79 | Berkemas

1.1K 65 0
                                    

Maaf semuanya, part ini ketinggalan saat di publish, karena kebetulan saya sudah menyelesaikan tulisan saya beberapa minggu lalu, hanya tinggal di publish saja sesuai jadwal yang sudah saya atur, dan ternyata bab jni ketinggalan. Saya minta maaf sebesar-besarnya yaa..

***

Televisi siang ini memberitakan siaran langsung tentang kecelakaan berat yang terjadi di salah satu jalan rawan kecelakaan di Jakarta. Sebuah mobil BMW ditabrak oleh mobil pembawa minyak yang kehilangan kendali karena remnya mendadak blong. Mobil BMW yang berisi tiga orang, tewas di tempat kejadian. Mobilnya remuk tak berbentuk.

Acha dan Elle sama terkejutnya saat mengetahui bahwa ternyata yang menjadi korban jiwa dalam kecelakaan tersebut adalah Papa mereka bersama istri dan anak tirinya.

Maya dengan senang hati mengurus jenazah mantan suami dan juga anak istrinya tersebut. Mengurus surat kematian dan juga berbagai keperluan lainnya.

Menjelang pukul tiga sore, jenazah sudah dapat dikuburkan di salah-satu pemakaman kota terdekat. Posisinya berdekatan, dengan kuburan Kiena yang berada di tengah-tengah kedua orang tuanya.

Kejadian ini heboh seketika. Berita tersebut menyebar begitu cepat. Hampir setiap siaran televisi memberitakan hal yang sama. Bahkan, kini seluruh teman-teman di sekolahnya, sudah mengetahui tentang nasib buruk yang menimpa Kiena serta keluarganya.

Usai menguburkan, dilanjutkan dengan pembacaan do'a. Dipimpin oleh ustadz Usman yang cukup disegani di area komplek tempat tinggal Acha. Setelah itu, satu per satu warga yang ikut hadir ke pemakaman, perlahan berkurang. Hingga akhirnya tinggallah Maya, Acha, Elle, dan Daren di pemakaman tersebut.

"Pa..." Acha mendesis pelan. Mengelus lembut papan kuburan yang berwarna putih, tertuliskan nama almarhum Papanya.

Meskipun Acha sangat membenci Papanya, tapi ia tidak dapat berbohong bahwa perasaannya juga sangat hancur ketikan mengetahui tentang musibah besar yang menimpa sang Papa. Acha menangis sesunggukan sejak di rumah tadi, hingga sekarang tangisnya tak kunjung mereda.

"Meskipun Papa udah terlalu sering ngebuat Acha sakit hati. Meskipun Papa udah ngebuat Acha patah berkali-kali, tapi Acha tetap anak Papa dan Papa tetap Papa Acha." jeda. "Acha udah maafin Papa. Sekarang Acha udah ikhlasin semuanya. Acha percaya kalo ini semua adalah takdir yang harus Acha terima. Papa yang tenang ya, di sana? Acha pasti bakal selalu do'ain Papa."

Maya mengelus lembut pundak anak perempuannya. Ia sendiri juga merasa terpukul dengan kembalinya Bram ke sisi Tuhan.

"Untuk Kiena sama Tante Kinan, aku juga udah maafin kalian. Aku anggap semua niat buruk kalian yang dulu adalah ujian dalam hidup aku. Aku bakal jadiin semuanya pelajar. Makasih, karena kalian sempat hadir, walaupun hanya sekedar menggoreskan luka. Kalian yang tenang di sana. Semoga Allah ngapusin dosa-dosa kalian semasa hidup." Acha mencoba tersenyum ditengah-tengah isak tangisnya.

"Aku juga udah maafin Papa." kini Elle yang bersuara. "Meskipun aku sempat kecewa karena aku terlahir sebagai anak yang nggak Papa harapkan, tapi aku udah ikhlasin itu semua. Aku tulus maafin Papa. Aku juga berharap, semoga Papa tenang di alam sana."

Maya menoleh ke arah Elle, lalu mengelus puncak kepala anaknya itu.

"Cha, Elle, gue ikut berduka cita atas kepergian Om Bram." Daren mendesis pelan. "Gue juga ikut berdo'a semoga Om Bram serta keluarga diberi keampunan dan ditempatkan di sisiNya."

Elle mengangguk pelan, "Makasih, Ren."

Selanjutnya mereka semua lantas berjalan meninggalkan pemakaman yang masih basah tersebut.

Ajal memang tidak ada yang tau. Bisa datang kapan saja tanpa izin dari manusia itu sendiri. Maka dari itu, berusahalah untuk memperbaiki diri. Agar kelak, ada bantuan di hari akhir.

FRIENDSHIT [TAMAT]√Where stories live. Discover now