk ngomong sama Acha. Siapa tau, kalo kamu yang ngomong, Acha bisa mendengarkan dengan baik, trus dia bisa berubah."

"Emang sejak kapan Acha kayak gini, Ma?" tanya Elle.

"Sejak ditinggal Papa kamu Acha jadi pemalas. Dia lebih suka ngerepotin orang lain. Nggak pernah mau ngapa-ngapain." Maya mendesis pelan. "Sekarang Acha udah dewasa, apa lagi sebentar lagi kalian bakal kuliah. Kan nggak mungkin Acha terus-terusan kayak gini."

Elle diam saja.

"Padahal kalau Acha mau berubah, itu pasti udah sangat membuat Mama seneng. Mama pengen Acha itu jadi gadis yang rajin dan periang. Pinter masak kayak keinginan Oma dulu. Oma selalu bilang sama Mama untuk mendidik Acha menjadi gadis yang pintar. Tapi apa boleh buat? Justru Acha tumbuh menjadi gadis yang pemalas."

Deg.

Itu lagi.
Acha mendengarkan penuturan itu lagi. Separah itu kah, dirinya? Sepemalas itukah, dirinya?

Acha menghembuskan nafas berat, lalu berjalan memasuki ruang tv. Kompak Maya dan Elle melemparkan pandangan mereka ke arah Acha.

"Loh, Acha udah pulang?" Maya tertegun.

"Udah, Ma."

"Daren mana?" tanya Elle saat ia tidak melihat Daren bersama Acha.

"Daren masih sama Citra di cafe. Tadi gue dianter sama Reinhart," jawab Acha.

"Reinhart Kakak kelas dulu? Yang suka ngegodain lo?" tanya Elle disusul anggukan Acha.

"Yaudah, ya, Acha mau ke kamar dulu. Ngantuk, pengen istirahat."

Acha lantas bergegas menyusuri anak tangga, dan menuju ke kamarnya.

Ceklek.

Acha membuka pintu. Menatap sejenak ke dalam kamarnya yang tersusun rapi itu. Selama ini Daren yang mengurus kamarnya, bukan dirinya.

Acha membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamarnya. Kembali terlintas di fikirannya perkataan Citra serta Mamanya tadi. Acha menghembuskan nafas berat.

"Mungkin udah saatnya untuk gue berubah. Bakal gue buktiin sama mereka, kalo gue bukan cuma benalu yang hanya akan ngerepotin mereka. Dan lo, Daren... lo nggak bakal perlu lagi direpotin sama gue."

FRIENDSHIT [TAMAT]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang