44 | Rawat

1K 62 0
                                    

Maya memasuki kamar Acha dengan membawakan nampan berisikan bubur ayam serta susu vanila di atasnya. Maya tersenyum lebar saat mendapati Acha yang tertidur lelap dengan adanya Daren yang tidur di atas kursi tepat di sebelah Acha.

Maya meletakkan nampan di atas nakas. Membelai pelan puncak kepala Daren yang terbenam di atas kedua tangan yang ia lipat di sisi tempat tidur Acha.

Daren tertegun. Matanya membulat sempurna.

Daren melirik ke kiri dan ke kanan. Mencoba mengenali tempat keberadaannya saat ini. Kamar Acha. Daren mengucek-ucek matanya perlahan. Selanjutnya melemparkan pandangannya ke arah Maya yang berdiri di sebelahnya.

"Tante Maya?" Daren tertegun.

Maya tersenyum lebar, "Kenapa kamu masih di sini? Kamu nggak siap-siap ke sekolah?" tanya Maya heran. "Lebih baik kamu langsung pulang trus siap-siap. Takutnya nanti kamu telat."

"Aku nggak masuk sekolah, Tan." Daren menyangkal. "Aku udah minta izin sama wali kelas untuk nggak masuk kelas selama Acha sakit. Aku udah bilang sama wali kelas kalo aku mau jagain dan rawat Acha sampe kondisi Acha bener-bener kembali stabil." Daren melemparkan pandangannya ke arah Acha yang masih tidur. Sejenak, lalu kembali menoleh ke arah Maya.

"Harusnya kamu nggak perlu sampe izin segala, Daren." Maya mendesis pelan. "Kan di sini masih ada Tante yang bisa jagain Acha. Mendingan kamu sekolah aja, dari pada kamu ketinggalan pelajaran."

"Nggak pa-pa kok, Tan." Daren tersenyum sungkan. "Bukan masalah yang serius kalo aku ketinggalan pelajaran. Lagian, temen-temen bakal ngasi aku info soal pelajaran di sekolah. Jadi, aku jamin kalo aku nggak bakal ketinggalan pelajaran."

Maya diam, tidak lagi memberikan bantahan.

"Tante nggak berangkat ke kantor?" tanya Daren saat melihat Maya yang belum kunjung berangkat ke kantornya.

"Tante nggak ke kantor selama Acha sakit. Tante udah izin sama atasan." Maya menjelaskan. "Masalah butik juga udah Tante serahin ke karyawan terpercaya Tante untuk ngehandle semuanya."

"Padahal aku bisa kok, Tan, jagain Acha sendirian. Jadi, Tante nggak perlu sampe nggak masuk kerja." Daren mendesis pelan.

Maya tersenyum lebar, "Nggak pa-pa. Kita rawat Acha sam-sama, ya?" Maya mengelus lembut pundak Daren.

Daren mengangguk tersenyum.

"Ini sarapan buat Acha kan, Tan?" tanya Daren menunjuk ke arah nampan yang terletak di atas nakas.

Maya mengangguk pelan.

"Yaudah, biar aku aja yang suapin Acha." Daren menawarkan diri.

Maya mengangguk pelan, "Yaudah, makasih ya?" ucap Maya terharu. "Oh, iya. Nanti kalo kamu mau sarapan, udah Tante siapin di meja makan. Kamu tinggal makan aja."

Daren mengangguk mengerti.

Setelahnya, Maya lantas keluar dari kamar Acha. Melakukan aktivitas lainnya di luar sana.

Daren menoleh ke arah Acha. Memperhatikan wajah Acha yang masih terlihat sangat pucat. Daren mengelus pelan puncak kepala Acha, berniat untuk membangunkan gadis itu.

"Cha..." Daren mendesis lirih.

Sekali saja panggilan pelan yang keluar dari mulut Daren, sudah dapat membuat Acha terbangun dari tidurnya.

"Maaf, gue nggak bermaksud ganggu waktu lo tidur," desis Daren pelan.

Acha tersenyum, "Nggak pa-pa."

"Lo sarapan dulu. Selesai lo sarapan, gue obatin lagi luka-luka yang ada di muka lo. Ntar baru lo bisa istirahat lagi." Daren memperingati.

Acha manggut saja.

"Lo mau makan sendiri, atau gue yang-"

"Lo yang suapin." Acha menyangkal cepat ucapan Daren. Sesekali Acha terkekeh.

Daren balas tersenyum, "Oke."

Daren selanjutnya membantu Acha untuk duduk dengan sandaran bantal.

"Cepet sembuh ya, Cha?" Daren iba melihat kondisi Acha sekarang. "Biar kita bisa berangkat sekolah bareng lagi. Ke kantin bareng, gila-gilaan bareng."

Acha mencoba tersenyum, "Gue juga pengen cepet sembuh, Ren." Acha mengeluarkan suara serak. "Tapi lo tenang aja, kalo lo terus-terusan di samping gue, pasti gue bakal sembuh dalam waktu dekat."

Daren mengangguk lalu mengelus pelan pipi gembul Acha.

"Gue pasti bakal selalu di sini buat lo."

"Makasih, Daren."

"Sama-sama, Cha."

***

Pukul tiga sore dini hari, Daren tengah berkutat dengan laptopnya untuk menyelesaikan sebuah novel yang akan di publish malam ini sesuai jadwal. Maklum, Daren adalah seorang novelis. Royalti yang di dapatnya juga lumayan besar.

Untuk kebutuhan hidup, Daren memakai uang hasil nulisnya. Hasil jerih payahnya selama bertahun-tahun. Selain itu, Daren juga selalu mendapat transferan dari Maya per bulannya. Yakni, uang dari butik peninggalan sang Mama yang kini dikelola oleh Maya.

Daren menautkan kedua alisnya saat mendengar suara bel yang berbunyi dari pintu utama rumah Acha.

Daren melemparkan pandangannya ke arah Acha yang kini tidur di sebelahnya. Selanjutnya, Daren meletakkan laptopnya di atas nakas. Bergegas menuruni ranjang dan berjalan keluar dari kamar Acha.

"Siapa ya? Nggak mungkin Tante Maya, kan?" Daren terheran-heran.

Memang Maya sedang tidak ada di rumah. Maya sudah keluar sejak satu jam yang lalu untuk pergi berbelanja di indomart terdekat. Rasanya tidak mungkin Maya pulang dalam waktu yang sangat singkat. Kalaupun benar Maya sudah pulang, rasanya tidak mungkin Maya menekan bel di depan pintu. Maya hanya tinggal masuk saja karena ia tau bahwa pintu tidak dikunci.

Ceklek.

Daren membuka pintu rumah. Tertegun saat mendapati Citra dan Elle di luar. Mereka masih mengenakan seragam sekolah. Daren dapat menebak jika mereka baru saja pulang dari sekolah dan langsung datang ke rumah Acha.

"Citra? Elle?" Daren mendesis pelan. "Kirain siapa."

"Maaf ya, aku dateng ke sini dadakan." Citra berujar sungkan. "Tadi aku udah nyoba telfon kamu, tapi nomor kamu nggak aktif."

"Hp gue mati," tutur Daren mengingat bahwa memang ponselnya kehabisan baterai.

"Aku dateng ke sini buat jenguk Acha," ujar Citra. "Kalo Elle, katanya ada hal penting yang mau disampein sama kamu."

Daren menoleh ke arah Elle sejenak. Elle mengulum senyum ramah.

Daren mengangguk, "Yaudah, lo berdua masuk aja. Acha lagi istirahat di kamar."

Lantas ketiganya berjalan memasuki rumah Acha. Elle dan Citra mengikuti Daren menuju ke arah kamar Acha yang terletak di lantai dua.

Daren membuka pintu. Matanya terbelalak lebar saat tidak mendapati siapa pun di dalam sana. Kasur yang tadinya ditiduri oleh Acha, kini kosong tidak berpenghuni.

"Acha mana, Ren?" tanya Elle heran.

"Tadi Acha tidur di sini." Daren mulai panik.

"Nggak mungkin Acha hilang, kan?" Citra angkat bicara.

Daren memeriksa seluruh sudut kamar, namun tidak juga menemukan Acha. Daren juga sudah mengecek ke kamar mandi yang ada di sudut kamar Acha, namun Daren tidak juga menemukan Acha di sana.

"Cha! Lo di mana, Cha? Jangan buat gue khawatir!" Daren memekik keras. Wajahnya pucat pasi. "Acha!"

Elle dan Citra juga tidak kalah panik. Mereka juga turut mencari Acha di sekitar kamar, namun nihil, Acha tidak ada di mana-mana.

"Acha!"

oOo

FRIENDSHIT [TAMAT]√حيث تعيش القصص. اكتشف الآن